Arsip

Archive for the ‘Hikmah Tobat’ Category

PENGARUH MAKSIAT DALAM MEMAHAMI AL QUR’AN

1 Februari 2017 Tinggalkan komentar

๐Ÿ’ฅโŒโ›”๐Ÿ”ฅ PENGARUH MAKSIAT DALAM MEMAHAMI AL-QUR’AN

โœ๐Ÿป Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata:

ู…ู† ุทู‡ุฑ ู‚ู„ุจู‡ ู…ู† ุงู„ู…ุนุงุตูŠ ูƒุงู† ุฃูู‡ู… ู„ู„ู‚ุฑุขู†ุŒ ูˆุฃู† ู…ู† ุชู†ุฌุณ ุจุงู„ู…ุนุงุตูŠ ูƒุงู† ุฃุจุนุฏ ูู‡ู…ุง ุนู† ุงู„ู‚ุฑุขู†.

“Siapa yang membersihkan hatinya dari berbagai kemaksiatan maka dia orang yang akan paling memahami al-Qur’an, sebaliknya siapa yang mengotori dirinya dengan kemaksiatan maka dia orang yang paling jauh pemahamannya dari al-Qur’an.”

๐Ÿ“š Al-Qaul al-Mufid, hlm. 394

๐ŸŒ Sumber || https://twitter.com/fzmhm12121/status/815864491728572420

โšช WhatsApp Salafy Indonesia
โฉ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž

SANG RAHIB, SEORANG GADIS DAN IBLIS

15 Agustus 2012 1 komentar

Penulis: Majalah Tashfiyyah

Dahulu, di kalangan bani isroil terdapat seorang rahib (ahli ibadah). Dia menghabiskan waktunya untuk selalu beribadah kepada Allah. Ditempatย  lain, tersebutlah 3 orang lelaki bersaudara yang memiliki seorang saudara perempuan yang masih gadis. Ketika itu, ketiganya mendapat panggilan dari penguasanya untuk pergi berperang. Mereka kebingungan kepada siapakah saudara perempuan mereka akan dititipkan untuk dijaga dan dilindungi.

Walhasil, ketiganya akhirnya bersepakat untuk menitipkan saudara perempuannya itu kepada ahli ibadah. Mereka percaya penuh, bahwa sang rahib mampu menjaganya. Benarlah, mereka pun membawa si gadis menuju tempat peribadahan sang rahib. Pada awalnya sang rahib sempat berat hati untuk memikul beban amanah ini. Dia menolaknya dan ber-taโ€™awudz kepada Allah dari apa yang mereka minta. Akan tetapi, mereka bertiga terus membujuknya hingga ia pun terpaksa menerima tawaran tersebut. Sang rahib lantas memerintahkan ketiganya agar menempatkan si gadis di rumah yang ada di depan tempat ibadahnya. Ketiga bersaudara itu pun berangkat berperang meninggalkan si gadis di tempat tersebut.

Kini, setiap hari sang rahib meletakkan makanan di depan pintu tempat peribadahannya, menutup pintunya dan naik ke tempat ibadahnya, kemudian memerintahkan si gadis agar mengambilnya. Hal ini berlangsung beberapa saat lamanya.

Dan tentu musuh kita, iblis, pun kembali beraksi melancarkan tipu dayanya. Iblis membisiki sang rahib dan menghasung untuk selalu berbuat kebajikan. Perhatikan, terkadang iblis memerintahkan kita untuk melakukan suatu kebajikan, akan tetapi sebenarnya ada hal lain yang hendak ia tuju. Kita harus selalu waspada.

Si iblis berkata kepadanya, โ€œSeandainya engkau mau mengantarkan makanan ini di depan rumah gadis itu, pahalanya pasti lebih berlipat. Apakah engkau tidak khawatir jika ia keluar dari rumahnya akan terjadi sesuatu yang tidak kau inginkan. Bagaimana jika ada seseorang yang melihatnya kemudian menjadi fitnah?โ€ Sang rahib pun terkena rayuannya. Ia pun mulai mengantarkan makanannya di depan rumah si gadis. Hal ini berlangsung beberapa lamanya.

Iblis kembali menemuinya.seperti sebelumnya, ia pun berlagak seperti seorang pemberi nasihat. โ€œCobalah kau ajak bicara dia, itu akan menjadikan hatinya merasa lebih tenang. Engkau tidak tahu, barangkali di rumah itu hatinya selalu galauโ€. Kembali, sang rahib termakan bujuk rayuannya. Ia pun mulai berani berbincang dengan si gadis dari atas tempat peribadahannya.

Waktu pun terus berlalu, iblis kembali menemuinya. Tentu, dengan berlagak seorang pemberi nasihat ia kembali berkata, โ€œCobalah kau turun menemuinya, kau duduk di depan pintu tempat ibadahmu itu, pasti hal ini akan lebih menenangkannya. Dan pahala yang engkau dapatkan pun semakin besar.โ€ Sang rahib pun kembali mematuhi bisikan maut iblis. Sang rahib telah turun dari tempat ibadahnya, duduk di teras tempat si gadis dan berbincang dengannya. Hal ini pun berlangsung lama.

Kembali, iblis menemuinya. Ia memerintahkan sang rahib untuk semakin mendekatinya. Ia harus duduk di depan rumah si gadis. โ€œ itu akan lebih menenangkannyaโ€ hasut iblis. Dan sang rahib pun memenuhi rayuannya. Ia lakukan apa yang dikatakan oleh iblis.

Demikian, hal ini juga belarngsung lama. Iblis tiada bosan kembali menemuinya, โ€œCobalah kau masuk menemuinya di dalam rumah. Berbincang-bincanglah dengannya. Pasti hatinya akan semakin tentram dan tenangโ€. Kali ini, mulailah sang rahib masuk menemuinya di dalam rumah. Ia habiskan siang harinya untuk berbincang-bincang bersama si gadis. Jika senja datang ia pun naik ke tempat peribadahannya. Tak menyia- nyiakan kesempatan, si iblis pun mulai menghias-hiasi si gadis dimata sang rahib. Dan tak lama berselang, sang rahib pun berani menyentuh dan menciumnya. Hingga akhirnya, ia pun menghamilinya. Si gadis benar-benar hamil, dan melahirkan seorang anak.

Setelah kelahiran si bayi, iblis menaku-nakuti sang rahib, โ€œCelaka kamu, jika ketiga saudaranya datang, aibmu ini pasti terbongkar. Mereka tak akan membiarkanmu. Mereka akan membunuhmu. Cepat, kau ambil anak itu. Bunuh dan kuburkan dia segera. Ibunya pasti akan menutup mulut. Tak mungkin dia akan memberi tahukan hal ini kepada saudaranya.โ€ Sang rahib kembali termakan rayuan sesatnya. Ia pun membunuh anak itu.

Setelah sang rahib membunuh anaknya, โ€œKau kira ibu si bayi akan diam saja dan tidak akan mengadukan perbuatanmu ini ?! Ingat, kau berzina dengannya dan membunuh anaknya. Ia pasti akan mengungkapkannya. Cepat, temui ibunya! Bunuh dia sekalian dan kuburkan bersama anaknya!โ€ iblis memprovokasi. Ia terusย  memaksanya hingga kembali, tanpa rasa iba, sang rahib membunuh perempuan itu dan menguburkannya dalam satu liang kubur. Ia letakkan di atasnya sebongkah batu besar.

Waktu pun berlalu cepat. Sang rahib kembali menekuni rutinitasnya. Dan tibalah saatnya ketiga bersaudara itu pulang dari medan pertempuran. Mereka pun segera menemui sang rahib. Rindu bersua dengan satu-satunya saudari yang mereka punya. Namun harapan mereka sirna sudah. Sang rahib, dengan penuh isak memberi tahukan bahwa si gadis telah meninggal. Tak lupa, sang rahib juga mendoakan rahmat untuknya. โ€œDia adalah wanita yang baik. Inilah kuburannyaโ€. Kata sang rahib sembari menunjukkan kuburan yang sebenarnya bukan kuburan si gadis. Betapa sedih dan pilu hati mereka bertiga. Mereka pun menangisi kepergiannya dan terus mendoakan kebaikan untuknya.

Mereka pun pulang ke rumahnya. Ketika malam menjelang dan mereka pun tertidur pulas. Iblis melanjutkan misi jahatnya. Didalam mimpi, ia mendatangi mereka bertiga. Di mulai dari yang tertua, kedua, kemudian yang paling bungsu. Dalam mimpi itu ia menanyakan perihal saudarinya. Tentu, mereka pun mengabarkan kepadanya sebatas apa yang mereka ketahui. Persis seperti apa yang disampaikan sang rahib.

โ€œDusta dia!โ€ kata iblis. โ€œSebenarnya ia telah menzinainya, bahkan ia sempat melahirkan seorang anak, akan tetapi sang rahib membunuhnya dan anaknya sekaligus karna ia takut kepada kalian. Ia mengubur keduanya di belakang pintu arah kanan rumah si gadis dahulu tinggal. Pergilah ke tempat tersebut. Masuklah ke dalamnya, pasti, kalian akan menemukan keduanya. Persis, seperti yang aku katakan.

Pagi menjelang, mereka bertiga bangun dalam keadaan penuh heran. Bagaimana tidak ? ketiganya bermimpi dengan mimpi yang sama. โ€œAh ini kan sekedar mimpi biasa. kita tidak perlu menggubrisnyaโ€ kata yang paling tua.ย  โ€œTidak. Kita harus mengeceknyaโ€ sahut si bungsu. Mereka pun akhirnya bersepakat untuk pergi ke tempat tersebut. Mereka masuk ke dalam rumah. Mereka cocokkan dengan apa yang mereka dapatkan di dalam mimpi. Dan, mereka terkejut. Mereka temukan jenazah si gadis dan anaknya di tempat tersebut. Tak menunggu waktu, segera, mereka menginterogasi sang rahib. Tak bisaย  mengelak, ia pun mengakui kebejatannya.

Ketiganya pun menemui pengusa daerah itu. Mengadukan kelakuan sang rahib. Sang rahib diminta turun dari tempat peribadahannya untuk dibunuh di tiang salib. Menjelang eksekusi, kembali, si iblis menemuinya โ€œKau tahu kawan, akulah yang telah menghasutmu hingga kau terpedaya olehku. Kau menzinainya dan membunuhnya beserta anaknya. Kalau kau mau mentaatiku dan kufur kepada Allah. Pasti aku akan menyelamatkanmu.โ€ Tak di nyana, sang rahib menuruti kemauannya. Kini, ia telah kafir terhadap Allah. Rabbnya yang selama ini selalu ia sembah.

Setelah tujuannya tercapai, ia pun segera meninggalkannya. Sang rahib pun mati di tiang salib. Meninggal dalam keadaan kafir kepada Allah.

(Sumber โ€“ Majalah Tashfiyyah edisi 16- )

Sumber: http://darussalaf.or.id/stories.php?id=2096

Kategori:Hikmah Tobat

Wajibnya Waspada Dari Fitnah Setan

Penulis: Al Ustadz Hammad Abu Muawiah

 

Allah Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽู‚ูู„ ู„ู‘ูุนูุจูŽุงุฏููŠ ูŠูŽู‚ููˆู„ููˆุงู’ ุงู„ู‘ูŽุชููŠ ู‡ููŠูŽ ุฃูŽุญู’ุณูŽู†ู ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ูŽ ูŠูŽู†ุฒูŽุบู ุจูŽูŠู’ู†ูŽู‡ูู…ู’

โ€œDan katakanlah kepada hamha-hambaKu, โ€œHendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.โ€ (QS. Al-Isra`: 53)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasalam bersabda:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ูŽ ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽูŠูุณูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุนู’ุจูุฏูŽู‡ู ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ููˆู†ูŽ ูููŠ ุฌูŽุฒููŠุฑูŽุฉู ุงู„ู’ุนูŽุฑูŽุจู ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู’ ูููŠ ุงู„ุชู‘ูŽุญู’ุฑููŠุดู ุจูŽูŠู’ู†ูŽู‡ูู…ู’

โ€œSesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di jazirah arab, akan tetapi dia mengadu domba di antara mereka.โ€ (HR. Muslim no. 2812)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasalam bersabda:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุนูŽุฑู’ุดูŽ ุฅูุจู’ู„ููŠุณูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุจูŽุญู’ุฑู ููŽูŠูŽุจู’ุนูŽุซู ุณูŽุฑูŽุงูŠูŽุงู‡ู ููŽูŠูŽูู’ุชูู†ููˆู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณูŽ ููŽุฃูŽุนู’ุธูŽู…ูู‡ูู…ู’ ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ู ุฃูŽุนู’ุธูŽู…ูู‡ูู…ู’ ููุชู’ู†ูŽุฉู‹

โ€œSesungguhnya singgasana Iblis berada di atas laut, dia mengirim bala tentaranya kemudian mereka menggoda manusia. Maka tentaranya yang paling hebat di sisinya adalah (setan) yang paling besar fitnahnya (godaannya).โ€ (HR. Muslim no. 1813)

Dari Abdullah bin Masโ€™ud radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasalam bersabda:

ู…ูŽุง ู…ูู†ู’ูƒูู…ู’ ู…ูู†ู’ ุฃูŽุญูŽุฏู ุฅูู„ู‘ูŽุง ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ูˆููƒู‘ูู„ูŽ ุจูู‡ู ู‚ูŽุฑููŠู†ูู‡ู ู…ูู†ู’ ุงู„ู’ุฌูู†ู‘ู ู‚ูŽุงู„ููˆุง ูˆูŽุฅููŠู‘ูŽุงูƒูŽ ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ูˆูŽุฅููŠู‘ูŽุงูŠูŽ ุฅูู„ู‘ูŽุง ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุฃูŽุนูŽุงู†ูŽู†ููŠ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽุฃูŽุณู’ู„ูŽู…ูŽ ููŽู„ูŽุง ูŠูŽุฃู’ู…ูุฑูู†ููŠ ุฅูู„ู‘ูŽุง ุจูุฎูŽูŠู’ุฑู

โ€œTidaklah seorang pun dari kalian melainkan diikutkan padanya pendamping dari kalangan jin.โ€ Mereka bertanya, โ€œAnda juga, wahai Rasulullah?โ€ Beliau menjawab, โ€œAku juga, hanya saja Allah membantuku mengalahkannya lalu sehingga dia masuk Islam, karenanya dia hanya memerintahkan kebaikan padaku.โ€ (HR. Muslim no. 2418)

Penjelasan ringkas:

Permusuhan Iblis dan bala tentaranya kepada anak Adam adalah suatu hal yang pasti dan tidak perlu diragukan lagi. Allah Taโ€™ala mengabarkannya di dalam Al-Qur`an secara berulang-ulang agar para hamba-Nya mendapatkan peringatan dari makar mereka. Karena kerasnya permusuhan mereka, sehingga tidaklah mereka menemukan celah sekecil apapun yang bisa menyebabkan permusuhan di antara manusia kecuali dia akan masuk melalui celah kecil tersebut dan akan berusaha keras dalam mewujudkan tujuan mereka. Di antara bentuknya adalah mereka melemparkan fitnah dan permusuhan di tengah-tengah manusia, karena hal itu bisa menyebabkan umat manusia saling membenci, menjauhi, memutuskan hubungan, bahkan sampai berperang. Karenanya wajib atas setiap muslim untuk waspada dari semua fitnah yang dilemparkan oleh setan ke tengah-tengah kaum muslimin, karena hal itu bisa memecah belah mereka dan melemahkan persatuan mereka.

Kaum muslimin hendaknya mengingat bahwa tujuan terbesar dari Iblis dan bala tentaranya adalah agar umat manusia melakukan kekafiran dan kesyirikan kepada Allah Taโ€™ala. Akan tetapi jika mereka tidak sanggup karena banyaknya ilmu agama yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, maka langkah terakhir mereka guna menghancurkan kaum muslimin adalah dengan menebarkan kebencian dan adu domba di antara mereka. Dan kapan mereka sudah berpecah belah maka dengan mudah setan akan mendatangi kelompok minoritas atau yang memisahkan diri dari al-jamaah lalu menggoda mereka sampai akhirnya mereka berbuat kesyirikan kepada Allah.

Karenanya terkhusus kepada para ulama dan para penuntut ilmu, hendaknya fitnah perpecahan dan permusuhan harus mereka lebih waspadai di atas semua fitnah lainnya. Karena insya Allah setan tidak akan mudah menyesatkan mereka dari arah kesyirikan dan bidโ€™ah, akan tetapi dengan mudah setan akan membinasakan mereka dengan perpecahan jika mereka tidak berusaha untuk menjaga persatuan mereka. Bukankah telah ada contoh sejak dari zaman dahulu bagaimana sebagian alim ada yang bermusuhan dengan alim yang lain padahal tidak diragukan keduanya merupakan ahlussunnah. Seperti perseteruan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiah bin Abi Sufyan radhiallahu anhum, perseteruan antara Ali dengan Aisyah radhiallahu anhuma, perseteruan antara Imam Al-Bukhari dengan gurunya yang bernama Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli, demikian halnya Imam An-Nasai dengan salah seorang gurunya, dan banyak lagi contoh-contoh lainnya. Karenanya hendaknya setiap penuntut ilmu sadar bahwa mereka masih punya banyak pekerjaan yang jauh lebih penting daripada mengurusi masalah fitnah dan perpecahan di antara mereka. Karenanya mereka sebagai panutan masyarakat awam, hendaknya mereka menjadi sebab dalam kebaikan dan jangan menjadi sebab munculkan kejelekan.

Yaa Allah, persatukanlah shaf-shaf salafiyin dalam keimanan ketundukan kepada-Mu, bersihkanlah shaf-shaf mereka dari orang-orang yang menghendaki kejelekan atas mereka, lembutkanlah hati-hati mereka untuk saling memaafkan apa yang bisa dimaafkan serta memaklumi apa yang bisa dimaklumi dari kesalahan saudara-saudara mereka. Yaa Mujibas sa`ilin. Allahumma amin, innaka Antal Ghafurur Rahim, innaka Antal Barru Rahim, wa innaka ala kulli syay`in Qadir.

Sumber:

http://al-atsariyyah.com/wajibnya-waspada-dari-fitnah-setan.html

 

Sebuah Kisah Tentang Cadar

27 Januari 2011 1 komentar

Cadarโ€ฆ Satu kata yang dulu sempat membuat diriku takut untuk mendekati orang-orang yang memakainya. โ€œMungkin mereka jelek, makanya menutupi wajahnya, atau mungkin dia mempunyai gigi taring seperti drakula ataukah mungkin dia..begini..begini dan begituโ€. Begitu banyak pikiran-pikiran yang menghantuiku ketika masih menjadi orang yang belum tahu tentang syariโ€™at Alloh tentang cadar ini.

Sampai suatu ketika Alloh menakdirkanku untuk mengenal sekumpulan akhwat yang bercadar, โ€œsubhanallohโ€ satu kata yang terlontar dari lisanku waktu itu. Ternyata mereka tidak seperti yang aku pikirkan selama ini, ternyata cadar merupakan salah satu syariโ€™at dari islam.

Berawal dari perkenalanku dengan para akhwat, disitulah awal mula diriku mengenal ilmu yang shohih, hari-hari kujalani dengan ilmu-ilmu yang yang selama ini kuanggap hanya sebatas budaya dan pemikiran orang-orang belaka. Sedikit demi sedikit kuamalkan ilmu yang telah kudapatkan, pergaulan antara lawan jenis, musik, ikhtilath, sampai ke syarat-syarat jilbab yang syarโ€™i pun kulalui dan kuamalkan. Alhamdulillah, meski banyak rintangan dan cobaan dalam mengamalkannya. Tapi begitulah perjuangan. Begitulah konsekuensi dari amalan yang telah kita ilmui. Tapi untuk masalah cadar, ah, diriku sungguh tak tertarik untuk menggunakannya.

Sempat mempelajari tentang hukum dari cadar dan waktu itu berkeinginan untuk mempelajarinya lebih dalam, tapi teringat akan ucapan bapak, โ€œkamu boleh pakai jilbab yang besar tapi jangan sampai bercadar. Nanti boleh bercadar kalau sudah nikah.โ€ Ya sudahlah mendingan aku ambil hukum yang sunnahnya saja, daripada bapak marah. Toh nanti kalau dah nikah aku akan pakai cadar juga insya Alloh, untuk sekarang ga usahlah, pikirku dalam hati. Akhirnya niat untuk mempelajari hukum cadar lebih lanjutpun aku urungkan.

โ€œAstghfirulloh, apakah jilbab yang sudah cukup lebar ini masih bisa saja menimbulkan fitnah bagi seorang laki-laki?โ€

Manusia boleh berencana tapi Alloh lah yang berhak menentukan jalan hidup kita. Alhamdulillah, hidayah Alloh datang kepadaku, yang awal mulanya diriku begitu kekeh untuk tidak bercadar, niat untuk mempelajari hukumnya pun ogah-ogahan, namun Alloh menakdirkan padaku untuk lebih mengetahui tentang cadar ini melalui sebuah fitnah yang kualami di kampus. Seorang teman memberitahukan padaku bahwa ada seseorang yang terfitnah gara-gara diriku. โ€œAstghfirulloh, apakah jilbab yang sudah cukup lebar ini masih bisa saja menimbulkan fitnah bagi seorang laki-laki?โ€ Airmatapun mulai mengalir, bukan karena terharu disebabkan ada orang yang โ€œngefansโ€ tapi karena merasa bahwa diri ini adalah sumber fitnah. Belum bisa menyempurnakan hijab, tidak bisa menjaga diri, dll. Lama diriku merenung. โ€œKenapa sampai ada yang terfitnah? Toh aku tak pernah berkomunikasi dengannya? Jangankan berbicara, senyumpun tak pernah.โ€ Apa yang menyebabkan semua itu??Apa??? Wajahโ€ฆ Ya inilah sumber dari fitnah ituโ€ฆ Seketika itu pun diriku bertekad dengan kuat untuk mempelajari hukum cadar, walaupun masih teringat dengan kata-kata bapak, namun tak mengurungkan niatku untuk belajar..

Alhamdulillah, Alloh memudahkan jalanku untuk mempelajari ilmu tentang cadar ini, mulai dari dukungan akhwat, cerita cerita akhwat yang memberikan motivasi, buku-buku yang mereka pinjamkan, sampai ketika salah seorang ustadzah dari Arab datang ke kota Serambi Madinahku buat memberikan dirosah. Sampai suatu hari ketika sang ustadzah telah selesai memberikan dirosahnya, kulihat dirinya sedang duduk untuk istirahat, aku pun mengajak seorang kakak untuk menemaniku berbicara kepada ustadzah tentang masalah cadar (karena ketidaktahuanku bercakap dalam bahasa arab, makanya minta tolong ke akhwat buat jadi penerjemahnya. Syukron wa jazaakillahu khair buat kakak yang membantu diriku saat itu.)

Kakak : โ€œAdik ini ingin bertanya kepada anda wahai ustadzah, dia ingin sekali memakai cadar namun orangtuanya melarangnya, tolong berikan nasehatmu padanya.โ€

Ustadzah: โ€œKalau dia meyakini bahwa hukum cadar adalah wajib maka apapun konsekuensi yang harus dia dapatkan sekalipun orangtua melarang maka dia tetap harus memakainya, tapi ketika dia meyakini bahwa itu hanyalah sunnah maka lebih baik dia mengikuti permintaan orang tuanya.โ€ (Kira-kira seperti itulah percakapan mereka kalau diterjemahkan dalam bahasa indonesia.)

Sampai suatu ketika keyakinanku mengatakan bahwa cadar itu adalah sebuah kewajiban.

Hemm. Ternyata, point yang kudapatkan dari pernyataan ustadzah adalah โ€œilmu sebelum berbuatโ€. Ya, aku harus mempelajarinya lagi lebih dalam tentang cadar (waktu itu aku masih menganggapnya sebatas sunnah). Hari-haripun kulalui dengan berusaha mencari tahu tentang hukum cadar. Mulai dari bertanya ke ustadz, bertanya ke akhwat dan berbagai cara kutempuh untuk mengetahui hukum sebenarnya dari cadar. Sampai suatu ketika keyakinanku mengatakan bahwa cadar itu adalah sebuah kewajiban. Tapi bagaimana dengan orangtua? Inilah ujianku selanjutnya. Aku harus berusaha memahamkan kepada mereka sedikit. Akhirnya akupun berusaha menutupi wajah ini sedikit demi sedikit, walaupun belum menggunakan cadar tapi wajah ini sering kututup dengan jilbabku ketika ada seorang laki-laki ajnabi yang lewat dihadapanku. Dan ini berlangsung sampai beberapa hari.

Suatu hari tiba-tiba keluargaku berkumpul di ruang keluarga, bapakku tiba-tiba mengatakan padaku, โ€œbapak ga mau lihat kamu pakai cadar.โ€ Tiba-tiba suasana di rumah menjadi tegang (ternyata selama ini bapak memperhatikanku, karena begitu seringnya aku menutup wajahku dengan jilbab yang kupakai, sampai beliau mengira bahwa aku telah bercadar waktu itu.) Bapak dengan berbagai ucapannya sambil menunjuk-nunjuk ke arahku mengatakan, โ€œbapak ga mau kamu pakai cadar!!!โ€

โ€œApapun alasannya, bapak ga mau kamu pakai cadar. Kalau sampai pakai cadar, kamu jadi anak durhaka sama bapak!!!โ€

โ€œGa usah suruh temanmu kesini lagi, kalau ada temanmu yang datang, bapak akan usir.โ€

Bla..bla..blaโ€ฆ Berbagai macam perkataan bapak pada diriku saat itu.โ€ Aku bisa paham terhadap ucapan bapak, karena memang beliau kurang paham apalagi beliau jarang bermulazamah dengan ustadz-ustadz. Tapi yang membuatku begitu sedih adalah ketika ibuku mendukung argumen bapak dan juga ikut-ikutan memarahiku dan melarangku. Aku kaget, karena yang selama ini aku tahu bahwa ibu mengenal beberapa ustadz dan teman-temanku yang bercadar. Pikirku waktu itu, ibu mungkin setuju-setuju saja pada saat aku bercadar. Tapi ternyata, ibuku pun melarang dan ikut-ikutan memboikotku.

Pada hari itu, bertepatan dengan perginya bapak kembali berlayar, sebelum beliau berangkat beliau datang ke kamarku dan mendapati diriku yang hanya bisa menangis tersedu-sedu dan mengatakan, โ€œIngat, bapak ga mau kamu pakai cadar!!!โ€ Ya Alloh, sekeras itukah hati bapak, sampai tidak mau mendengarkan penjelasanku tentang cadar, pikirku dalam hati.

Teringat dengan kisah-kisah beberapa akhwat yang juga sempat mengalami kejadian yang sama.

Hari pertama sejak peristiwa malam itu kulalui dengan tangisan di kamar. Menangis, menangis, dan terus menangis. Satu hal yang membuatku begitu sedih ketika melihat sikap ibuku padaku, dulu ketika ada sebuah masalah yang kuperbuat di rumah hingga membuatku menangis tersedu-sedu. Ibu biasanya langsung datang menghiburku dan mengatakan, โ€œsudahlah nak, nda usah menangis lagi.โ€ Tapi sekarang, seakan-akan beliau bukan ibuku, sikapnya yang keras dan cuek saja melihat diriku menangis tetap tidak mengubah pendiriannya untuk melarangku bercadar. Jangankan berbicara padaku, bahkan hanya sekedar menyuruhku makan, beliau menyuruh adikku datang ke kamar. Yang bisa kulakukan saat itu hanya menangis dan berdoa pada Alloh. Namun aku yakin bahwa ujian ini akan segera berakhir, entah sehari, sepekan, sebulan, setahun bahkan bertahun-tahun, ya pasti akan berkahir!! Teringat dengan kisah-kisah beberapa akhwat yang juga sempat mengalami kejadian yang sama. Ada yang menyembunyikan cadarnya hingga dua tahun lamanya. Ada yang hampir diusir oleh orang tuanya. Ada yang cadarnya dibakar. Dan berbagai macam ujian yang dihadapi mereka. Namun toh akhirnya orang tua mereka mengizinkan bahkan sekarang mendukung anaknya..

Hey, kamu baru diuji seperti ini, masa mau nyerah begitu saja. Apa ga ingat gimana perjuangan Rosululloh dan para shahabatnya ketika memperjuangkan islam??? Rosulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam diusir oleh kaumnya sendiri, kaki beliau berdarah-darah karena dilempar batu. Para shahabat, bahkan ada yang rela tidak diakui oleh ibunya sendiri. Dan kamu ingat Sumayyah? Wanita syahidah pertama yang rela disiksa oleh orang-orang kafir karena memeluk islam, hingga beliau menemui ajalnya. Sekarang lihat dirimu??? Kalau cobaan ini saja bisa membuatmu menyerah dan jauh dari Alloh. Kira-kira ketika kamu hidup pada zaman nabi, apa kamu bisa menjadi salah seorang shahabiyah? Ataukah kamu adalah salah seorang musuh dari islam?

Akupun tersadar setelah melakukan dialog dengan diriku sendiri, segera aku ambil air wudhu dan sholat. Dalam sholat kubaca Surah An-Nashr โ€œinnamaโ€™al โ€˜usri yusro..fainnamaโ€™al โ€˜usri yusroโ€ rasanya keyakinan akan pertolongan Alloh semakin dekat itu begitu kuat. Ya, pertolongan itu akan datang fikirku.

Sampai hari ketiga, keadaan di rumah masih tetap sama. Ibu juga nenekku masih memboikotku. Aku masih saja berada dalam kamar sambil memikirkan cara untuk meminta izin kembali ke bapak. Tiba-tiba teringat akan cerita salah seorang kakak. Ketika dia ingin mengutarakan keinginannya memakai cadar kepada orangtuanya, โ€œdek, dulu waktu ana ingin bercadar, orangtua melarang. Namun karena kayakinan yang mantap untuk menutup aurat secara sempurna, akhirnya kutempuh berbagai cara meyakinkan bapak. Dan cara yang kupilih adalah mengirimkan surat ke beliau dengan kalimat yang syahdu, โ€œwahai ayahku. Kutulis surat ini, bla..bla..bla. (Afwan, lupa isi suratnya.)โ€

Hemmm. Tiba-tiba cara yang ditempuh sang kakak tadi, terlintas di dalam pikiranku. Tapi bukan melalui surat, hanya sms yang bisa kukirimkan kepada bapakku untuk menjelaskan kenapa aku ingin bercadar.

โ€œAssalamuโ€™alaikum, pak kabarnya gimna? Semoga bapak baik-baik saja. Maaf sebelumnya jika saya lancang sms bapak, tapi saya sms hanya ingin menjelaskan kenapa saya ingin bercadar. Maaf pak, bukannya saya ingin menjadi anak yang durhaka karena tidak mematuhi perintah bapak, tapi karena keinginan saya yang ingin mengikuti perintah Alloh makanya saya berani untuk memakai cadar. Saya begitu sedih ketika melihat ekspresi bapak yang begitu marah ketika mengetahui bahwa saya ingin bercadar, seakan-akan bapak sangat membenci cadar. Saya tidak ingin bapak seperti itu, karena cadar juga merupakan bagian dari syariโ€™at islam. Dan yang saya pelajari bahwa istri-istri nabi pun pakai cadar, kalau bapak benci cadar artinya bapak juga benci istri-istri Rosululloh shallallahu โ€˜alaihi wa sallam. Bla..bla..blaโ€ฆ

Sms yang kukirm begitu panjang, 1 sms sampai 7 layar dan aku mengirimkan sebanyak 3 kali sms. Jadi kalau mau dihitung. Kira-kira aku mengirim sebanyak 21 sms ke bapak.

Beberapa saat setelah kukirimkan sms ke bapak, tiba-tiba ada sms yang masuk ke hp-ku, tapi belum berani kubuka isinya. Sampai akhirnya hpku berdering, ketika kulihat nama yang memanggil ternyata adalah bapakku. Sambil deg-degan kuangkat telpon bapakku, dan siap menerima omelan dari bapak lagi karena kelancanganku untuk meminta izin memakai cadar.

Aku : โ€œAssalamuโ€™alaikum.โ€

Bapak: โ€œWaโ€™alaikumsalam, lagi dimana nak???โ€

Aku: โ€œDi rumah pak. Lagi di kamar.โ€

Bapak: โ€œKamu masih nangis??โ€

Aku: โ€œI..i..iya pak. (Sambil menghapus airmata.)

Bapak: โ€œBapak dah terima sms dari kamu. Kamu beneran mau pakai cadar???

โ€œAku: โ€œI..i..iyya pak..โ€

Bapak: โ€œYa udahโ€ฆkalau mau pakai cadar, pakai cadar saja. Asal hati harus lembut ya nakโ€ฆ

โ€œAku: โ€œHah??โ€ (Dalam keadaan yang masih belum percaya, tiba2 sikap bapak berubah 180 derajat.) Beneran pak??โ€

Bapak: โ€œIya nakโ€ฆ mana mamamu? Bapak mau bicara.โ€

Akhirnya bapak bicara ke ibu, dan dari percakapannya ibu mengatakan kalau bapak mengizinkan aku pakai cadar. Ibu dilarang untuk melarangku bercadar. Masih belum percaya dengan keputusan bapak, akupun membaca sms yang dikirimkan bapak kepadaku sesaat sebelum beliau menelponku, โ€œya udah kalau kamu mau pakai cadar bapak izinkan, ingat ya, hati harus lembut..janji ya..โ€ Alhamdulillah, bapak benar-benar mengizinkanku.

Dan akhirnya. Bismillah. Tepat tanggal 5 Ramadhan, aku pun keluar dari rumah pertama kali dengan menggunakan cadar yang menutupi wajahku. Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur di atas angkot dan airmata terus saja mengalir karena akhirnya pertolongan Alloh datang juga setelah 3 hari diriku harus menangis di kamar tanpa henti. Diboikot oleh orang tua sendiri. Yaa, akhirnya akupun memakainya. Semoga pakaian ini akan terus kukenakan hingga ajal menjemput. Amin, Allohumma amin. โ€œyaa muqallibal qulub tsabbit qalbi โ€˜ala diinik.โ€œ๏ปฟ

Serambi madinah,13 0ktober 2009

– shalihah.com –

Sumber Website:

http://akuseorangmuslimah.blogspot.com/2009/10/sebuah-kisah-tentang-cadar.html

http://www.shalihah.com/kisah/sebuah-kisah-tentang-cadar

Kisah Seguci Emas

11 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Harist

Sebuah kisah yang terjadi di masa lampau, sebelum Nabi kita Muhammad Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam dilahirkan. Kisah yang menggambarkan kepada kita pengertian amanah, kezuhudan, dan kejujuran serta waraโ€™ yang sudah sangat langka ditemukan dalam kehidupan manusia di abad ini.

Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu โ€˜anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda:

ุงุดู’ุชูŽุฑูŽู‰ ุฑูŽุฌูู„ูŒ ู…ูู†ู’ ุฑูŽุฌูู„ู ุนูŽู‚ูŽุงุฑู‹ุง ู„ูŽู‡ู ููŽูˆูŽุฌูŽุฏูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ุงุดู’ุชูŽุฑูŽู‰ ุงู„ู’ุนูŽู‚ูŽุงุฑูŽ ูููŠ ุนูŽู‚ูŽุงุฑูู‡ู ุฌูŽุฑู‘ูŽุฉู‹ ูููŠู‡ูŽุง ุฐูŽู‡ูŽุจูŒ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู‡ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ุงุดู’ุชูŽุฑูŽู‰ ุงู„ู’ุนูŽู‚ูŽุงุฑูŽ: ุฎูุฐู’ ุฐูŽู‡ูŽุจูŽูƒูŽ ู…ูู†ูู‘ูŠ ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงุดู’ุชูŽุฑูŽูŠู’ุชู ู…ูู†ู’ูƒูŽ ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถูŽ ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ุฃูŽุจู’ุชูŽุนู’ ู…ูู†ู’ูƒูŽ ุงู„ุฐู‘ูŽู‡ูŽุจูŽ. ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ู„ูŽู‡ู ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถู: ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุจูุนู’ุชููƒูŽ ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถูŽ ูˆูŽู…ูŽุง ูููŠู‡ูŽุง. ููŽุชูŽุญูŽุงูƒูŽู…ูŽุง ุฅูู„ูŽู‰ ุฑูŽุฌูู„ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ุชูŽุญูŽุงูƒูŽู…ูŽุง ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู: ุฃูŽู„ูŽูƒูู…ูŽุง ูˆูŽู„ูŽุฏูŒุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุญูŽุฏูู‡ูู…ูŽุง: ู„ููŠ ุบูู„ูŽุงู…ูŒ. ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ุขุฎูŽุฑู: ู„ููŠ ุฌูŽุงุฑููŠูŽุฉูŒ. ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฃูŽู†ู’ูƒูุญููˆุง ุงู„ู’ุบูู„ูŽุงู…ูŽ ุงู„ู’ุฌูŽุงุฑููŠูŽุฉูŽ ูˆูŽุฃูŽู†ู’ููู‚ููˆุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ู’ููุณูู‡ูู…ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ู ูˆูŽุชูŽุตูŽุฏู‘ูŽู‚ูŽุง

Ada seorang laki-laki membeli sebidang tanah dari seseorang. Ternyata di dalam tanahnya itu terdapat seguci emas. Lalu berkatalah orang yang membeli tanah itu kepadanya: โ€œAmbillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas.โ€

Si pemilik tanah berkata kepadanya: โ€œBahwasanya saya menjual tanah kepadamu berikut isinya.โ€

Akhirnya, keduanya menemui seseorang untuk menjadi hakim. Kemudian berkatalah orang yang diangkat sebagai hakim itu: โ€œApakah kamu berdua mempunyai anak?โ€

Salah satu dari mereka berkata: โ€œSaya punya seorang anak laki-laki.โ€
Yang lain berkata: โ€œSaya punya seorang anak perempuan.โ€
Kata sang hakim: โ€œNikahkanlah mereka berdua dan berilah mereka belanja dari harta ini serta bersedekahlah kalian berdua.โ€

Sungguh, betapa indah apa yang dikisahkan oleh Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam ini. Di zaman yang kehidupan serba dinilai dengan materi dan keduniaan. Bahkan hubungan persaudaraan pun dibina di atas kebendaan. Wallahul mustaโ€™an.

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam mengisahkan, transaksi yang mereka lakukan berkaitan sebidang tanah. Si penjual merasa yakin bahwa isi tanah itu sudah termasuk dalam transaksi mereka. Sementara si pembeli berkeyakinan sebaliknya; isinya tidak termasuk dalam akad jual beli tersebut.

Kedua lelaki ini tetap bertahan, lebih memilih sikap waraโ€™, tidak mau mengambil dan membelanjakan harta itu, karena adanya kesamaran, apakah halal baginya ataukah haram?

Mereka juga tidak saling berlomba mendapatkan harta itu, bahkan menghindarinya. Simaklah apa yang dikatakan si pembeli tanah: โ€œAmbillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas.โ€

Barangkali kalau kita yang mengalami, masing-masing akan berusaha cari pembenaran, bukti untuk menunjukkan dirinya lebih berhak terhadap emas tersebut. Tetapi bukan itu yang ingin kita sampaikan melalui kisah ini.

Hadits ini menerangkan ketinggian sikap amanah mereka dan tidak adanya keinginan mereka mengaku-aku sesuatu yang bukan haknya. Juga sikap jujur serta waraโ€™ mereka terhadap dunia, tidak berambisi untuk mengangkangi hak yang belum jelas siapa pemiliknya. Kemudian muamalah mereka yang baik, bukan hanya akhirnya menimbulkan kasih sayang sesama mereka, tetapi menumbuhkan ikatan baru berupa perbesanan, dengan disatukannya mereka melalui perkawinan putra putri mereka. Bahkan, harta tersebut tidak pula keluar dari keluarga besar mereka. Allahu Akbar.

Bandingkan dengan keadaan sebagian kita di zaman ini, sampai terucap dari mereka: โ€œMencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal?โ€ Subhanallah.
Kemudian, mari perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam dalam hadits An-Nuโ€™man bin Basyir radhiyallahu โ€˜anhuma:

ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูˆูŽู‚ูŽุนูŽ ูููŠ ุงู„ุดู‘ูุจูู‡ูŽุงุชู ูˆูŽู‚ูŽุนูŽ ูููŠ ุงู„ู’ุญูŽุฑูŽุงู…ู

โ€œSiapa yang terjatuh ke dalam syubhat (perkara yang samar) berarti dia jatuh ke dalam perkara yang haram.โ€

Sementara kebanyakan kita, menganggap ringan perkara syubhat ini. Padahal Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam menyatakan, bahwa siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar itu, bisa jadi dia jatuh ke dalam perkara yang haram. Orang yang jatuh dalam hal-hal yang meragukan, berani dan tidak memedulikannya, hampir-hampir dia mendekati dan berani pula terhadap perkara yang diharamkan lalu jatuh ke dalamnya.

Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam sudah menjelaskan pula dalam sabdanya yang lain:

ุฏูŽุนู’ ู…ูŽุง ูŠูŽุฑููŠู’ุจููƒูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ู…ูŽุง ู„ุงูŽ ูŠูŽุฑููŠู’ุจููƒูŽ

โ€œTinggalkan apa yang meragukanmu, kepada apa yang tidak meragukanmu.โ€

Yakni tinggalkanlah apa yang engkau ragu tentangnya, kepada sesuatu yang meyakinkanmu dan kamu tahu bahwa itu tidak mengandung kesamaran.
Sedangkan harta yang haram hanya akan menghilangkan berkah, mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, menghalangi terkabulnya doa dan membawa seseorang menuju neraka jahannam.
Tidak, ini bukan dongeng pengantar tidur.

Inilah kisah nyata yang diceritakan oleh Ash-Shadiqul Mashduq (yang benar lagi dibenarkan) Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, yang Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman tentang beliau Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam:

ูˆูŽู…ูŽุง ูŠูŽู†ู’ุทูู‚ู ุนูŽู†ู ุงู„ู’ู‡ูŽูˆูŽู‰. ุฅูู†ู’ ู‡ููˆูŽ ุฅูู„ู‘ูŽุง ูˆูŽุญู’ูŠูŒ ูŠููˆุญูŽู‰

โ€œDan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qurโ€™an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).โ€ (An-Najm: 3-4)

Kedua lelaki itu menjauh dari harta tersebut sampai akhirnya mereka datang kepada seseorang untuk menjadi hakim yang memutuskan perkara mereka berdua. Menurut sebagian ulama, zhahirnya lelaki itu bukanlah hakim, tapi mereka berdua memintanya memutuskan persoalan di antara mereka.

Dengan keshalihan kedua lelaki tersebut, keduanya lalu pergi menemui seorang yang berilmu di antara ulama mereka agar memutuskan perkara yang sedang mereka hadapi. Adapun argumentasi si penjual, bahwa dia menjual tanah dan apa yang ada di dalamnya, sehingga emas itu bukan miliknya. Sementara si pembeli beralasan, bahwa dia hanya membeli tanah, bukan emas.

Akan tetapi, rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala membuat mereka berdua merasa tidak butuh kepada harta yang meragukan tersebut.

Kemudian, datanglah keputusan yang membuat lega semua pihak, yaitu pernikahan anak laki-laki salah seorang dari mereka dengan anak perempuan pihak lainnya, memberi belanja keluarga baru itu dengan harta temuan tersebut, sehingga menguatkan persaudaraan imaniah di antara dua keluarga yang shalih ini.

Perhatikan pula kejujuran dan sikap waraโ€™ sang hakim. Dia putuskan persoalan keduanya tanpa merugikan pihak yang lain dan tidak mengambil keuntungan apapun. Seandainya hakimnya tidak jujur atau tamak, tentu akan mengupayakan keputusan yang menyebabkan harta itu lepas dari tangan mereka dan jatuh ke tangannya.

Pelajaran yang kita ambil dari kisah ini adalah sekelumit tentang sikap amanah dan kejujuran serta waraโ€™ yang sudah langka di zaman kita.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-โ€˜Utsaimin dalam Syarah Riyadhis Shalihin mengatakan:
Adapun hukum masalah ini, maka para ulama berpendapat apabila seseorang menjual tanahnya kepada orang lain, lalu si pembeli menemukan sesuatu yang terpendam dalam tanah tersebut, baik emas atau yang lainnya, maka harta terpendam itu tidak menjadi milik pembeli dengan kepemilikannya terhadap tanah yang dibelinya, tapi milik si penjual. Kalau si penjual membelinya dari yang lain pula, maka harta itu milik orang pertama. Karena harta yang terpendam itu bukan bagian dari tanah tersebut.

Berbeda dengan barang tambang atau galian. Misalnya dia membeli tanah, lalu di dalamnya terdapat barang tambang atau galian, seperti emas, perak, atau besi (tembaga, timah dan sebagainya). Maka benda-benda ini, mengikuti tanah tersebut.

Kisah lain, yang mirip dengan ini, terjadi di umat ini. Kisah ini sangat masyhur, wallahu aโ€™lam.

Beberapa abad lalu, di masa-masa akhir tabiโ€™in. Di sebuah jalan, di salah satu pinggiran kota Kufah, berjalanlah seorang pemuda. Tiba-tiba dia melihat sebutir apel jatuh dari tangkainya, keluar dari sebidang kebun yang luas. Pemuda itu pun menjulurkan tangannya memungut apel yang nampak segar itu. Dengan tenang, dia memakannya.

Pemuda itu adalah Tsabit. Baru separuh yang digigitnya, kemudian ditelannya, tersentaklah dia. Apel itu bukan miliknya! Bagaimana mungkin dia memakan sesuatu yang bukan miliknya?

Akhirnya pemuda itu menahan separuh sisa apel itu dan pergi mencari penjaga kebun tersebut. Setelah bertemu, dia berkata: โ€œWahai hamba Allah, saya sudah menghabiskan separuh apel ini. Apakah engkau mau memaafkan saya?โ€

Penjaga itu menjawab: โ€œBagaimana saya bisa memaafkanmu, sementara saya bukan pemiliknya. Yang berhak memaafkanmu adalah pemilik kebun apel ini.โ€
โ€œDi mana pemiliknya?โ€ tanya Tsabit.
โ€œRumahnya jauh sekitar lima mil dari sini,โ€ kata si penjaga.

Maka berangkatlah pemuda itu menemui pemilik kebun untuk meminta kerelaannya karena dia telah memakan apel milik tuan kebun tersebut.

Akhirnya pemuda itu tiba di depan pintu pemilik kebun. Setelah mengucapkan salam dan dijawab, Tsabit berkata dalam keadaan gelisah dan ketakutan: โ€œWahai hamba Allah, tahukah anda mengapa saya datang ke sini?โ€
โ€œTidak,โ€ kata pemilik kebun.
โ€œSaya datang untuk minta kerelaan anda terhadap separuh apel milik anda yang saya temukan dan saya makan. Inilah yang setengah lagi.โ€
โ€œSaya tidak akan memaafkanmu, demi Allah. Kecuali kalau engkau menerima syaratku,โ€ katanya.
Tsabit bertanya: โ€œApa syaratnya, wahai hamba Allah?โ€
Kata pemilik kebun itu: โ€œKamu harus menikahi putriku.โ€
Si pemuda tercengang seraya berkata: โ€œApa betul ini termasuk syarat? Anda memaafkan saya dan saya menikahi putri anda? Ini anugerah yang besar.โ€
Pemilik kebun itu melanjutkan: โ€œKalau kau terima, maka kamu saya maafkan.โ€
Akhirnya pemuda itu berkata: โ€œBaiklah, saya terima.โ€
Si pemilik kebun berkata pula: โ€œSupaya saya tidak dianggap menipumu, saya katakan bahwa putriku itu buta, tuli, bisu dan lumpuh tidak mampu berdiri.โ€
Pemuda itu sekali lagi terperanjat. Namun, apa boleh buat, separuh apel yang ditelannya, kemana akan dia cari gantinya kalau pemiliknya meminta ganti rugi atau menuntut di hadapan Hakim Yang Maha Adil?
โ€œKalau kau mau, datanglah sesudah โ€˜Isya agar bisa kau temui istrimu,โ€ kata pemilik kebun tersebut.

Pemuda itu seolah-olah didorong ke tengah kancah pertempuran yang sengit. Dengan berat dia melangkah memasuki kamar istrinya dan memberi salam.
Sekali lagi pemuda itu kaget luar biasa. Tiba-tiba dia mendengar suara merdu yang menjawab salamnya. Seorang wanita berdiri menjabat tangannya. Pemuda itu masih heran kebingungan, kata mertuanya, putrinya adalah gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh. Tetapi gadis ini? Siapa gerangan dia?
Akhirnya dia bertanya siapa gadis itu dan mengapa ayahnya mengatakan begitu rupa tentang putrinya.
Istrinya itu balik bertanya: โ€œApa yang dikatakan ayahku?โ€
Kata pemuda itu: โ€œAyahmu mengatakan kamu buta.โ€
โ€œDemi Allah, dia tidak dusta. Sungguh, saya tidak pernah melihat kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.โ€
โ€œAyahmu mengatakan kamu bisu,โ€ kata pemuda itu.
โ€œAyahku benar, demi Allah. Saya tidak pernah mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala murka.โ€
โ€œDia katakan kamu tuli.โ€
โ€œAyah betul. Demi Allah, saya tidak pernah mendengar kecuali semua yang di dalamnya terdapat ridha Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.โ€
โ€œDia katakan kamu lumpuh.โ€
โ€œYa. Karena saya tidak pernah melangkahkan kaki saya ini kecuali ke tempat yang diridhai Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.โ€

Pemuda itu memandangi wajah istrinya, yang bagaikan purnama. Tak lama dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang hamba Allah Subhanahu wa Taโ€™ala yang shalih, yang memenuhi dunia dengan ilmu dan ketakwaannya. Bayi tersebut diberi nama Nuโ€™man; Nuโ€™man bin Tsabit Abu Hanifah rahimahullahu.
Duhai, sekiranya pemuda muslimin saat ini meniru pemuda Tsabit, ayahanda Al-Imam Abu Hanifah. Duhai, sekiranya para pemudinya seperti sang ibu, dalam โ€˜kebutaannya, kebisuan, ketulian, dan kelumpuhannyaโ€™.

Demikianlah cara pandang orang-orang shalih terhadap dunia ini. Adakah yang mengambil pelajaran?
Wallahul Muwaffiq.

Sumber Website: http://asysyariah.com/print.php?id_online=777

Kategori:Hikmah Tobat

Pembunuh 100 Jiwa

11 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Harist

Kisah ini pernah terjadi di zaman Bani Israil dahulu kala. Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam menceritakannya kepada umatnya agar menjadi pelajaran berharga dan teladan dalam kebaikan.

Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Abu Saโ€™id Al-Khudri, Saโ€™id bin Malik bin Sinan radhiyallahu โ€˜anhuma, bahwa Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda:

ูƒูŽุงู†ูŽ ูููŠู…ูŽู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ู‚ูŽุจู’ู„ูŽูƒูู…ู’ ุฑูŽุฌูู„ูŒ ู‚ูŽุชูŽู„ูŽ ุชูุณู’ุนูŽุฉู‹ ูˆูŽุชูุณู’ุนููŠู†ูŽ ู†ูŽูู’ุณู‹ุง ููŽุณูŽุฃูŽู„ูŽ ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถู ููŽุฏูู„ู‘ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฑูŽุงู‡ูุจู ููŽุฃูŽุชูŽุงู‡ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุชูŽู„ูŽ ุชูุณู’ุนูŽุฉู‹ ูˆูŽุชูุณู’ุนููŠู†ูŽ ู†ูŽูู’ุณู‹ุง ููŽู‡ูŽู„ู’ ู„ูŽู‡ู ู…ูู†ู’ ุชูŽูˆู’ุจูŽุฉูุŸ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ู„ุงูŽ. ููŽู‚ูŽุชูŽู„ูŽู‡ู ููŽูƒูŽู…ู‘ูŽู„ูŽ ุจูู‡ู ู…ูุงุฆูŽุฉู‹ ุซูู…ู‘ูŽ ุณูŽุฃูŽู„ูŽ ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถู ููŽุฏูู„ู‘ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฑูŽุฌูู„ู ุนูŽุงู„ูู…ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุชูŽู„ูŽ ู…ูุงุฆูŽุฉูŽ ู†ูŽูู’ุณู ููŽู‡ูŽู„ู’ ู„ูŽู‡ู ู…ูู†ู’ ุชูŽูˆู’ุจูŽุฉูุŸ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ู†ูŽุนูŽู…ู’ุŒ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุญููˆู„ู ุจูŽูŠู’ู†ูŽู‡ู ูˆูŽุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ุชู‘ูŽูˆู’ุจูŽุฉูุŒ ุงู†ู’ุทูŽู„ูู‚ู’ ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุฑู’ุถู ูƒูŽุฐูŽุง ูˆูŽูƒูŽุฐูŽุง ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุจูู‡ูŽุง ุฃูู†ูŽุงุณู‹ุง ูŠูŽุนู’ุจูุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ููŽุงุนู’ุจูุฏู ุงู„ู„ู‡ูŽ ู…ูŽุนูŽู‡ูู…ู’ ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูŽุฑู’ุฌูุนู’ ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุฑู’ุถููƒูŽ ููŽุฅูู†ู‘ูŽู‡ูŽุง ุฃูŽุฑู’ุถู ุณูŽูˆู’ุกู. ููŽุงู†ู’ุทูŽู„ูŽู‚ูŽ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุฅูุฐูŽุง ู†ูŽุตูŽููŽ ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู‚ูŽ ุฃูŽุชูŽุงู‡ู ุงู„ู’ู…ูŽูˆู’ุชู ููŽุงุฎู’ุชูŽุตูŽู…ูŽุชู’ ูููŠู‡ู ู…ูŽู„ุงูŽุฆููƒูŽุฉู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽุฉู ูˆูŽู…ูŽู„ุงูŽุฆููƒูŽุฉู ุงู„ู’ุนูŽุฐูŽุงุจู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ู…ูŽู„ุงูŽุฆููƒูŽุฉู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽุฉู: ุฌูŽุงุกูŽ ุชูŽุงุฆูุจู‹ุง ู…ูู‚ู’ุจูู„ุงู‹ ุจูู‚ูŽู„ู’ุจูู‡ู ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู. ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ู…ูŽู„ุงูŽุฆููƒูŽุฉู ุงู„ู’ุนูŽุฐูŽุงุจู: ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุนู’ู…ูŽู„ู’ ุฎูŽูŠู’ุฑู‹ุง ู‚ูŽุทู‘ู. ููŽุฃูŽุชูŽุงู‡ูู…ู’ ู…ูŽู„ูŽูƒูŒ ูููŠ ุตููˆุฑูŽุฉู ุขุฏูŽู…ููŠูู‘ ููŽุฌูŽุนูŽู„ููˆู‡ู ุจูŽูŠู’ู†ูŽู‡ูู…ู’ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ู‚ููŠุณููˆุง ู…ูŽุง ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถูŽูŠู’ู†ู ููŽุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽูŠู‘ูŽุชูู‡ูู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ุฃูŽุฏู’ู†ูŽู‰ ููŽู‡ููˆูŽ ู„ูŽู‡ู. ููŽู‚ูŽุงุณููˆู‡ู ููŽูˆูŽุฌูŽุฏููˆู‡ู ุฃูŽุฏู’ู†ูŽู‰ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถู ุงู„ู‘ูŽุชููŠ ุฃูŽุฑูŽุงุฏูŽ ููŽู‚ูŽุจูŽุถูŽุชู’ู‡ู ู…ูŽู„ุงูŽุฆููƒูŽุฉู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽุฉู. ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูŽุชูŽุงุฏูŽุฉู: ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู’ุญูŽุณูŽู†ู: ุฐููƒูุฑูŽ ู„ูŽู†ูŽุง ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽู…ู‘ูŽุง ุฃูŽุชูŽุงู‡ู ุงู„ู’ู…ูŽูˆู’ุชู ู†ูŽุฃูŽู‰ ุจูุตูŽุฏู’ุฑูู‡ู

Dahulu, di zaman orang-orang sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 jiwa. Dia pun bertanya tentang orang yang paling alim di muka bumi ketika itu, lalu ditunjukkan kepadanya tentang seorang rahib (pendeta, ahli ibadah). Maka dia pun mendatangi rahib tersebut lalu mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada taubat baginya?

Ahli ibadah itu berkata: โ€œTidak.โ€ Seketika laki-laki itu membunuhnya. Maka dia pun menggenapi dengan itu (membunuh rahib) menjadi 100 jiwa. Kemudian dia menanyakan apakah ada orang yang paling alim di muka bumi ketika itu? Lalu ditunjukkanlah kepadanya tentang seorang yang berilmu. Maka dia pun mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 100 jiwa, apakah ada taubat baginya? Orang alim itu berkata: โ€œYa. Siapa yang menghalangi dia dari taubatnya? Pergilah ke daerah ini dan ini. Karena sesungguhnya di sana ada orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah, maka beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka. Dan jangan kamu kembali ke negerimu, karena negerimu itu adalah negeri yang buruk/jahat.โ€

Maka dia pun berangkat. Akhirnya, ketika tiba di tengah perjalanan datanglah kematian menjemputnya, (lalu dia pun mati). Maka berselisihlah malaikat rahmat dan malaikat azab tentang dia.

Malaikat rahmat mengatakan: โ€œDia sudah datang dalam keadaan bertaubat, menghadap kepada Allah dengan sepenuh hatinya.โ€

Sementara malaikat azab berkata: โ€œSesungguhnya dia belum pernah mengerjakan satu amalan kebaikan sama sekali.โ€

Datanglah seorang malaikat dalam wujud seorang manusia, lalu mereka jadikan dia (sebagai hakim pemutus) di antara mereka berdua. Maka kata malaikat itu: โ€œUkurlah jarak antara (dia dengan) kedua negeri tersebut. Maka ke arah negeri mana yang lebih dekat, maka dialah yang berhak membawanya.โ€

Lalu keduanya mengukurnya, dan ternyata mereka dapatkan bahwa orang itu lebih dekat kepada negeri yang diinginkannya. Maka malaikat rahmat pun segera membawanya.

Kata rawi: Kata Qatadah: Al-Hasan mengatakan: โ€œDisebutkan kepada kami, bahwa ketika kematian datang menjemputnya, dia busungkan dadanya (ke arah negeri tujuan).โ€

Hadits ini menceritakan kepada kita tentang orang yang telah membunuh 99 jiwa lalu dia menyesal dan bertaubat serta bertanya tentang ahli ilmu yang ada ketika itu. Kemudian ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah.

Ternyata ahli ibadah itu hanyalah ahli ibadah, tidak mempunyai ilmu. Rahib tersebut menganggap besar urusan itu sehingga mengatakan: โ€œTidak ada taubat bagimu.โ€ Laki-laki pembunuh itu marah lantas membunuh ahli ibadah tersebut. Lengkaplah korbannya menjadi 100 jiwa.

Kemudian dia tanyakan lagi tentang ahli ilmu yang ada di masa itu. Maka ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim. Lalu dia bertanya, apakah ada taubat baginya yang telah membunuh 100 jiwa? Orang alim itu menegaskan: โ€œYa. Siapa yang bisa menghalangimu untuk bertaubat? Pintu taubat terbuka lebar. Tapi pergilah, tinggalkan negerimu menuju negeri lain yang di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, dan jangan pulang ke kampungmu, karena negerimu adalah negeri yang buruk.โ€

Akhirnya, lelaki itu pun pergi berhijrah. Dia berangkat meninggalkan kampung halamannya yang buruk dalam keadaan sudah bertaubat serta menyesali perbuatan dan dosa-dosanya. Dia pergi dengan satu tekad meninggalkan dosa yang dia lakukan, memperbaiki diri, mengisi hari esok dengan amalan yang shalih sebagai ganti kezaliman dan kemaksiatan yang selama ini digeluti.

Di tengah perjalanan menuju kampung yang baik, dengan membawa segudang asa memperbaiki diri, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala takdirkan dia harus mati. Takdir dan kehendak Allah Subhanahu wa Taโ€™ala jua yang berlaku. Itulah rahasia dari sekian rahasia Allah Yang Maha Bijaksana. Tidak mungkin ditanya mengapa Dia berbuat begini atau begitu. Tetapi makhluk-Nya lah yang akan ditanya, mengapa mereka berbuat begini dan begitu. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala Maha melakukan apa saja yang Dia inginkan.

Semua yang ada di alam semesta, baik yang terlihat maupun tidak terlihat adalah milik Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, ciptaan-Nya dan di bawah pengawasan serta pengaturan-Nya. Dia Yang menentukan setiap perbuatan seorang hamba, 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Dia yang memberikan perangkat kepada seorang hamba untuk melakukan sesuatu. Dia pula yang memberi taufiq kepada hamba tersebut ke arah apa yang telah ditakdirkan-Nya.

Pembunuh 100 jiwa itu, adalah salah satu dari makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Dia ada di bawah kehendak dan kendali Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Ketentuan dan takdir Allah Subhanahu wa Taโ€™ala sudah pasti berlaku pula atasnya. Perbuatan zalim yang dikerjakannya adalah takdir Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Taubat dan penyesalan yang dia rasakan dan dia inginkan adalah takdir dari Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Alangkah beruntungnya dia. Tapi kalau begitu, zalimkah Allah Subhanahu wa Taโ€™ala? Kejamkah Dia kepada hamba-Nya? Jawabnya sudah pasti, tidak. Sama sekali tidak. Dari sisi manapun, Dia bukanlah Dzat yang zalim.

Apakah kezaliman itu? Kezaliman adalah berbuat sesuatu pada hal-hal yang bukan miliknya. Atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Siapakah Allah Subhanahu wa Taโ€™ala? Dan siapakah kita? Milik siapakah kita?
Kita milik Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Dia-lah Yang telah menciptakan dan mengatur kita. Dia Maha Tahu yang tepat bagi hamba-Nya. Dia Maha Bijaksana, Dia meletakkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya. Dia Maha Tahu apa yang diciptakan-Nya. Dia Maha Tahu apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya. Allahu Akbar.

Lelaki itu meninggal dunia. Dia mati dalam keadaan belum โ€˜beramal shalihโ€™ sekali pun. Dia hanya punya tekad memperbaiki diri, bertaubat dari semua kesalahan. Hal itu terwujud dari keinginannya bertanya kepada mereka yang dianggap berilmu: Apakah ada taubat baginya? Semua itu tampak dari tekadnya pergi meninggalkan masa lalu yang kelam, menyongsong cahaya hidayah dan kebaikan.ย  Alangkah besar karunia Allah Subhanahu wa Taโ€™ala kepada dirinya. Alangkah besar rahmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala kepada para hamba-Nya. Tetapi alangkah banyak manusia yang tidak mengetahui bahkan tidak mensyukuri nikmat tersebut.

Sungguh, andaikata kezaliman-kezaliman yang dikerjakan oleh Bani Adam ini harus diselesaikan dengan azab dan siksa di dunia, niscaya tidak akan ada lagi satu pun makhluk yang melata di atas muka bumi ini. Sungguh, seandainya kemurkaan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala yang lebih dahulu daripada rahmat-Nya, niscaya tidak akan pernah ada rasul yang diutus, tidak ada Kitab Suci yang diturunkan. Tidak ada ulama dan orang shalih serta berilmu yang memberi nasihat, peringatan, dan bimbingan. Bahkan tidak akan ada satu pun makhluk yang melata di muka bumi ini.
Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽู„ูŽูˆู’ ูŠูุคูŽุงุฎูุฐู ุงู„ู„ู‡ู ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณูŽ ุจูู…ูŽุง ูƒูŽุณูŽุจููˆุง ู…ูŽุง ุชูŽุฑูŽูƒูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุธูŽู‡ู’ุฑูู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ ุฏูŽุงุจู‘ูŽุฉู ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู’ ูŠูุคูŽุฎู‘ูุฑูู‡ูู…ู’ ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุฌูŽู„ู ู…ูุณูŽู…ู‘ู‹ู‰ ููŽุฅูุฐูŽุง ุฌูŽุงุกูŽ ุฃูŽุฌูŽู„ูู‡ูู…ู’ ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ุจูุนูุจูŽุงุฏูู‡ู ุจูŽุตููŠุฑู‹ุง

โ€œDan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.โ€ (Fathir: 45)

Kerusakan yang terjadi di muka bumi ini, di daratan maupun di lautan tidak lain adalah akibat ulah manusia. Sementara kesempatan hidup yang diberikan kepada mereka membuat mereka lupa, bahkan semakin menambah kedurhakaan mereka. Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ููŽุฐูŽุฑู’ู†ููŠ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠููƒูŽุฐู‘ูุจู ุจูู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠุซู ุณูŽู†ูŽุณู’ุชูŽุฏู’ุฑูุฌูู‡ูู…ู’ ู…ูู†ู’ ุญูŽูŠู’ุซู ู„ูŽุง ูŠูŽุนู’ู„ูŽู…ููˆู†ูŽ. ูˆูŽุฃูู…ู’ู„ููŠ ู„ูŽู‡ูู…ู’ ุฅูู†ู‘ูŽ ูƒูŽูŠู’ุฏููŠ ู…ูŽุชููŠู†ูŒ

โ€œMaka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qurโ€™an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.โ€ (Al-Qalam: 44-45)

Maka jelas pulalah bagi kita alangkah jahatnya ucapan orang yang mengatakan: โ€œSaya tidak suka tuhan yang kejam.โ€ Andaikata yang dia maksud adalah Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, maka hanya ada dua kemungkinan pada diri orang seperti ini, kafir (murtad) atau kurang akalnya (idiot). Apabila sudah dia terima bukti dan keterangan tapi masih menolak dan mengingkari, maka dikhawatirkan dia telah keluar dari Islam.

Betapa luas nikmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala kepada hamba-Nya. Siang malam Dia memerhatikan serta mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. Tetapi mereka justru menampakkan kebencian kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dengan senantiasa mengerjakan maksiat sepanjang siang dan malam.
Maka dari itu:

ููŽุจูุฃูŽูŠู‘ู ุกูŽุงู„ูŽุงุกู ุฑูŽุจู‘ููƒูŽ ุชูŽุชูŽู…ูŽุงุฑูŽู‰

โ€œMaka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu?โ€ (An-Najm: 55)
Dan:

ููŽุจูุฃูŽูŠู‘ู ุกูŽุงู„ูŽุงุกู ุฑูŽุจู‘ููƒูู…ูŽุง ุชููƒูŽุฐู‘ูุจูŽุงู†ู

โ€œMaka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?โ€ (Ar-Rahman: 75)

Di antara rahmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala juga adalah seperti yang diriwayatkan Al-Imam Muslim rahimahullahu dari Anas bin Malik radhiyallahu โ€˜anhu:

ู„ูŽู„ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽุดูŽุฏู‘ู ููŽุฑูŽุญู‹ุง ุจูุชูŽูˆู’ุจูŽุฉู ุนูŽุจู’ุฏูู‡ู ุญููŠู†ูŽ ูŠูŽุชููˆุจู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ู…ูู†ู’ ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฑูŽุงุญูู„ูŽุชูู‡ู ุจูุฃูŽุฑู’ุถู ููŽู„ูŽุงุฉู ููŽุงู†ู’ููŽู„ูŽุชูŽุชู’ ู…ูู†ู’ู‡ู ูˆูŽุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูู‡ู ูˆูŽุดูŽุฑูŽุงุจูู‡ู ููŽุฃูŽูŠูุณูŽ ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ููŽุฃูŽุชูŽู‰ ุดูŽุฌูŽุฑูŽุฉู‹ ููŽุงุถู’ุทูŽุฌูŽุนูŽ ูููŠ ุธูู„ูู‘ู‡ูŽุง ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽูŠูุณูŽ ู…ูู†ู’ ุฑูŽุงุญูู„ูŽุชูู‡ู ููŽุจูŽูŠู’ู†ูŽุง ู‡ููˆูŽ ูƒูŽุฐูŽู„ููƒูŽ ุฅูุฐูŽุง ู‡ููˆูŽ ุจูู‡ูŽุง ู‚ูŽุงุฆูู…ูŽุฉู‹ ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ู ููŽุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ุจูุฎูุทูŽุงู…ูู‡ูŽุง ุซูู…ู‘ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูู†ู’ ุดูุฏู‘ูŽุฉู ุงู„ู’ููŽุฑูŽุญู: ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูู…ู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ุชูŽ ุนูŽุจู’ุฏููŠ ูˆูŽุฃูŽู†ูŽุง ุฑูŽุจู‘ููƒูŽ. ุฃูŽุฎู’ุทูŽุฃูŽ ู…ูู†ู’ ุดูุฏู‘ูŽุฉู ุงู„ู’ููŽุฑูŽุญู

โ€œBenar-benar Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika dia bertaubat kepada-Nya daripada salah seorang kamu yang berada di atas kendaraannya di sebuah tanah padang yang sunyi, lalu kendaraan itu lepas (lari) meninggalkannya, padahal di atasnya ada makanan dan minumannya. Akhirnya dia putus asa mendapatkannya kembali. Maka dia pun mendatangi sebatang pohon lalu berbaring di bawah naungannya, dalam keadaan putus asa dari kendaraannya. Ketika dia dalam keadaan demikian, ternyata tiba-tiba kendaraan itu berdiri di dekatnya. Lalu dia pun menggenggam tali kekangnya dan berkata saking gembiranya: โ€˜Ya Allah, Engkau hambaku dan aku Rabbmu.โ€™ Dia salah ucap karena saking gembiranya.โ€

Inilah Hakikat Hijrah

Hijrah adalah salah satu kewajiban ajaran Islam, salah satu amalan shalih paling utama, bahkan merupakan sebab keselamatan agama seseorang serta perlindungan bagi imannya. Hijrah terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya ialah hijrah meninggalkan apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dan Rasul-Nya Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam atas setiap mukallaf. Maka, orang yang bertaubat dari kemaksiatan yang telah lalu berarti dia telah berhijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dan Rasul-Nya Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam.

Sedangkan seorang muslim, dibebankan kepadanya agar meninggalkan segala yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.
Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ู…ูู‡ูŽุงุฌูุฑูŽ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฌูŽุฑูŽ ู…ูŽุง ู†ูŽู‡ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู

โ€œSesungguhnya, muhajir sejati adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.โ€ (HR. Ahmad, no. 6912)

Sabda Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam ini sekaligus perintah, meliputi semua perbuatan haram baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Apa yang disabdakan Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam ini meliputi pula hijrah lahir dan hijrah batin. Hijrah lahir adalah lari membawa tubuhnya menyelamatkan diri dari fitnah. Sedangkan hijrah batin adalah meninggalkan apa saja yang menjadi ajakan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan kepada kejelekan dan apa-apa yang dijadikan indah oleh setan. Hijrah kedua ini merupakan dasar bagi hijrah yang pertama.
Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู’ ู…ูู†ู’ ุจูŽูŠู’ุชูู‡ู ู…ูู‡ูŽุงุฌูุฑู‹ุง ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽุฑูŽุณููˆู„ูู‡ู ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูุฏู’ุฑููƒู’ู‡ู ุงู„ู’ู…ูŽูˆู’ุชู ููŽู‚ูŽุฏู’ ูˆูŽู‚ูŽุนูŽ ุฃูŽุฌู’ุฑูู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุบูŽูููˆุฑู‹ุง ุฑูŽุญููŠู…ู‹ุง

โ€œBarangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.โ€ (An-Nisaโ€™: 100)

Asy-Syaikh As-Saโ€™di rahimahullahu dalam tafsirnya tentang ayat ini mengatakan:
Kemudian firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู’ ู…ูู†ู’ ุจูŽูŠู’ุชูู‡ู ู…ูู‡ูŽุงุฌูุฑู‹ุง ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽุฑูŽุณููˆู„ูู‡ู

โ€œBarangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nyaโ€, maksudnya yang sengaja menuju Rabbnya, mengharap ridha-Nya, karena cinta kepada Rasul-Nya, dan demi membela agama Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, serta bukan karena tujuan lain,

ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูุฏู’ุฑููƒู’ู‡ู ุงู„ู’ู…ูŽูˆู’ุชู

โ€œKemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju)โ€, karena terbunuh atau sebab lainnya,

ููŽู‚ูŽุฏู’ ูˆูŽู‚ูŽุนูŽ ุฃูŽุฌู’ุฑูู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู

โ€œMaka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.โ€ Yakni, pahala muhajir yang mencapai tujuannya dengan jaminan dari Allah Subhanahu wa Taโ€™ala telah dia terima. Hal itu karena dia telah berniat dan bertekad; dia telah memulai kemudian segera mulai mengerjakannya. Maka termasuk rahmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala atasnya dan orang-orang seperti dia adalah Allah Subhanahu wa Taโ€™ala memberinya pahala sempurna. Meskipun mereka belum mengerjakan amalan mereka secara tuntas, serta mengampuni mereka dengan kekurangan yang ada pada hijrah atau amalan tersebut.
Sebab itulah, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala akhiri ayat ini dengan dua nama-Nya yang mulia dalam firman-Nya:

ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุบูŽูููˆุฑู‹ุง ุฑูŽุญููŠู…ู‹ุง

โ€œDan adalah Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.โ€ Dia memberi ampunan bagi kaum mukminin yang mengerjakan dosa terutama mereka yang bertaubat kepada Rabb mereka. Dia Maha penyayang kepada seluruh makhluk-Nya. Penyayang kepada kaum mukminin dengan memberi mereka taufiq agar beriman, mengajari mereka ilmu yang menambah keyakinan mereka, memudahkan mereka sebab-sebab menuju kebahagiaan dan kemenangan.

Beberapa Faedah

1. Seorang pembunuh, bisa diterima taubatnya. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ู„ูŽุง ูŠูŽุบู’ููุฑู ุฃูŽู†ู’ ูŠูุดู’ุฑูŽูƒูŽ ุจูู‡ู ูˆูŽูŠูŽุบู’ููุฑู ู…ูŽุง ุฏููˆู†ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู„ูู…ูŽู†ู’

โ€œSesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.โ€ (An-Nisaโ€™: 48)

Inilah pendapat jumhur ulama. Adapun pendapat Ibnu โ€˜Abbas radhiyallahu โ€˜anhuma bahwa tidak ada taubat bagi seorang pembunuh karena Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽู‚ู’ุชูู„ู’ ู…ูุคู’ู…ูู†ู‹ุง ู…ูุชูŽุนูŽู…ู‘ูุฏู‹ุง ููŽุฌูŽุฒูŽุงุคูู‡ู ุฌูŽู‡ูŽู†ู‘ูŽู…ู ุฎูŽุงู„ูุฏู‹ุง ูููŠู‡ูŽุง ูˆูŽุบูŽุถูุจูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽู„ูŽุนูŽู†ูŽู‡ู ูˆูŽุฃูŽุนูŽุฏู‘ูŽ ู„ูŽู‡ู ุนูŽุฐูŽุงุจู‹ุง ุนูŽุธููŠู…ู‹ุง

โ€œDan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.โ€ (An-Nisaโ€™: 93)

Mungkin bisa dibawa kepada pengertian bahwa tidak ada taubat sehubungan dengan korban yang terbunuh. Karena si pembunuh terkait dengan tiga hak sekaligus: hak Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, hak korban yang dibunuhnya, dan hak ahli waris korban (walinya).

Adapun hak Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, tidak disangsikan lagi bahwa Allah Subhanahu wa Taโ€™ala akan mengampuninya dengan adanya taubat dari pelaku maksiat tersebut, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ู‚ูู„ู’ ูŠูŽุงุนูุจูŽุงุฏููŠูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุฃูŽุณู’ุฑูŽูููˆุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ู’ููุณูู‡ูู…ู’ ู„ูŽุง ุชูŽู‚ู’ู†ูŽุทููˆุง ู…ูู†ู’ ุฑูŽุญู’ู…ูŽุฉู ุงู„ู„ู‡ู ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ูŠูŽุบู’ููุฑู ุงู„ุฐู‘ูู†ููˆุจูŽ ุฌูŽู…ููŠุนู‹ุง ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู‡ููˆูŽ ุงู„ู’ุบูŽูููˆุฑู ุงู„ุฑู‘ูŽุญููŠู…ู

โ€œKatakanlah: โ€˜Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayangโ€™.โ€ (Az-Zumar: 53)

Juga firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ูˆูŽุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ู„ูŽุง ูŠูŽุฏู’ุนููˆู†ูŽ ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุฅูู„ูŽู‡ู‹ุง ุกูŽุงุฎูŽุฑูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ูŠูŽู‚ู’ุชูู„ููˆู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽูู’ุณูŽ ุงู„ู‘ูŽุชููŠ ุญูŽุฑู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ุจูุงู„ู’ุญูŽู‚ู‘ู ูˆูŽู„ูŽุง ูŠูŽุฒู’ู†ููˆู†ูŽ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽูู’ุนูŽู„ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ูŠูŽู„ู’ู‚ูŽ ุฃูŽุซูŽุงู…ู‹ุง. ูŠูุถูŽุงุนูŽูู’ ู„ูŽู‡ู ุงู„ู’ุนูŽุฐูŽุงุจู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ู‚ููŠูŽุงู…ูŽุฉู ูˆูŽูŠูŽุฎู’ู„ูุฏู’ ูููŠู‡ู ู…ูู‡ูŽุงู†ู‹ุง. ุฅูู„ู‘ูŽุง ู…ูŽู†ู’ ุชูŽุงุจูŽ ูˆูŽุกูŽุงู…ูŽู†ูŽ ูˆูŽุนูŽู…ูู„ูŽ ุนูŽู…ูŽู„ู‹ุง ุตูŽุงู„ูุญู‹ุง ููŽุฃููˆู„ูŽุฆููƒูŽ ูŠูุจูŽุฏู‘ูู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุณูŽูŠู‘ูุฆูŽุงุชูู‡ูู…ู’ ุญูŽุณูŽู†ูŽุงุชู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุบูŽูููˆุฑู‹ุง ุฑูŽุญููŠู…ู‹ุง. ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุชูŽุงุจูŽ ูˆูŽุนูŽู…ูู„ูŽ ุตูŽุงู„ูุญู‹ุง ููŽุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ูŠูŽุชููˆุจู ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู…ูŽุชูŽุงุจู‹ุง

โ€œDan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih. Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.โ€ (Al-Furqan: 68-71)

Adapun hak korban yang dibunuhnya, maka taubat si pembunuh tidaklah berguna dan jelas belum tertunaikan hak korbannya, karena korban itu sudah mati. Tidak mungkin pula sampai pada tingkat dia minta penghalalan atau lepas dari tuntutan darahnya. Jadi, inilah yang masih tersisa serta menjadi beban tuntutan di pundak si pembunuh, meskipun dia sudah bertaubat. Sedangkan pada hari kiamat, maka Allah Subhanahu wa Taโ€™ala akan memutuskan perkara di antara mereka.

Sedangkan hak ahli waris (wali) korban, maka taubat si pembunuh juga tidak sah hingga dia menyerahkan dirinya kepada mereka, mengakui perbuatannya, dan menyerahkan kepada mereka, apakah dia harus dihukum mati (qishash), membayar diyat (tebusan), atau mereka memaafkannya.

2. Dalam hadits kisah ini, disyariatkan untuk bertaubat dari semua dosa besar. Mungkin, ketika Allah Subhanahu wa Taโ€™ala menerima taubat seorang pembunuh, Dia menjamin keridhaan lawan (korban)nya, dan Dia kembalikan kezalimannya. Inilah salah satu rahmat dan keadilan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.

3. Kisah ini melarang kita membuat orang lain putus asa dari dosa besar yang dikerjakannya. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala sendiri telah menerangkan bahwa Dia tidak akan menjadikan kekal di neraka orang yang mati dalam keadaan bertauhid, sebagaimana dalam hadits Anas radhiyallahu โ€˜anhu yang diriwayatkan At-Tirmidzi rahimahullahu:

ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ ูn ูŠูŽู‚ููˆู„ู: ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุชูŽุจูŽุงุฑูŽูƒูŽ ูˆูŽุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰: ูŠูŽุง ุงุจู’ู†ูŽ ุขุฏูŽู…ูŽุŒ ุฅูู†ู‘ูŽูƒูŽ ู…ูŽุง ุฏูŽุนูŽูˆู’ุชูŽู†ููŠ ูˆูŽุฑูŽุฌูŽูˆู’ุชูŽู†ููŠ ุบูŽููŽุฑู’ุชู ู„ูŽูƒูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ูููŠูƒูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ุฃูุจูŽุงู„ููŠุŒ ูŠูŽุง ุงุจู’ู†ูŽ ุขุฏูŽู…ูŽ ู„ูŽูˆู’ ุจูŽู„ูŽุบูŽุชู’ ุฐูู†ููˆุจููƒูŽ ุนูŽู†ูŽุงู†ูŽ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกู ุซูู…ู‘ูŽ ุงุณู’ุชูŽุบู’ููŽุฑู’ุชูŽู†ููŠ ุบูŽููŽุฑู’ุชู ู„ูŽูƒูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ุฃูุจูŽุงู„ููŠุŒ ูŠูŽุง ุงุจู’ู†ูŽ ุขุฏูŽู…ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽูƒูŽ ู„ูŽูˆู’ ุฃูŽุชูŽูŠู’ุชูŽู†ููŠ ุจูู‚ูุฑูŽุงุจู ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถู ุฎูŽุทูŽุงูŠูŽุง ุซูู…ู‘ูŽ ู„ูŽู‚ููŠุชูŽู†ููŠ ู„ูŽุง ุชูุดู’ุฑููƒู ุจููŠ ุดูŽูŠู’ุฆู‹ุง ู„ูŽุฃูŽุชูŽูŠู’ุชููƒูŽ ุจูู‚ูุฑูŽุงุจูู‡ูŽุง ู…ูŽุบู’ููุฑูŽุฉู‹

Saya mendengar Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda: โ€œAllah Tabaraka wa Taโ€™ala berfirman: โ€˜Wahai Bani Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku, mengharapkan-Ku, niscaya Aku beri ampun kepadamu atas apa yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku beri ampunan kepadamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, sungguh, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan apapun, pasti Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh itu juga.โ€

Namun, bisa jadi pula dia diampuni dan tidak masuk neraka sama sekali, atau diazab sebagaimana pelaku maksiat lainnya dari kalangan orang yang bertauhid lalu dikeluarkan menuju ke dalam jannah. Maka janganlah berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dan jangan pula membuat orang lain berputus asa darinya. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman tentang Khalil-Nya, Ibrahim q:

ู‚ูŽุงู„ูŽ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽู‚ู’ู†ูŽุทู ู…ูู†ู’ ุฑูŽุญู’ู…ูŽุฉู ุฑูŽุจู‘ูู‡ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ุงู„ุถู‘ูŽุงู„ู‘ููˆู†ูŽ

โ€œIbrahim berkata: โ€˜Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesatโ€™.โ€ (Al-Hijr: 56)

4. Di dalam kisah ini terdapat pula keutamaan berpindah dari negeri yang di sana seseorang bermaksiat, apakah karena adanya teman dan fasilitas yang mendukung atau hal-hal lainnya.

5. Dari kisah ini pula jelaslah betapa seseorang tidak mungkin selamat dan lolos dari azab kecuali dengan beratnya timbangan kebaikan dirinya meski hanya sebesar biji sawi. Maka dari itu, sudah semestinyalah orang yang bertaubat memperbanyak amal kebaikannya.

6. Termasuk tugas seorang yang bertaubat โ€“kalau dia bukan orang yang berilmuโ€“ hendaknya dia pelajari apa saja yang wajib atas dirinya di masa yang akan datang dan apa yang haram dikerjakannya.

7. Perlu pula diingat dalam kisah ini, bahwasanya lingkungan yang baik, bergaul dengan orang shalih akan menambah iman seseorang. Sedangkan segala kerusakan, petaka dan penyimpangan, tumbuhnya tidak lain karena adanya dukungan para setan dan bala tentaranya, termasuk dari kalangan manusia yang senantiasa membuka pintu kelalaian dan syahwat serta tidak mendukungnya kepada kebaikan dan ketaatan.

Sungguh indah peringatan Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam dalam hadits Abu Musa Al-Asyโ€™ari radhiyallahu โ€˜anhu:

ู…ูŽุซูŽู„ู ุงู„ู’ุฌูŽู„ููŠุณู ุงู„ุตู‘ูŽุงู„ูุญู ูˆูŽุงู„ุณู‘ููˆู’ุกู ูƒูŽุญูŽุงู…ูู„ู ุงู„ู’ู…ูุณู’ูƒู ูˆูŽู†ูŽุงููุฎู ุงู„ู’ูƒููŠู’ุฑูุŒ ููŽุญูŽุงู…ูู„ู ุงู„ู’ู…ูุณู’ูƒู ุฅูู…ู‘ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ูŠูุญู’ุฐููŠูŽูƒูŽ ูˆูŽุฅูู…ู‘ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ุชูŽุจู’ุชูŽุงุนูŽ ู…ูู†ู’ู‡ู ูˆูŽุฅูู…ู‘ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ุชูŽุฌูุฏูŽ ู…ูู†ู’ู‡ู ุฑููŠุญู‹ุง ุทูŽูŠูู‘ุจูŽุฉู‹ุŒ ูˆูŽู†ูŽุงููุฎู ุงู„ู’ูƒููŠู’ุฑู ุฅูู…ู‘ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ูŠูุญู’ุฑูู‚ูŽ ุซููŠูŽุงุจูŽูƒูŽ ูˆูŽุฅูู…ู‘ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ุชูŽุฌูุฏูŽ ุฑููŠุญู‹ุง ุฎูŽุจููŠุซูŽุฉู‹

โ€œPerumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti pembawa misik dan pandai besi. Adapun si pembawa misik (minyak wangi), mungkin dia akan memberimu, atau kamu membeli darinya, atau kamu dapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau kamu dapatkan bau tidak sedap darinya.โ€

8. Satu hal yang harus kita ingat dari kisah ini, tekad dan niat ikhlas si pembunuh, itulah yang mengantarnya kepada rahmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala yang teramat luas. Meski belum mengisi lembaran hidup barunya dengan kebaikan, tetapi tekad dan niat ikhlas ini sangat bernilai di sisi Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Inilah salah satu buah dan keutamaan tauhid yang murni.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala membimbing kita membersihkan hati kita dari kekotoran syirik dan maksiat sampai kita bertemu dengan-Nya dalam keadaan membawa hati yang selamat. Amin.

Sumber Website: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=817

Kategori:Hikmah Tobat

Kisah Orang-orang yang Terkurung di Dalam Gua

11 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Harist

Peristiwa ini terjadi pada zaman Bani Israil, jauh sebelum diutusnya Rasulullah Shalallahu โ€˜alaihi wa sallam. Beliau mengisahkannya kepada kita berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Rasulullah Shalallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda:

ุจูŽูŠู’ู†ูŽู…ูŽุง ุซูŽู„ุงูŽุซูŽุฉู ู†ูŽููŽุฑู ูŠูŽุชูŽู…ูŽุดู‘ูŽูˆู’ู†ูŽ ุฃูŽุฎูŽุฐูŽู‡ูู…ู ุงู„ู’ู…ูŽุทูŽุฑู ููŽุฃูŽูˆูŽูˆู’ุง ุฅูู„ูŽู‰ ุบูŽุงุฑู ูููŠ ุฌูŽุจูŽู„ู ููŽุงู†ู’ุญูŽุทู‘ูŽุชู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ููŽู…ู ุบูŽุงุฑูู‡ูู…ู’ ุตูŽุฎู’ุฑูŽุฉูŒ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุฌูŽุจูŽู„ู ููŽุงู†ู’ุทูŽุจูŽู‚ูŽุชู’ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุจูŽุนู’ุถูู‡ูู…ู’ ู„ูุจูŽุนู’ุถู: ุงู†ู’ุธูุฑููˆุง ุฃูŽุนู’ู…ูŽุงู„ุงู‹ ุนูŽู…ูู„ู’ุชูู…ููˆู‡ูŽุง ุตูŽุงู„ูุญูŽุฉู‹ ู„ูู„ู‡ู ููŽุงุฏู’ุนููˆุง ุงู„ู„ู‡ูŽ ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ ุจูู‡ูŽุงุŒ ู„ูŽุนูŽู„ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ูŠูŽูู’ุฑูุฌูู‡ูŽุง ุนูŽู†ู’ูƒูู…ู’. ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุญูŽุฏูู‡ูู…ู’: ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูู…ู‘ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ูƒูŽุงู†ูŽ ู„ููŠ ูˆูŽุงู„ูุฏูŽุงู†ู ุดูŽูŠู’ุฎูŽุงู†ู ูƒูŽุจููŠุฑูŽุงู†ู ูˆูŽุงู…ู’ุฑูŽุฃูŽุชููŠ ูˆูŽู„ููŠ ุตูุจู’ูŠูŽุฉูŒ ุตูุบูŽุงุฑูŒ ุฃูŽุฑู’ุนูŽู‰ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ููŽุฅูุฐูŽุง ุฃูŽุฑูŽุญู’ุชู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ุญูŽู„ูŽุจู’ุชู ููŽุจูŽุฏูŽุฃู’ุชู ุจููˆูŽุงู„ูุฏูŽูŠู‘ูŽ ููŽุณูŽู‚ูŽูŠู’ุชูู‡ูู…ูŽุง ู‚ูŽุจู’ู„ูŽ ุจูŽู†ููŠู‘ูŽุŒ ูˆูŽุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู†ูŽุฃูŽู‰ ุจููŠ ุฐูŽุงุชูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ุดู‘ูŽุฌูŽุฑู ููŽู„ูŽู…ู’ ุขุชู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุฃูŽู…ู’ุณูŽูŠู’ุชู ููŽูˆูŽุฌูŽุฏู’ุชูู‡ูู…ูŽุง ู‚ูŽุฏู’ ู†ูŽุงู…ูŽุง ููŽุญูŽู„ูŽุจู’ุชู ูƒูŽู…ูŽุง ูƒูู†ู’ุชู ุฃูŽุญู’ู„ูุจู ููŽุฌูุฆู’ุชู ุจูุงู„ู’ุญูู„ุงูŽุจู ููŽู‚ูู…ู’ุชู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุฑูุกููˆุณูู‡ูู…ูŽุง ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู‡ู ุฃูŽู†ู’ ุฃููˆู‚ูุธูŽู‡ูู…ูŽุง ู…ูู†ู’ ู†ูŽูˆู’ู…ูู‡ูู…ูŽุง ูˆูŽุฃูŽูƒู’ุฑูŽู‡ู ุฃูŽู†ู’ ุฃูŽุณู’ู‚ููŠูŽ ุงู„ุตูู‘ุจู’ูŠูŽุฉูŽ ู‚ูŽุจู’ู„ูŽู‡ูู…ูŽุงุŒ ูˆูŽุงู„ุตูู‘ุจู’ูŠูŽุฉู ูŠูŽุชูŽุถูŽุงุบูŽูˆู’ู†ูŽ ุนูู†ู’ุฏูŽ ู‚ูŽุฏูŽู…ูŽูŠู‘ูŽุŒ ููŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฒูŽู„ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุฏูŽุฃู’ุจููŠ ูˆูŽุฏูŽุฃู’ุจูŽู‡ูู…ู’ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุทูŽู„ูŽุนูŽ ุงู„ู’ููŽุฌู’ุฑูุŒ ููŽุฅูู†ู’ ูƒูู†ู’ุชูŽ ุชูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽู†ูู‘ูŠ ููŽุนูŽู„ู’ุชู ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงุจู’ุชูุบูŽุงุกูŽ ูˆูŽุฌู’ู‡ููƒูŽ ููŽุงูู’ุฑูุฌู’ ู„ูŽู†ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ููุฑู’ุฌูŽุฉู‹ ู†ูŽุฑูŽู‰ ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกูŽ. ููŽููŽุฑูŽุฌูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ููุฑู’ุฌูŽุฉู‹ ููŽุฑูŽุฃูŽูˆู’ุง ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกูŽุŒ ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู’ุขุฎูŽุฑู: ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูู…ู‘ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ู„ููŠูŽ ุงุจู’ู†ูŽุฉู ุนูŽู…ูู‘ ุฃูŽุญู’ุจูŽุจู’ุชูู‡ูŽุง ูƒูŽุฃูŽุดูŽุฏูู‘ ู…ูŽุง ูŠูุญูุจู‘ู ุงู„ุฑูู‘ุฌูŽุงู„ู ุงู„ู†ูู‘ุณูŽุงุกูŽ ูˆูŽุทูŽู„ูŽุจู’ุชู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ู†ูŽูู’ุณูŽู‡ูŽุง ููŽุฃูŽุจูŽุชู’ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุขุชููŠูŽู‡ูŽุง ุจูู…ูุงุฆูŽุฉู ุฏููŠู†ูŽุงุฑู ููŽุชูŽุนูุจู’ุชู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุฌูŽู…ูŽุนู’ุชู ู…ูุงุฆูŽุฉูŽ ุฏููŠู†ูŽุงุฑู ููŽุฌูุฆู’ุชูู‡ูŽุง ุจูู‡ูŽุง ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ูˆูŽู‚ูŽุนู’ุชู ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุฑูุฌู’ู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’: ูŠูŽุง ุนูŽุจู’ุฏูŽ ุงู„ู„ู‡ูุŒ ุงุชู‘ูŽู‚ู ุงู„ู„ู‡ูŽ ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูŽูู’ุชูŽุญู ุงู„ู’ุฎูŽุงุชูŽู…ูŽ ุฅูู„ุงูŽ ุจูุญูŽู‚ูู‘ู‡ู. ููŽู‚ูู…ู’ุชู ุนูŽู†ู’ู‡ูŽุงุŒ ููŽุฅูู†ู’ ูƒูู†ู’ุชูŽ ุชูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽู†ูู‘ูŠ ููŽุนูŽู„ู’ุชู ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงุจู’ุชูุบูŽุงุกูŽ ูˆูŽุฌู’ู‡ููƒูŽ ููŽุงูู’ุฑูุฌู’ ู„ูŽู†ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ููุฑู’ุฌูŽุฉู‹. ููŽููŽุฑูŽุฌูŽ ู„ูŽู‡ูู…ู’ุŒ ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู’ุขุฎูŽุฑู: ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูู…ู‘ูŽ ุฅูู†ูู‘ูŠ ูƒูู†ู’ุชู ุงุณู’ุชูŽุฃู’ุฌูŽุฑู’ุชู ุฃูŽุฌููŠุฑู‹ุง ุจูููŽุฑูŽู‚ู ุฃูŽุฑูุฒูู‘ ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ู‚ูŽุถูŽู‰ ุนูŽู…ูŽู„ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฃูŽุนู’ุทูู†ููŠ ุญูŽู‚ูู‘ูŠ ููŽุนูŽุฑูŽุถู’ุชู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽุฑูŽู‚ูŽู‡ู ููŽุฑูŽุบูุจูŽ ุนูŽู†ู’ู‡ูุŒ ููŽู„ูŽู…ู’ ุฃูŽุฒูŽู„ู’ ุฃูŽุฒู’ุฑูŽุนูู‡ู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุฌูŽู…ูŽุนู’ุชู ู…ูู†ู’ู‡ู ุจูŽู‚ูŽุฑู‹ุง ูˆูŽุฑูุนูŽุงุกูŽู‡ูŽุงุŒ ููŽุฌูŽุงุกูŽู†ููŠ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ุงุชู‘ูŽู‚ู ุงู„ู„ู‡ูŽ ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูŽุธู’ู„ูู…ู’ู†ููŠ ุญูŽู‚ูู‘ูŠ. ู‚ูู„ู’ุชู: ุงุฐู’ู‡ูŽุจู’ ุฅูู„ูŽู‰ ุชูู„ู’ูƒูŽ ุงู„ู’ุจูŽู‚ูŽุฑู ูˆูŽุฑูุนูŽุงุฆูู‡ูŽุง ููŽุฎูุฐู’ู‡ูŽุง. ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ุงุชู‘ูŽู‚ู ุงู„ู„ู‡ูŽ ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูŽุณู’ุชูŽู‡ู’ุฒูุฆู’ ุจููŠ. ููŽู‚ูู„ู’ุชู: ุฅูู†ูู‘ูŠ ู„ุงูŽ ุฃูŽุณู’ุชูŽู‡ู’ุฒูุฆู ุจููƒูŽุŒ ุฎูุฐู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงู„ู’ุจูŽู‚ูŽุฑูŽ ูˆูŽุฑูุนูŽุงุกูŽู‡ูŽุง. ููŽุฃูŽุฎูŽุฐูŽู‡ู ููŽุฐูŽู‡ูŽุจูŽ ุจูู‡ูุŒ ููŽุฅูู†ู’ ูƒูู†ู’ุชูŽ ุชูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽู†ูู‘ูŠ ููŽุนูŽู„ู’ุชู ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงุจู’ุชูุบูŽุงุกูŽ ูˆูŽุฌู’ู‡ููƒูŽ ููŽุงูู’ุฑูุฌู’ ู„ูŽู†ูŽุง ู…ูŽุง ุจูŽู‚ููŠูŽ. ููŽููŽุฑูŽุฌูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู…ูŽุง ุจูŽู‚ููŠูŽ

Ketika ada tiga orang sedang berjalan, mereka ditimpa oleh hujan. Lalu mereka pun berlindung ke dalam sebuah gua di sebuah gunung. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung itu lalu menutupi mulut gua mereka. Lalu sebagian mereka berkata kepada yang lain: โ€œPerhatikan amalan shalih yang pernah kamu kerjakan karena Allah, lalu berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dengan amalan itu. Mudah-mudahan Allah menyingkirkan batu itu dari kalian.โ€

Lalu berkatalah salah seorang dari mereka: โ€œYa Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua ibu bapak yang sudah tua renta, seorang istri, dan anak-anak yang masih kecil, di mana aku menggembalakan ternak untuk mereka. Kalau aku membawa ternak itu pulang ke kandangnya, aku perahkan susu dan aku mulai dengan kedua ibu bapakku, lantas aku beri minum mereka sebelum anak-anakku. Suatu hari, ternak itu membawaku jauh mencari tempat gembalaan. Akhirnya aku tidak pulang kecuali setelah sore, dan aku dapati ibu bapakku telah tertidur. Aku pun memerah susu sebagaimana biasa, lalu aku datang membawa susu tersebut dan berdiri di dekat kepala mereka, dalam keadaan tidak suka membangunkan mereka dari tidur. Aku pun tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum mereka (kedua orangtuanya, red.) meminumnya. Anak-anakku sendiri menangis di bawah kakiku meminta minum karena lapar. Seperti itulah keadaanku dan mereka, hingga terbit fajar. Maka kalau Engkau tahu, aku melakukan hal itu karena mengharapkan wajah-Mu, bukakanlah satu celah untuk kami dari batu ini agar kami melihat langit.โ€
Lalu Allah bukakan satu celah hingga mereka pun melihat langit.

Yang kedua berkata: โ€œSesungguhnya aku punya sepupu wanita yang aku cintai, sebagaimana layaknya cinta seorang laki-laki kepada seorang wanita. Aku minta dirinya (melayaniku), tapi dia menolak sampai aku datang kepadanya (menawarkan) seratus dinar. Aku pun semakin payah, akhirnya aku kumpulkan seratus dinar, lalu menyerahkannya kepada gadis itu. Setelah aku berada di antara kedua kakinya, dia berkata: โ€˜Wahai hamba Allah. Bertakwalah kepada Allah. Jangan engkau buka tutup (kiasan untuk keperawanannya) kecuali dengan haknya.โ€™ Maka aku pun berdiri meninggalkannya. Kalau Engkau tahu, aku melakukannya adalah karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu ini.โ€
Maka Allah Subhanahu wa Taโ€™ala pun membuka satu celah untuk mereka.

Laki-laki ketiga berkata: โ€œYa Allah, sungguh, aku pernah mengambil sewa seorang buruh, dengan upah satu faraq1 beras. Setelah dia menyelesaikan pekerjaannya, dia berkata: โ€˜Berikan hakku.โ€™ Lalu aku serahkan kepadanya beras tersebut, tapi dia tidak menyukainya. Akhirnya aku pun tetap menanamnya hingga aku kumpulkan dari hasil beras itu seekor sapi dan penggembalanya. Kemudian dia datang kepadaku dan berkata: โ€˜Bertakwalah kepada Allah, dan jangan zalimi aku dalam urusan hakku.โ€™

Aku pun berkata: โ€˜Pergilah, ambil sapi dan penggembalanya.โ€™ Dia berkata: โ€˜Bertakwalah kepada Allah dan jangan mempermainkan saya.โ€™ Aku pun berkata: โ€˜Ambillah sapi dan penggembalanya itu.โ€™ Akhirnya dia pun membawa sapi dan penggembalanya lalu pergi. Kalau Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah untuk kami apa yang tersisa.โ€
Maka Allah pun membukakan untuk mereka sisa celah yang menutupi.

Itulah kisah yang diceritakan oleh beliau Shalallahu โ€˜alaihi wa sallam. Sebuah kisah yang di dalamnya sarat dengan pelajaran yang sangat berharga. Dalam kisah ini terkandung dalil tentang tawassul (perantara) yang dibolehkan, yaitu dengan amal shalih yang pernah dikerjakan.

Orang pertama bertawassul kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dengan baktinya kepada kedua orangtuanya. Dia seorang penggembala, dan makanan pokoknya tergantung kepada susu ternaknya. Kebiasaan orang ini adalah memerah susu itu sesudah dia pulang dan mulai memberi minum kepada kedua orangtuanya sebelum anak dan istrinya.
Inilah salah satu bentuk bakti kepada ibu dan bapak.

Betapa banyak di antara manusia saat ini yang berbakti kepada orangtua sesuai keridhaan anak dan istrinya. Mereka mendahulukan anak dan istrinya, kemudian baru berbakti kepada ibu bapak mereka. Yang lebih menyedihkan lagi, sebagian mereka lebih suka menitipkan ibu bapaknya di panti-panti jompo.

Tidak takutkah mereka dengan peringatan Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam dalam sebuah hadits, ketika beliau naik ke atas mimbar sambil mengucapkan amin, setiap kali menapakkan kaki di atas mimbarnya? Para sahabat yang begitu antusias dengan kebaikan, bertanya kepada Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam: โ€œApa yang anda aminkan, wahai Rasulullah?โ€

Beliau berkata: โ€œJibril datang kepadaku lalu berkata โ€“di antaranyaโ€“:

ุฑูŽุบูู…ูŽ ุฃูŽู†ู’ูู ุงู…ู’ุฑูุฆู ุฃูŽุฏู’ุฑูŽูƒูŽ ูˆูŽุงู„ูุฏูŽูŠู’ู‡ู ุฃูŽูˆู’ ุฃูŽุญูŽุฏูŽู‡ูู…ูŽุง ููŽู„ูŽู…ู’ ูŠูุฏู’ุฎูู„ุงูŽู‡ู ุงู„ู’ุฌูŽู†ู‘ูŽุฉูŽุŒ ู‚ูู„ู’ุชู ุขู…ููŠู’ู†

โ€˜Alangkah celakanya seseorang yang mendapati kedua orangtuanya atau salah satunya, namun keduanya tidak menyebabkan dia masuk ke dalam jannah.โ€™ Aku pun berkata: โ€˜Amiinโ€™.โ€2

Adapun kebiasaan si penggembala ini, dia menjauh untuk mencari ladang gembalaan ternaknya, dan tidak kembali kecuali sesudah malam agak larut. Dia pun memerahkan susu untuk ibu bapaknya yang ternyata telah tertidur. Dia tidak suka membangunkan mereka dan tidak mau memberikan susu itu untuk anaknya. Akhirnya dia pun berjaga sepanjang malam itu dengan susu itu masih di tangannya, sedangkan anaknya menangis di bawah kakinya.

Sungguh, hanya Allah Subhanahu wa Taโ€™ala yang tahu betapa sulitnya keadaan si penggembala malam itu. Jauh-jauh dia menggembalakan kambing, lalu bergegas pulang dan belum sempat makan malam, sementara anaknya menangis di bawah kakinya. Gambaran yang sangat agung yang ditunjukkan oleh iman, hingga membawanya sampai pada tingkatan demikian tinggi karena baktinya kepada ibu bapaknya dan semangatnya melakukan hal itu, sehingga menjadi salah satu sebab Allah Subhanahu wa Taโ€™ala membuka sedikit celah yang menutupi gua itu.

Ini adalah peringatan bagi umat ini, sekaligus anjuran agar berbakti kepada ibu bapaknya dan bersegera menjalankannya.

Kemudian Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam melanjutkan kisahnya.
Orang kedua, dia bertawassul kepada Rabbnya dengan rasa takutnya kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Rasa takut itu mendorongnya untuk meninggalkan perbuatan keji dan bujukan syahwat. Dia begitu mencintai dan ingin memiliki putri pamannya, bahkan membujuk gadis itu agar mau mengikuti keinginannya, namun wanita itu menolak.

Pada suatu ketika wanita itu ditimpa kesulitan ekonomi. Hal ini mendorongnya datang menemui si pemuda. Tapi keadaan ini seolah menjadi sebuah kesempatan baik bagi si pemuda agar melampiaskan syahwatnya. Akhirnya, dia membujuk wanita agar menuruti keinginannya dan dia siap membantunya. Dengan terpaksa, wanita itu meluluskan keinginan si pemuda setelah dia menerima sejumlah uang yang cukup besar dan diserahkan sebelum dia melayani si pemuda.

Akan tetapi, di saat pemuda itu sudah siap untuk melakukan segala perkara yang hanya layak dilakukan oleh suami kepada istrinya, dan tidak ada lagi yang akan mencegah si pemuda berbuat apa yang diinginkannya terhadap tubuh wanita itu, tiba-tiba wanita itu menangis dan bergetar. Pemuda itu bertanya: โ€œAda apa?โ€ Si wanita mengatakan bahwa dia takut kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, karena dia belum pernah melakukan perbuatan keji (zina) sebelum itu. Mendengar ucapan wanita tersebut, pemuda itu segera berdiri dan meninggalkan si wanita yang sangat dicintainya serta harta yang diberikannya untuk si wanita.

Itulah keimanan, yang mendorongnya meninggalkan perbuatan zina. Padahal dia mampu melakukannya, bahkan semua sarana dan fasilitas serta situasi sangat mendukung keinginannya. Tetapi, iman dan rasa takutnya kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala menuntutnya segera meninggalkan perbuatan keji itu dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.

Sungguh sangat disayangkan, sebagian anak-anak kaum muslimin, justru melangkah menuju perbuatan keji ini. Lebih celaka lagi, semua dikemas dengan label Islam; Pacaran Islami. Bahkan para orangtua mendukung perbuatan tersebut. Mereka merasa bangga bila anak gadisnya bergandengan atau berduaan dengan seorang pemuda, entah teman sekolahnya atau hasil perkenalan di sebuah tempat. Sementara pada diri para pemuda dan pemudinya, rasa minder akan menghinggapinya jika mereka tidak mempunyai pacar.

Jadi, seolah-olah dalam Islam perzinaan itu sah-sah saja. Naโ€™udzu billahi min dzalik. Maha Suci Allah dari kedustaan yang mereka ada-adakan.

Tapi, lihatlah bagaimana pemuda itu. Dalam keadaan sudah hampir melakukannya, terhadap wanita yang dicintainya, tanpa ada yang merintangi. Ternyata dia segera beranjak pergi meninggalkan si wanita dan membiarkan harta itu untuknya. Itulah taubat yang membasuh dosa.

Rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala membuat laki-laki itu menjauhi putri pamannya itu, padahal dia adalah wanita yang paling dicintainya. Wanita yang memberi kesempatan kepada dirinya untuk berbuat apa saja, tapi juga mengingatkannya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Wanita itu mengingatkannya kepada Dzat yang dirinya adalah hamba sahaya-Nya. Wanita itu mengingatkannya kepada Allah: โ€œWahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah!โ€ Artinya, buatlah antara dirimu dengan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala sebuah pelindung, dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya dalam keadaan penuh rasa takut dan harap.
โ€œBertakwalah kepada Allah, jangan kau buka tutupnya kecuali dengan haknya,โ€ kata wanita itu.

โ€œLalu aku pun berdiri meninggalkannya. Ya Allah, kalau Engkau tahu aku melakukannya karena mengharap Wajah-Mu, maka lepaskanlah kami dari batu ini.โ€ Maka Allah Subhanahu wa Taโ€™ala pun memberi celah lebih lebar daripada sebelumnya, namun mereka belum dapat keluar.

Apa yang mendorongnya meninggalkan wanita itu dalam keadaan dia sudah ada di atas tubuhnya? Apa yang mencegahnya dari kemaksiatan? Tidak ada yang menghalanginya selain kokohnya sikap taโ€™zhim (pengagungan) kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dalam sanubarinya. Tidak ada yang menghentikannya selain kebesaran Rabbnya yang bertahta di hatinya, sehingga menimbulkan rasa takut dan merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Dia segera berdiri karena Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, mengharap pahala dan takut akan siksa-Nya.

Menghormati hak orang lain

Alangkah banyak di antara manusia yang masih suka mengangkangi hak orang lain. Sementara Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih dari Ibnu Masโ€™ud radhiyallahu โ€˜anhu:

ู…ูŽู†ู ุงู‚ู’ุชูŽุทูŽุนูŽ ู…ูŽุงู„ูŽ ุงู…ู’ุฑูุฆู ู…ูุณู’ู„ูู…ู ุจูุบูŽูŠู’ุฑู ุญูŽู‚ูู‘ ู„ูŽู‚ููŠูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ุนูŽุฒู‘ูŽ ูˆูŽุฌูŽู„ู‘ูŽ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุบูŽุถู’ุจูŽุงู†ู

โ€œSiapa yang mengambil harta seorang muslim tanpa alasan yang haq, niscaya dia bertemu dengan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dalam keadaan Dia sangat murka kepadanya.โ€ (HR. Ahmad)

Bayangkanlah hari yang sangat dahsyat tersebut. Ketika manusia dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, dan tidak berkhitan, di saat kita sangat membutuhkan karunia dan rahmat Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Dalam hadits lain yang hampir serupa dengan ini, terkait dengan sumpah, mereka bertanya kepada Rasulullah Shalallahu โ€˜alaihi wa sallam: โ€œWalaupun sebatang kayu arak โ€“untuk siwakโ€“?โ€
Kata beliau: โ€œWalaupun hanya sebatang kayu arak.โ€

Artinya, seandainya kita mengambil sebatang kayu arak dari seorang muslim dalam keadaan dia tidak senang kamu mengambilnya, niscaya kita akan bertemu dengan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dalam keadaan dia murka. Lantas, di mana sikap taโ€™zhim (pengagungan) kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dari orang-orang yang berbuat zalim seperti ini?

Seandainya dia memiliki sikap taโ€™zhim kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, tentulah dia seperti orang yang diceritakan oleh Rasulullah Shalallahu โ€˜alaihi wa sallam dalam hadits ini. Kita perhatikan kisah tentang orang ketiga ini.

Dia menyewa seorang buruh agar bekerja dengan upah yang telah ditentukan, tetapi pekerja itu tidak jadi mengambil upahnya. Dia malah pergi tanpa membuat kesepakatan dengan majikannya agar upahnya dikembangkan. Namun, kedermawanan majikan tersebut mendorongnya mengolah upah buruh tadi sehingga bertambah banyak.

Tak lama, dari upah buruh tadi yang tidak seberapa, harta itu berkembang menjadi berlimpah. Kemudian datanglah si buruh menagih upah yang dahulu dia tinggalkan. Oleh si majikan, harta yang berasal dari upah si buruh diserahkan seluruhnya kepada buruh tersebut.

Dia berkata: โ€œLalu aku berikan kepada buruh itu semua yang telah aku kembangkan dari upahnya. Andai aku mau tentulah tidak aku berikan kepadanya melainkan upahnya semata.โ€ Artinya, dia kuasa untuk tidak memberi buruh tadi harta yang sudah dikembangkannya dalam waktu cukup lama. Akan tetapi, dengan sikap pemurahnya itu, dia menyerahkan semua harta yang diperoleh dari upah buruh tersebut.

Lalu dia pun berkata: โ€œYa Allah, kalau Engkau tahu aku melakukannya demi mengharap rahmat-Mu dan takut akan siksa-Mu, maka lepaskanlah kami.โ€ Maka batu itu pun bergeser dan mereka berjalan keluar dari gua tersebut.
Melalui kisah ini pula kita dapatkan bahwa selamat dari petaka/bencana adalah balasan atas amal perbuatan yang shalih. Betapa besar ganjaran yang diterima oleh mereka yang jujur dan amanah dalam bermuamalah.

Majikan yang jujur dan amanah yang mengembangkan upah buruhnya adalah cermin bagi kita melihat betapa langkanya kejujuran dan amanah itu di sekitar kita saat ini. Dia menyerahkan semua harta yang dihasilkan dari pengembangan upah buruhnya, tanpa meminta imbalan atau bagian atas upayanya mengembangkan upah buruh tersebut. Sementara di sekitar kita, hal ini justru menjadi peluang untuk memperoleh harta tambahan. Wallahul Mustaโ€™an.

Alangkah tepat ungkapan ini:

ุตูŽุจู’ุฑุงู‹ ุฌูŽู…ููŠู„ุงู‹ ู…ูŽุง ุฃูŽู‚ู’ุฑูŽุจูŽ ุงู„ู’ููŽุฑูŽุฌูŽุง
ู…ูŽู†ู’ ุฑูŽุงู‚ูŽุจูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ูููŠ ุงู„ู’ุฃูู…ููˆู’ุฑู ู†ูŽุฌูŽุง
ู…ูŽู†ู’ ุตูŽุฏูŽู‚ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽู†ูŽู„ู’ู‡ู ุฃูŽุฐูŽู‰
ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุฑูŽุฌูŽุงู‡ู ูŠูŽูƒููˆู†ู ุญูŽูŠู’ุซู ุฑูŽุฌูŽุง

Bersabarlah dengan kesabaran yang indah, alangkah dekatnya jalan keluar
Siapa yang senantiasa yakin diawasi oleh Allah dalam semua urusan pasti selamat
Siapa yang jujur terhadap Allah tentu tidak akan celaka
Dan siapa yang mengharapkan-Nya tentu Dia ada di mana pun diharap

Jelaslah, dari hadits ini bahwa ketiga laki-laki mukmin ini, di saat mereka ditimpa malapetaka dan keadaan mengimpit mereka, serta putus asa akan datangnya kelonggaran dari semua jalan selain jalan Allah Tabaraka wa Taโ€™ala satu-satunya, maka mereka pun berlindung dan berdoa kepada-Nya dengan ikhlas, serta menyebutkan amalan-amalan shalih mereka yang dahulu biasa mereka ingat kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala pada waktu-waktu senang, sambil mengharapkan agar Allah Subhanahu wa Taโ€™ala mengetahui keadaan mereka di saat-saat yang sulit. Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam:

ุชูŽุนูŽุฑู‘ูŽูู’ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ูููŠ ุงู„ุฑู‘ูŽุฎูŽุงุกู ูŠูŽุนู’ุฑููู’ูƒูŽ ูููŠ ุงู„ุดูู‘ุฏู‘ูŽุฉู

โ€œIngatlah kepada Allah ketika dalam keadaan senang, tentu Dia mengingatmu pada saat-saat yang sulit.โ€2

Wallahu aโ€™lam.

Footnote:

1 Kira-kira 16 ritl. Ritl adalah ukuran yang dipakai untuk menimbang, dan takarannya berbeda antara satu negeri dengan negeri lainnya. Di Mesir misalnya, 1 ritl= 12 uqiyah, 1 uqiyah= 12 dirham. 1 dirham sendiri = 3,98 gram perak, berarti 1 faraq sekitar 9,17 kg. Adapula yang berpendapat 1 uqiyah= 40 dirham, sehingga 1 faraq sekitar 30,5 kg.

2 Shahih Adabul Mufrad (no. 503), dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu.

2 HR. Ahmad dari Ibnu โ€˜Abbas radhiyallahu โ€˜anhuma dan sanadnya sahih dengan syawahid, lihat Zhilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah (hal. 138), karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu.

Sumber Website: http://asysyariah.com/print.php?id_online=865

Kategori:Hikmah Tobat