Arsip

Posts Tagged ‘iblis’

Bentuk-Bentuk Sesembahan yang Harus Dijauhi oleh Ahlut Tauhid

30 Desember 2010 Tinggalkan komentar

Penulis: Abu Abdirrahman

Saudaraku muslimin, pada beberapa edisi buletin kita yang telah lalu, Anda tentu telah paham apa konsekuensi (tanggung jawab moral) yang mesti dilakukan oleh orang yang benar-benar bertauhid (mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah). Yakni kita wajib beribadah hanya kepada Allah Ta’ala saja, dan wajib pula meninggalkan seluruh jenis peribadatan kepada selain Allah.

Kemudian, hal terpenting lainnya yang juga perlu anda ketahui sekarang adalah apa saja bentuk – bentuk sesembahan (berhala – berhala) yang harus di jauhi oleh orang – orang yang bertauhid itu.

Saudaraku, di dunia ini banyak sekali bentuk-bentuk berhala atau sesembahan yang di agungkan dan di puja-puja oleh umat manusia. Padahal, inilah yang seharusnya diperangi dan di jauhi oleh Ahlut Tauhid (orang-orang yang benar-benar bertauhid). Adapun bentuk-bentuk berhala atau sesembahan tersebut adalah :

Pertama : Al-Ilaahatu min Duunillah (semua bentuk sesembahan atau yang di pertuhankan selain Allah), yaitu segala sesuatu yang diminta tolong untuk mendatangkan manfaat atau menolak bala’ (marabahaya) selain Allah. Bentuknya banyak sekali, diantaranya : Pohon-pohon yang di keramatkan, batu-batuan (arca atau patung) yang disembah, jin-jin dan setan, orang-orang yang telah mati, kuburan-kuburan para wali atau kyai yang di keramatkan, keris pusaka, cincin akik dan segala jenis jimat, dan lain-lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu, apabila di katakan kepada mereka : “(Ucapkanlah) Laa ilaaha illalloh (tidak ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah)”, maka mereka menyombongkan diri seraya berkata : “Apakah kita harus meninggalkan sesembahan (tuhan-tuhan) kita (selain Allah), hanya untuk menuruti penyair yang gila ini ? “ (QS. Ash-Shoffaat : 35-36).

Dalam ayat yang mulia ini, kita tahu bahwa orang-orang musyrik itu memiliki banyak tuhan. Dan ketika mereka di ajak untuk menjauhi segala bentuk sesembahan atau tuhan-tuhan selain Allah itu, mereka enggan dan menyombongkan diri, karena hati mereka telah terpaut dengan sesembahan itu.

Kedua : “At-Thowaaghiit “(para thoghut), yakni segala sesuatu yang di sembah, di ikuti dan di taati melebihi batas kedudukannya sebagai hamba Allah. Bentuknya banyak sekali, tetapi tokoh – tokoh utamanya ada lima, yakni :

1. Iblis la’natullah ‘alaih ( semoga Allah terus menerus melaknatinya )

2. Orang yang di sembah, diagungkan dan di puja-puja oleh orang lain dan dia ridha (senang) dengan perbuatan tersebut, baik orangnya ini masih hidup atau sudah mati.

3. Orang yang mengajak atau memerintahkan orang lain untuk menyembah dirinya (menyembah orang yang memerintahnya), baik ajakannya ini disambut / di ikuti oleh orang atau tidak.

4. Orang yang mengaku-ngaku tahu hal-hal yang ghoib. Namanya banyak sekali, baik itu tukang dukun, tukang ramal, paranormal, orang pinter, orang yang sakti mandra guna dan yang sejenisnya.

5. Orang yang menghukumi sesuatu selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. (lihat penjelasan tokoh – tokoh utama thoghut ini dalam kitab Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 153 – 155, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah).

Sementara itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “……(karena itu) barang siapa kufur (ingkar) kepada thoghut, dan hanya beriman kepada Allah saja, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang amat kuat (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh), yang tidak akan putus …..”(QS. Al-Baqoroh : 256).

Ketiga : Al – Andaad (sekutu-sekutu atau tandingan-tandingan selain Allah dalam hal ibadah), yakni segala sesuatu yang menghalangi seseorang yang melaksanakan ajaran agama Islam dengan benar, yang di cintai seperti mencintai Allah. Bentuknya banyak sekali, diantaranya : Istri-istri, anak-anak, tempat tinggal, keluarga, harta benda, jabatan dan lain-lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan diantara sebagian manusia, ada yang mengambil (menjadikan) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (sekutu), mereka mencintai tandingan-tandingan itu seperti layaknya mencintai Allah, sedangkan orang-orang yang beriman itu sangat cinta kepada Allah….”  (QS. Al-Baqoroh : 165).

Rasulullah Sholallahu ‘alahi wa sallam bersabda : “Barang siapa mati dalam keadaan masih menyembah kepada tandingan / sekutu selain Allah, niscaya dia masuk neraka. “(HR. Bukhori).

Begitulah akibat yang harus ditanggung oleh orang yang mencintai tandingan-tandingan selain Allah, Kita lihat, banyak orang yang mencintai keluarga, harta benda, jabatan atau kekuasaan dan lain-lain, hingga melalaikan kewajiban ibadah kepada Allah, atau bahkan mengabaikan hak – hak Allah sama sekali. Wal ‘iyyadzu billah.

Keempat : Al-Arbaab (Tuhan-tuhan), yakni orang-orang yang membuat syariat baru (yang menyelisihi syari’at Allah), yang isinya menghalalkan apa yang di haramkan apa yang di halalkan oleh-Nya, lalu syari’atnya ini diikuti oleh para pengikutnya. (Lihat Kitab Al-Qoulul Mufid ‘alaa KitabAt-Tauhid(2/260), karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah).

Allah menceritakan tentang hal ini dalam firman – Nya : “…..mereka (orang-orang yang Nasrani itu) menjadikan Ahbar (pendeta/pendeta / alim ulama) mereka dan Ruhban (rahib-rahib / biarawan / para ahli ibadah) mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah….”(QS. At-Taubah : 31).

Maksudnya, orang – orang nasrani telah mengangkat pendeta-pendeta dan biarawan-biarawan mereka sebagai tuhan – tuhan selain Allah, karena ketika para pendeta itu mengharamkan apa yang di halalkan oleh Allah, maka mereka (umat nasrani itu) pun mematuhinya. Contohnya : Para pendeta itu mengharamkan nikah bagi para biarawan agar menjadi ahli ibadah, maka merekapun taat kepadanya. Para pendeta itu pun juga berani menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, seperti memakan daging babi, meminum-minuman keras dan lain-lain., maka orang-orang nasrani yang dungu itupun mengikutinya. Sikap taklid mereka seperti itu sama artinya dengan menjadikan para pendeta dan para biarawan itu sebagai tuhan-tuhan selain Allah.

Dan di kalangan umat Islam inipun ada orang-orang yang menyerupai perbuatan orang-orang nasrani. Mereka menjadikan para ulama, kyai, pemimpin agama atau tokoh-tokoh masyarakat mereka yang sesat sebagai sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Ketika para kyai itu berani menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang di halalkan oleh Allah, maka orang-orang yang awwam dan bodoh tentang agama ini pun mengikutinya. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.

Saudaraku muslimin, itulah empat macam atau empat bentuk sesembahan (tuhan-tuhan yang di puja selain Allah) yang harus kita jauhi, bila kita benar-benar Ahlut Tauhid. Karena itu waspadalah darinya. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang di sabdakan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illalloh”’ lalu mengingkari apa saja yang di sembah selain Allah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Muslim, Ahmad dan At-Thobroni)
Wallahu a’lamu bish showwab !

Maroji’ :
Dinukil dari kumpulan risalah Soal Jawab masalah Aqidah oleh Al-Ustadz Agus Su’aidi, kemudian diolah dan disusun kembali dengan beberapa perubahan dan tambahan oleh Abu Abdirrahman.

Sumber : BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 12 / Muharram / 1425

Sumber Website: http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=313

Noda-noda Maksiat

Ketika kita melewati tempat penimbunan sampah, anda pasti mencium bau yang tidak sedap, lalu anda secara refleks menutup hidung dengan tangan atau sapu tangan anda. Jika anda mengatakan, “Saya tidak mencium bau yang tidak sedap itu” maka, orang yang mendengarnya bakal mengatakan bahwa hidung anda sedang tidak sehat, mungkin terkena flu berat atau lainnya.

Di waktu yang sama, anda melihat para pemulung yang asyik mengais sampah, seolah-solah tidak merasa terganggu oleh bau yang tidak sedap itu. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa dengan bau tersebut sehingga menjadi biasa-biasa saja.

Beginilah perumpamaan orang yang telah terbiasa dengan maksiat yang menyebabkan hati mereka terkotori oleh noda-noda kemaksiatan. Mereka tidak dapat lagi mencium bau busuk kemaksiatan, akibat tebalnya noda-noda maksiat yang menempel pada dinding hatinya, sehingga menghalangi cahaya keimanan menembus kegelapan hatinya. Oleh karena itu, tatkala berbuat maksiat mereka tidak dapat lagi menerima cahaya sebagaimana yang dirasakan oleh hati yang diterangi dengan lentera keimanan. Jika kalian membacakan dan menyampaikan petunjuk, dan nasihat ilahi kepadanya, maka ia gusar, bahkan menolaknya karena kerasnya hati yang diselimuti oleh “noda” dan “karat” maksiat.

Dosa dan maksiat (seperti, bermusik, cukur jenggot, makan riba, minum khomer, zina, gossip, dusta, pacaran, memandang dan menyentuh lawan jenis bukan mahram, mencuri, sogok, dan lainnya), semua ini telah menutupi hatinya sebagaimana firman Allah,

“Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”. (QS. Al-Muthoffifin:14 ).

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,

“Sesungguhnya orang yang beriman jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari perbuatannya) maka mengkilaplah hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka titik hitam itupun bertambah hingga memenuhi hatinya.” [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]

Wahai saudaraku, sampai kapankah engkau mau terus berada dalam kubangan kemaksiatan? Berlumuran dengan dosa dan penyimpangan, mendurhakai Rabb yang telah menciptakanmu dan memberi segala apa yang engkau butuhkan di dalam kehidupan ini.

Apakah engkau tidak berpikir? Allah -Azza wa Jalla- telah memberikan kepadamu kesehatan, harta benda, anak-anak dan segala kebutuhan yang lainnya, lalu engkau menggunakannya untuk durhaka dan bermaksiat kepadanya?

AlImam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata dalam Shoid Al-Khothir (hal. 195-196), “Seyogyanya bagi setiap orang yang memiliki hati, dan pikiran agar khawatir terhadap akibat maksiat, karena tidak ada hubungan kerabat, dan silaturrahni antara seorang anak Adam dengan Allah. Allah hanyalah Penegak dan Pemutus keadilan. Jika kelembutan Allah mampu meliputi (menutupi) dosa-dosa. Cuman jika Allah ingin mengampuni dosa itu, maka Dia akan mengampuni segala dosa yang besar. Jika hendak menyiksa seseorang, maka Allah akan menyiksanya, dengan siksaan yang masih dianggap ringan. Maka takut dan khawatirlah kalian. Sunnguh aku telah menyaksikan beberapa kaum dari kalangan orang-orang yang hidup mewah bergelimang dalam kezhaliman dan maksiat, yang tersembunyi maupun yang nampak. Mereka telah lelah dari arah yang mereka tak sangka; merekapun meninggalkan prinsipnya, dan membatalkan sesuatu yang mereka bangun berupa aturan-aturan yang mereka telah buat untuk keturunan mereka. Perkara itu tidaklah terjadi, kecuali karena mereka telah melalaikan hak-hak Allah -’Azza wa Jalla-. Mereka menyangka bahwa apa yang mereka lakukan berupa kebaikan mampu menghadapi segala sesautu yang sedang terjadi berupa kejelekan (maksiat). Akhirnya, bahtera imaginasi mereka melenceng, lalu masuk kedalam air berbahaya yang menenggalamkannya… Takutlah kepada Allah, senantiasalah kalian merasa diawasi oleh Allah”.

Ingatlah, bumi tempat kita berbuat maksiat, akan mengabarkan apa yang telah kita lakukan di atasnya, kaki yang kita gunakan untuk melangkah, tangan yang kita gunakan untuk memegang, mata yang kita gunakan untuk melihat, telinga untuk mendengar dan lainnya, semuanya akan memberikan persaksian terhadap apa yang telah diperbuatnya dipengadilan yang terbesar dan teradil kelak.

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati seluruhnya akan dimintai pertanggung jawaban” (QS. Al-Isra’: 36)

Ahli Tafsir Negeri Andalusia, Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata ketika menafsirkan ayat ini dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (10/225), “Maksudnya, setiap badan itu akan ditanyai tentang apa yang ia lakukan; hati akan akan ditanyai tentang sesuatu yang ia pikirkan, dan yakini; telinga dan pandangan akan ditanyai tentang apa yang ia lihat dan dengar dari hal itu”.

Sadarlah wahai saudaraku, sesungguhnya jasad kita amatlah rapuh jika dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti batu, tanah, gunung dan lain-lain. Keistimewaan kita dari makhluk yang lain hanyalah terletak pada akal kita. Akal kita pun sangat terbatas kemampuannya bila dibandingkan dengan kekuasaan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Maka janganlah engkau tertipu dengan kecerdasan akal yang ada pada dirimu. Jangan sekali-kali engkau menjadi congkak, sombong dan keras kepala karena godaan setan dan hawa nafsu.

“Dan apakah manusia tidak memperhatikan, bahwa kami menciptakannya dari setitik air (mani), lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata” (QS. Yasin: 77)

Janganlah engkau menjadikan setan sebagai teman karibmu, sebab Allah telah melarang kita untuk mengikuti langkah-langkahnya yang akan menghantarkan kita kedalam jurang kebinasaan dan memerintahkan kita untuk menjadikannya sebagai musuh. Karena peperangan antara kita dan mereka akan terus berlangsung hingga ajal tiba.

Ingatlah! Sesungguhnya panglima mereka, Iblis -la’natullah ‘alaihi- telah bersumpah dihadapan Allah –Subhanahu wa Ta’ala

“Sungguh demi keagungan-Mu, benar-benar aku akan menyesatkan mereka semua” (QS.Shood: 82)

Iblis juga berkata dengan sombong,

“Dia (Iblis) berkata, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan dan belakang, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raaf: 16-17)

Janganlah engkau tergoda kepada bisikan-bisikannya yang membuatmu jadi orang yang durhaka kepada Ar-Rahman dan termasuk orang yang menyesal dengan penyesalan yang sangat besar, karena kelak di hari kiamat Iblis akan berlepas diri darimu dan mengingkarimu sebagaimana Allah –’Azza wa Jalla- telah mengabarkan di dalam firman-Nya,

Dan ingatlah pada hari ketika orang-orang dzolim menggigit jari-jarinya menyesali perbuatannya, seraya berkata” wahai sekiranya dulu aku mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman karibku, sungguh dia (setan) telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku dan setan itu tidak mau menolong manusia” .(QS. Al-Furqaan: 27-29)

Maka setan pun membantah dan mengingkarinya. Allah -Ta’ala- berfirman,

“(Setan) yang menyertainya berkata, “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh . (QS. Qaaf: 27)

Allah -Ta’ala- berfirman,

“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku mengajak kamu lalu kamu mematuhi ajakanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungghunya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu. “Sungguh orang yang dzholim akan mendapat siksaan yang pedih” . (QS. Ibrahim: 22).

Kemudian Allah -Azza wa Jalla- menghardik mereka dengan hardikan yang sangat menghinakan,

“Allah berfirman, “Janganlah kamu bertengkar dihadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. Keputusan disisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku” (QS. Qaaf: 28-29)

Bukankah engkau takut dengan panasnya api neraka? Lalu kenapa engkau bergegas menghampirinya dengan menimbun dosa? Bukankah engkau ingin masuk ke dalam surga dan merasakan segala kenikmatannya? Namun mengapa engkau tidak mau beramal untuk meraihnya? Engkau tiap hari melihat orang yang meninggal dunia, namun engkau tidak mengambil pelajaran darinya. Sudah berapa janji yang telah engkau ucapkan kepada Rabb-mu, namun engkau sendiri yang melanggarnya. Sudah seyogyanya engkau malu di hadapan Allah.

Oleh karena itu, kembalilah kepada Tuhan-mu! Janganlah engkau menunda-nunda taubatmu hingga engkau tidak mampu lagi untuk melakukannya. Ibarat seorang pemuda yang ingin mencabut sebuah pohon yang masih kecil, maka hal itu tidaklah sulit baginya. Namun apabila ia mengulur-ulur waktu, maka pohon itu akan semakin membesar dan akarnya akan semakin kuat tertancap ke dalam bumi, dan ia pun akan semakin tua dan melemah sehingga ia tidak mampu lagi untuk mencabutnya.

Abdur Rahman Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata dalam Shoidul Khothir (hal.210-211), “Maha Suci Sang Raja Maha Agung (Allah) yang barangsiapa yang mengenalnya, maka ia akan takut kepada-Nya; barang siapa yang merasa aman terhadap makar-Nya, maka ia tak akan mengenal-Nya. Sungguh aku telah merenungi suatu perkara yang amat agung, yaitu Allah –Azza wa Jalla- selalu memberi penangguhan sampai seakan Dia lalai. Maka anda akan melihat tangan orang-orang yang suka bermaksiat dalam keadaan bebas, seakan-akan tak ada yang menghalanginya. Jika ia semakin bebas, dan akal lepas, maka Allah akan memberikan hukuman kepada orang itu seperti hukuman raja yang sombong. Penangguhan (hukuman dosa) itu hanyalah untuk menguji kesabaran orang yang bersabar, dan mengulurkan penangguhan bagi orang yang zholim. Maka tegarlah orang yang sabar ini di atas kesabarannya, dan si zholim ini diberi balasan atas kejelekan perbuatannya”.

Janganlah engkau memandang remeh dosa-dosa yang kau lakukan, namun lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat. Janganlah engkau memandang remeh dosa-dosa, karena engkau akan menyesalinya kelak, dan janganlah kalian memandang remeh dosa-dosa, karena sesungguhnya tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan istighfar, sebab gunung itu berasal dari kerikil-kerikil kecil.

Cobalah renungi peringatan Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa Sallam– tentang bahaya meremehkan dosa-dosa kecil

“Jauhilah kalian dosa-dosa kecil, karena perumpamaan dosa-dosa kecil itu laksana suatu kaum yang singgah disuatu lembah kemudian masing-masing membawa sebatang ranting, hingga mreka dapat mngumpulkan kayu yang cukup untuk memasakkan roti mereka. Sesungguhnya pelaku dosa-dosa kecil tatkala disiksa dengan sebab dosa-dosa yang dianggap remeh, (niscaya) hal itu akan membinasakannya”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (22860), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (10500), dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (7267). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (389)]

Al-Hafizh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Diantara dampak buruk maksiat, seorang hamba senantiasa melakukan dosa sampai dosa itu akan remeh menurutnya, dan terasa kecil dalam hatinya. Itulah tanda kebinasaan, karena dosa jika semakin kecil dalam pandangan seorang hamba, maka akan semakin besar urusannya di sisi Allah”. [Lihat Ad-Daa’u wad Dawaa’ (hal. 93-94), cet. Dar Ibnul Jauziy, dengan tahqiq Ali bin Hasan Al-Atsariy]

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 40 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Pentobat Maksiat menukil dari: http://almakassari.com/artikel-islam/akhlak/noda-noda-maksiat.html