Arsip

Posts Tagged ‘tiwalah’

Hukum Jimat Bertuliskan Ayat Al-Qur’an

28 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis:

Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz bin ‘Abdullâh bin Bâz rahimahullâh

Tanya:

Apakah termasuk syirik, penulisan penangkal/jimat dari ayat Al-Qur’an dan lainnya, serta menggantungkannya di leher1?

Jawab:

Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَ التَّمَائِمَا وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, tiwalah2 itu termasuk perbuatan syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya)

Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan, demikian juga Abu Ya’la dan Al-Hakim serta ia menshahihkannya dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلا أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ قَدْ أَرَكَ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلا وَدَعَ اللهُ لَهُ

“Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan baginya (urusan)nya dan barangsiapa menggantungkan wad’ah3 maka Allah tidak akan menentramkannya.”

Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkannya melalui jalan lain dari ‘Uqbah bin ‘Amir dengan lafadz:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa menggantungkan tamimah/jimat maka ia telah berbuat syirik.”

Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Sedang tamimah itu maknanya adalah sesuatu yang digantungkan pada anak-anak atau orang lain dengan tujuan menolak bahaya mata hasad, gangguan jin, penyakit, atau semacamnya. Sebagian orang menyebutkannya hirzan/penangkal, sebagian lagi menamainya jami’ah4. Benda ini ada dua jenis:

Salah satunya: yang terbuat dari nama-nama setan, dari tulang, dari rangkain mutiara atau rumah kerang, paku-paku, symbol-simbol yaitu huruf-huruf yang terputus-putus atau semacam itu. Jenis ini hukumnya haram tanpa ada keraguan karena banyaknya dalil yang menunjukkan keharamannya. Dan itu merupakan salah satu bentuk syirik kecil berdasarkan hadits-hadits tadi serta berdasarkan hadits yang semakna dengannya. Bahkan bisa menjadi syirik besar bila orang yang menggantungkan/memakainya meyakini bahwa benda-benda itulah yang menjaganya atau menghilangkan penyakitnya tanpa izin Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kehendak-Nya.

Kedua: sesuatu yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semacam itu dari doa-doa yang baik. Untuk jenis ini para ulama berbeda pendapat, sebagian mereka membolehkannya dan mengatakan bahwa hal itu sejenis dengan ruqyah/jampi-jampi yang diperbolehkan.

Sedang sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa itu juga haram. Mereka berhujjah dengan dua hujjah:

Pertama: keumuman hadits-hadits yang melarang jimat-jimat dan yang memperingatkan darinya serta menghukuminya bahwa itu adalah perbuatan syirik. Sehingga tidak boleh mengkhususkan sebagian jimat untuk diperbolehkan, kecuali berdasarkan dalil syar’i yang menunjukkan kekhususan.

Adapun tentang ruqyah, maka hadits-hadits yang shahih menunjukkan bahwa jika dari ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang diperbolehkan, maka itu tidak apa-apa, bila dengan bahasa yang diketahui maknanya serta yang melakukan ruqyah tidak bersandar pada ruqyah itu, ia hanya meyakini itu sebagai salah satu sebab. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا

“Tidak mengapa dengan ruqyah selama itu tidak termasuk dari syirik.”

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah melakukannya serta sebagian sahabatnya juga pernah melakukannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

لا رُقْيَةَ إِلا مِنْ عَيْنِ أَوْ حُمَةٍ

“Tidak ada ruqyah melainkan dari (gangguan) mata hasad atau sengatan serangga berbisa.”

Dan hadits-hadits tentang hal ini banyak.

Adapun tentang tamimah/jimat, maka tidak ada sedikit pun dari hadits-hadits yang mengecualikan dari keharamannya. Sehingga, wajib mengharamkan semua jenis jimat/tamimah, dalam rangka mengamalkan dalil-dalil yang bersifat umum.

Kedua: menutup pintu-pintu menuju perbuatan syirik. Ini termasuk salah satu perkara penting dalam syariat. Dan sebagaimana diketahui, bila kita perbolehkan jimat-jimat dari ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang mubah, maka akan terbuka pintu syirik serta akan menjadi rancu antara tamimah yang boleh dan yang dilarang. Serta akan terhambat pemilahan antara keduanya, kecuali dengan rumit. Maka wajib menutup pintu ini dan menutup jalan menuju kesyirikan.

Pendapat inilah yang benar karena kuatnya dalilnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala– lah yang member taufiq.

(Diterbitkan di Majalah Jami’ah Islamiyyah edisi 4 tahun 6 bulan Rabi’ul Akhir tahun 1394H hal. 175-182. Dinukil dari Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah jilid II, Judul: Ijabah ‘an As’ilah Mutafarriqah, haula Kitabati At-Ta’awidz bil Ayat…)

Footnote:

1.  Atau di rumah, di toko, di mobil, di kantor, dan lain-lain.

2. Jimat atau semacamnya yang dipakai untuk menumbuhkan rasa cinta seorang wanita kepada lelaki atau sebaliknya, semacam pelet.

3.  Sesuatu yang dikeluarkan dari laut, semacam rumah kerang yang berwarna putih, dipakai untuk tolak bala.

4.  Di masyarakat kita lebih dikenal dengan jimat.

(Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 36/1428H/2007, kategori: Problema Anda, hal. 66-67. Dinukil untuk http://akhwat.web.id. Silakan mengcopy dan memperbanyak dengan menyertakan sumbernya)

Sumber Website:

http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/hukum-jimat-bertuliskan-ayat-alquran/

Jimat dan Jampi-jampi

30 Desember 2010 1 komentar

Penulis: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc

Praktik perdukunan tidak bisa lepas dari jimat, mantra, dan jampi-jampi. Di masyarakat Arab jahiliah pun hal ini telah demikian dikenal.

Jimat-jimat dikenal dengan istilah tamimah, mantra dan jampi-jampi dikenal dengan ruqyah, pelet atau pengasihan dikenal dengan tiwalah. Tentu saja jika kita bicara istilah maka akan ada saja perbedaan sebutan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Namun hakikatnya semuanya sama, baik itu dinamai jimat, hizb, rajah, pelet, pengasihan, pelarisan, atau apa saja.

Yang kita ingin kaji di sini adalah hukum memakai hal-hal tersebut, baik dengan digantungkan di mobil, di rumah, di toko-toko, atau warung makan. Untuk itu mari kita menyimak hadits Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (Shahih, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad. Lihat Shahih Jami’ Ash-Shaghir no. 1632)

Tamimah adalah sesuatu yang biasa digantungkan pada anak-anak dengan tujuan melindungi dari malapetaka. Inilah yang biasa kita sebut dalam bahasa kita dengan jimat atau sejenisnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebutnya syirik dan hal ini terlarang, karena dengan itu berarti seseorang mengharap pertolongan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sementara tidak ada yang dapat menolak bala kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, tidak boleh dimintai perlindungan dari gangguan semacam itu kecuali dari Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Sebagian ulama juga menjelaskan bahwa hal itu masuk dalam kategori syirik akbar bila meyakini bahwa benda tersebut yang memberinya manfaat serta menyelamatkannya dari madharat. Bisa pula masuk dalam kategori syirik kecil bila meyakini bahwa benda itu hanya menjadi sebab keselamatan atau kemujuran, namun hakikatnya yang memberinya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bagaimanakah Hukumnya Bila Jimat Itu Dibuat Murni dari Ayat Al-Qur’an?

Pendapat yang terkuat dalam hal ini bahwa ini termasuk dilarang. Ini adalah pendapat sejumlah sahabat di antaranya Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, yang nampak dari pendapat Hudzaifah, ’Uqbah bin ’Amir, dan Ibnu Ukaim. Juga pendapat banyak dari kalangan tabi’in dan salah satu pendapat Al-Imam Ahmad.

Yang menguatkan pendapat ini adalah tiga hal:

1. Larangan dalam hadits bersifat umum, mencakup jimat dari apapun. Tidak ada yang mengkhususkannya.

2. Dalam rangka menutup pintu kejelekan. Karena bila hal ini dibolehkan akan menyeret kepada pemakaian tamimah yang lain.

3. Bila ini digantungkan pada seseorang, niscaya berakibat menghinakannya dengan membawanya saat buang air, cebok, dan yang semacamnya. (Fathul Majid)

Pembaca yang kami hormati, jika demikian hukum jimat –meski murni terbuat dari tulisan ayat-ayat Al-Qur’an– lantas bagaimana dengan yang lain, semacam yang dicampur antara ayat-ayat dengan huruf-huruf yang terputus-putus, angka-angka, atau garis-garis?

Jangan sampai kita terkecoh dengan tulisan-tulisan huruf Arab dalam jimat tersebut, karena itu terkadang bukan ayat bahkan bukan bahasa Arab. Hanya hurufnya saja yang Arab, namun tidak bisa dipahami karena bukan bahasa Arab. Yang dikhawatirkan ini justru merupakan rumus-rumus kekafiran. Bisa jadi di dalamnya terkandung doa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, kata-kata kekafiran, celaan terhadap Islam atau ayat Al-Qur’an, bahkan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Jelas ini hukumnya haram.

Ruqyah, adalah bacaan-bacaan yang dibacakan dengan niat untuk kesembuhan atau tolak bala atau semisalnya, itulah yang disebut dalam bahasa kita dengan jampi-jampi. Dalam hadits-hadits, ruqyah ada dua macam. Salah satunya yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallamsebut dalam hadits yang telah lewat yaitu yang syirik, yaitu yang terdapat padanya permohonan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang kedua adalah ruqyah yang syar’i, yang dibolehkan bahkan dianjurkan oleh Islam, yaitu yang terkumpul padanya tiga syarat:

1. Dengan kalamullah, ayat-ayat Al-Qur’an, atau dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya.

2. Dengan bahasa Arab dan yang diketahui maknanya.

3. Meyakini bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, namun dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Fathul Majid)

Maka ruqyah yang tidak terpenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut maka tidak boleh dan haram.

Demikianlah hukum mantra-mantra. Walaupun terkadang disisipi ayat-ayat Al-Qur’an, namun faktanya juga dicampur dengan bacaan-bacaan lain yang jelas haram, atau yang tidak diketahui maknanya yang dikhawatirkan mengandung doa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, penghinaan terhadap Islam, atau perkara-perkara haram yang lain.

Adapun tiwalah, yaitu pelet, pengasihan, atau sejenisnya, termasuk syirik karena dengan itu seseorang berarti telah memohon kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sumber Website: http://asysyariah.com/print.php?id_online=831