Arsip

Archive for the ‘Warna Warni Maksiat’ Category

ROKOK HARAM DALAM ISLAM

1 Februari 2017 Tinggalkan komentar

๐Ÿ’ฅโŒโ›”๐Ÿ”ฅ ROKOK HARAM DALAM ISLAM

โœ๐Ÿป Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:

ยซูˆุงู„ุฏุฎุงู† ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุดุฑุจู‡ ูˆู„ุง ุจูŠุนู‡ ูˆู„ุง ุงู„ุชุฌุงุฑุฉ ููŠู‡ ู„ู…ุง ููŠ ุฐู„ูƒ ู…ู† ุงู„ู…ุถุงุฑ ุงู„ุนุธูŠู…ุฉ ูˆุงู„ุนูˆุงู‚ุจ ุงู„ูˆุฎูŠู…ุฉยป

“Rokok tidak boleh dihirup, tidak boleh diperjualbelikan, dan tidak boleh diperdagangkan, karena mengandung bahaya besar dan akibat buruk.”

๐Ÿ“š Majmu’ul Fatawa, jilid 6 hlm. 456

๐ŸŒ Sumber || https://twitter.com/fzmhm12121/status/816356202791796738

โšช WhatsApp Salafy Indonesia
โฉ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž

Anak ล…ล‘ฦž6Kยฎ0ล„6 .

7 Desember 2011 1 komentar

Penulis: Abdurrahman


Sobat Tashfiyah,

pernah dong kamu melihat teman-teman kamu nongkrong di pinggir jalan? Atau, justru kamu sendiri yang sukanya nongkrong-nongkrong (hayo)? Tahu nggak? Ternyata, ajaran Islam yang kamu anut sudah mengatur acara kongkow-kongkow di pinggir jalan ini. Apa itu? Jedeng dengโ€ฆ Baca ada dehโ€ฆ

1. Jagalah Mata. Jangan Kau Kotori.

Mata adalah jendela hati. Jika jendelanya melihat barang-barang yang kotor, nanti apa yang masuk ke hati juga hal-hal yang kotor. Sayangi mata kamu. Kami nggak promosiin tetes mata kok. Kami mau mengingatkan firman Allah taโ€™ala:

โ€œKatakan kepada orang-orang mukmin laki-laki untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakan kepada orang-orang mukmin perempuan untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan merekaโ€ฆโ€ [Q.S. An-Nur:30-31]. Jadi, kalau kamu mau cuci mata, bukan dengan melihat apa yang Allah haramkan. Baca aja Kalamullah, dijamin, mata kamu menjadi terang di hari kiamat nanti, Insya Allah.

2. Tidak Mengganggu.

Kamu mengaku muslim โ€˜kan? Kalau ya (tapi masak sih nggak), kamu harus mengamalkan hadits Rasulullah ` yang maknanya seperti ini, โ€œSeorang muslim adalah orang yang muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya.โ€ [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Jadi, nggak ada kamusnya seorang muslim jadi preman yang lagi mangkal di pinggir jalan.

3. Perintah Yang Baik, Larang Yang Buruk.

Salah satu adab seorang muslim waktu di pinggir jalan adalah memerintahkan yang maโ€™ruf dan melarang yang mungkar. Rasulullah ` pernah mengatakan, โ€œJauhilah oleh kalian untuk duduk-duduk di jalan.โ€ Para sahabat mengatakan, โ€œKami harus melakukannya. Itu hanya tempat kami berbincang.โ€ Rasulullah ` pun mengatakan, โ€œJika kalian enggan kecuali untuk duduk-duduk, maka tunaikanlah hak di jalan.โ€ Mereka menanyakan, โ€œApa itu hak di jalan?โ€ Rasulullah ` menjawab, โ€œMenundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam, dan memerintahkan yang maโ€™ruf serta melarang dari yang mungkar.โ€ [H.R. Al-Bukhari dari Abu Saโ€™id Al-Khudri z].

4. Mulutmu. Harimaumu.

Hati-hati sama yang namanya mulut. Kenapa? Karena mulut memiliki lidah tak bertulang *Lho apa hubungannya?*. Serius, mulut ini bisa menjerumuskan kamu ke dalam neraka. Coba simak sabda Rasulullah ` berikut ini (langsung diterjemahkan ke bahasa Indonesia aja yah), โ€œSesungguhnya seorang hamba mengatakan suatu kalimat, ternyata bisa menyebabkannya turun ke dalam neraka yang lebih jauh daripada timur dan barat.โ€ [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Makanya, kalau nggak mau jatuh ke neraka gara-gara mulut kamu, jaga harimaumu!

5. Makan Bangkai Nggak Enak Lho.

Tahu nggak sih kalau seringkali tanpa sengaja kita makan bangkai saudara kita? Allah taโ€™ala berfirman (yang artinya), โ€œDan janganlah sebagian kalian mengghibahi yang lainnya. Apakah salah seorang dari kalian suka untuk memakan daging saudaranya yang telah mati sehingga dia membencinya.โ€ [Q.S. Al-Hujurat:12]. Ghibah adalah menyebutkan apa yang saudaranya benci tanpa diketahuinya (boleh kamu sebut: gosip, ngerumpi, ngomongin orang, atau yang lainnya).

Seorang ulama, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah v, menjelaskan di dalam bukunya Iโ€™lamul Muwaqqiโ€™in bahwa penyerupaan ghibah dengan memakan bangkai saudaranya karena ghibah biasanya rasanya nikmat seperti makan; dengan menyebutkan kejelekan saudaranya muslim tapi saudaranya ini tidak bisa membela dirinya seperti manusia yang mati. Intinya, nggak usah ghibah deh.

6. Perhatikan Waktumu.

Waktu adalah ibadah, ini prinsip seorang muslim sejati. Kamu muslim sejati โ€˜kan? Nggak pantas dong kamu melalaikan waktu kamu. Jangan sampai gara-gara keasyikan nongkrong jadi lupa deh tugas-tugas wajibnya, apalagi shalatnya.

7. Majelis Nongkrong = Majelis Dzikir.

Biar nongkrong kamu nggak rugi, ada sebuah tips yang dikasih oleh Rasulullah `. Beliau ` bersabda (artinya), โ€œTidaklah suatu kaum duduk dalam suatu majelis tapi dia tidak berdzikir kepada Allah dan tidak bershalawat kepadaku, kecuali hal itu akan menjadi penyesalan baginya. Jika Allah kehendaki, Dia akan mengazabnya, jika Allah kehendaki, Dia akan mengampuninya.โ€ [H.R. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani].

Nah, itu tadi hal-hal yang perlu kamu perhatikan waktu nongkrong. Kalau kamu nongkrongnya kayak gitu, boleh deh nongkrongnya. Kalau nggak, buang aja kebiasaan nongkrong kamu itu, ganti dengan kebiasaan yang lebih bermanfaat dan bernilai di sisi Allah.

Nongkrong di Majelis Taโ€™lim

Nongkrong sambil dikerubungi malaikat. Mau? Bisa. Caranya, tinggal datang aja ke majelis taklim yang dasarnya Al-Quran dan sunnah, tongkrongin tuh majelis. Datang dengan baju rapi, duduk yang manis, terus dengerin baik-baik nasihatnya. Insya Allah malaikat turun dan mengelilingi majelis kamu. Nggak cuma itu, rahmat juga akan turun ke dalam majelis ini plus seabrek keutamaan lainnya. Soalnya, Rasulullah ` pernah bersabda (yang artinya), โ€œTidaklah suatu kaum berkumpul di dalam sebuah rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, saling mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenteraman, rahmat akan meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka pada makhluk yang di sisi-Nya (malaikat).โ€ [H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah z]. Sebenarnya, nggak cuma ini yang kamu dapatkan kalau kamu datang ke majelis taโ€™lim, masih banyak hadits yang menjelaskan tentangnya. Cuma, kalau kami sebutkan semuanya, nanti halaman kita tambah paaanjaang dan leeebaaar, jadinya rubrik yang lain nggak kebagian tempat dong *curhat*. Ya udah ya. Allahu aโ€™lam bish shawab.

Sumber:http://tashfiyah.net/?p=816

Etika Pengguna Jalan

28 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al Ustadz Hammad Abu Muawiyah

Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam beliau bersabda:

ุฅููŠู‘ูŽุงูƒูู…ู’ ูˆูŽุงู„ู’ุฌูู„ููˆุณูŽ ูููŠ ุงู„ุทู‘ูุฑูู‚ูŽุงุชู ู‚ูŽุงู„ููˆุง ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู…ูŽุง ู„ูŽู†ูŽุง ุจูุฏู‘ูŒ ู…ูู†ู’ ู…ูŽุฌูŽุงู„ูุณูู†ูŽุง ู†ูŽุชูŽุญูŽุฏู‘ูŽุซู ูููŠู‡ูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ููŽุฅูุฐูŽุง ุฃูŽุจูŽูŠู’ุชูู…ู’ ุฅูู„ู‘ูŽุง ุงู„ู’ู…ูŽุฌู’ู„ูุณูŽ ููŽุฃูŽุนู’ุทููˆุง ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู‚ูŽ ุญูŽู‚ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ููˆุง ูˆูŽู…ูŽุง ุญูŽู‚ู‘ูู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุบูŽุถู‘ู ุงู„ู’ุจูŽุตูŽุฑู ูˆูŽูƒูŽูู‘ู ุงู„ู’ุฃูŽุฐูŽู‰ ูˆูŽุฑูŽุฏู‘ู ุงู„ุณู‘ูŽู„ูŽุงู…ู ูˆูŽุงู„ู’ุฃูŽู…ู’ุฑู ุจูุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุฑููˆูู ูˆูŽุงู„ู†ู‘ูŽู‡ู’ูŠู ุนูŽู†ู’ ุงู„ู’ู…ูู†ู’ูƒูŽุฑู

โ€œHindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!โ€ Para sahabat bertanya, โ€œWahai Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?โ€™ Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam menjawab, โ€œJika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.โ€ Mereka bertanya, โ€œApa haknya?โ€ Beliau menjawab, โ€œTundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.โ€ (HR. Muslim no. 2161)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda:

ุงุชู‘ูŽู‚ููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽุนู‘ูŽุงู†ูŽูŠู’ู†ู ู‚ูŽุงู„ููˆุง ูˆูŽู…ูŽุง ุงู„ู„ู‘ูŽุนู‘ูŽุงู†ูŽุงู†ู ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ูŠูŽุชูŽุฎูŽู„ู‘ูŽู‰ ูููŠ ุทูŽุฑููŠู‚ู ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ุฃูŽูˆู’ ูููŠ ุธูู„ู‘ูู‡ูู…ู’

โ€œJauhilah dua orang yang terlaknat.โ€ Para sahabat bertanya, โ€œWahai Rasulullah, siapakah kedua orang yang terlaknat itu?โ€ Beliau menjawab, โ€œOrang yang buang hajat di jalan manusia atau di tempat berteduhnya mereka.โ€ (HR. Muslim no. 269)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda:

ุจูŽูŠู’ู†ูŽู…ูŽุง ุฑูŽุฌูู„ูŒ ูŠูŽู…ู’ุดููŠ ุจูุทูŽุฑููŠู‚ู ูˆูŽุฌูŽุฏูŽ ุบูุตู’ู†ูŽ ุดูŽูˆู’ูƒู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู‚ู ููŽุฃูŽุฎู‘ูŽุฑูŽู‡ู ููŽุดูŽูƒูŽุฑูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽู‡ู ููŽุบูŽููŽุฑูŽ ู„ูŽู‡ู

โ€œKetika seorang lelaki tengah berjalan di suatu jalan, dia mendapati ranting yang berduri di jalan tersebut. Maka dia mengambil dan membuangnya, yang karenanya Allah โ€˜Azza wa Jalla berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.โ€ (HR. Al-Bukhari no. 2292 dan Muslim no. 4743)

Penjelasan Ringkas:

Di antara bentuk keuniversalan syariat Islam dan bahwasanya dia adalah rahmat bagi seluruh alam, adalah adanya beberapa etika yang Islam syariatkan kepada manusia berkenaan dengan benda-benda mati atau yang benda yang rendah di mata manusia. Di antara benda tersebut adalah jalanan, jalanan yang tiap hari kita rendahkan dengan cara diinjak. Akan tetapi subhanallah, Islam tetap menetapkan kepada mereka beberapa hak yang wajib ditunaikan oleh manusia sebagaimana mereka menunaikan hak manusia lainnya.

Di antara hak jalanan yang wajib kita tunaikan adalah:

1.ย ย  ย Menundukkan pandangan dari orang yang berlalu lalang di jalanan, terkhusus dari lawan jenis yang bukan mahramnya.

2.ย ย  ย Tidak mengganggu orang yang lewat, baik dengan lisan maupun dengan tangannya. Di antara contoh gangguan adalah pemalakan, penjambretan, meminta-minta di jalan, dan yang marak dilakukan di negeri ini adalah demonstrasi atau unjuk rasa, yang jelas-jelas memberikan gangguang kepada pengguna jalan.

3.ย ย  ย Menjawab salam orang yang mengucapkan salam kepadanya. Ini adalah kewajiban baik ketika di jalan maupun ketika di tempat lain.

4.ย ย  ย Memerintahkan para pengguna jalan kepada kebaikan. Termasuk di dalamnya aturan-aturan yang dibuat oleh polantas guna kenyamanan para pengguna jalan.

5.ย ย  ย Melarang mereka dari kemungkaran seperti melarang mereka dari demonstrasi.

6.ย ย  ย Tidak buang air besar dan buang air kecil di jalan yang biasa dilalui oleh manusia walaupun itu hanya jalan setapak atau jalan kecil dalam lorong. Dan tidak juga di bawah tempat dimana biasa orang-orang bernaung, baik berupa pohon atau bangunan.

7.ย ย  ย Menyingkirkan semua bahaya dan gangguan dari jalanan yang bisa mengganggu para pengguna jalan. Misalnya menyingkirkan gundukan pasir atau batu dari pinggir jalanan yang bisa menyebabkan kemudharatan bagi pengguna kendaraan atau bagi orang-orang yang berada di dekat situ. Termasuk melanggar hal ini adalah meletakkan penghalang di jalan saat demonstrasi (walaupun demonstrasi sendiri pada dasarnya sudah dilarang) atau memasang polisi tidur terlalu tinggi atau runcing atau memasang terlalu banyak sehingga membahayakan pengguna jalan.

Yang jelas, kapan suatu kegiatan bisa mengganggu pengguna jalan, maka masuk ke dalam larangan dalam hadits-hadits di atas. Wallahu aโ€™lam

Sumber Website:

http://al-atsariyyah.com/etika-pengguna-jalan.html#more-2526

Jimat Dan Jampi-Jampi

28 Januari 2011 1 komentar

Penulis: Redaksi Asย  Salafy Jember

Bila kita memperhatikan kondisi kaum muslimin yang mereka sholat, bershodaqoh, berpuasa dan bahkan menunaikan ibadah haji, maka seringkali kita dapati di antara mereka mendatangi โ€œKyaiโ€ untuk mendapatkan benda-benda yang dikenal dengan jimat, agar jabatannya langgeng, bisnisnya berhasil, atau tubuhnya tidak mempan bila dikenai benda tajam. Bahkan mayoritas umat ini menganggap bila seorang โ€œKyaiโ€ atau โ€œsantriโ€ memiliki โ€œkelebihanโ€ ini maka kedudukan agamanya mulia di sisi mereka. Bagaimana sebenarnya Islam menilai fenomena tersebut ? Apakah ia diperbolehkan dalam Islam ?

Rosulullah sebagai Nabi dan pembawa agama yang penuh rahmat, sungguh telah menjelaskan tentang hukum jimat, baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan. Dengan ucapan, sebagaimana sabda beliau :

ุฅู ู†ู‘ูŽูŽ ุงู„ุฑู‘ูู‚ูŽูŽูŽูŽูŽูŽูŽูŽูŽู‰ ูˆูŽุงู„ุชู‘ูŽูŽู…ูŽุงุฆูู…ูŽ ูˆูŽ ุงู„ุชู‘ููˆูŽู„ูŽูŽูŽูŽุฉูŽูŽ ุดููู’ุฑูƒูŒ

โ€Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat dan tiwalah adalah syirikโ€. (H.R. Abu Dawud dan selainnya. Dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jamiโ€™ no. 1632 dan Ash Shohihah no. 331 dan dihasankan oleh Asy Syaikh Muqbil dalam Al Jamiโ€™ush Shohih 4/499).

Dengan perbuatan, sebagaimana riwayat โ€˜Uqbah bin Amir Al Juhani radliallohu โ€˜anhu, ia menceritakan bahwa beliau ditemui sekelompok sahabat. Kemudian beliau membaiโ€™at sembilan orang dan tidak membaiโ€™at satu orang. Mereka bertanya: โ€œWahai Rosulullah, kenapa engkau membaiโ€™at sembilan orang dan tidak membaiโ€™at satu orang ini?โ€. Beliau menjawab: โ€œSesungguhnya dia membawa jimat.โ€ Lantas beliau mengulurkan tangannya dan melepas jimat tersebut lalu membaiatnyaโ€. (H.R. Ahmad. Dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shohihah no. 492 dan dihasankan oleh Asy Syaikh Muqbil dalam Al Jamiโ€™ush Shohih 6/294).

Para pembaca yang mulia, dua hadits tersebut menerangkan tentang hukum haramnya memakai jimat, tiwalah (sejenis jimat yang dibuat dan dipakai untuk menjaga rasa cinta antara suami istri) dan jampi-jampi yang mengandung lafadz-lafadz kesyirikan. Masuk juga dalam larangan di atas segala sesuatu (jimat) yang dipakai, atau digantungkan sebagai sarana, atau segala sesuatu dengan sendirinya diyakini dapat mendatangkan manfaat atau mencegah mudharat.

Dalam beberapa riwayat shohihah yang lain diterangkan tentang beberapa perkara yang perlu kita pahami:

1. Tidaklah dibedakan apakah jimat-jimat tersebut digantungkan pada anggota tubuh manusia, hewan, mobil, rumah, toko dan lain-lain. Hal ini Berdasarkan penuturan Abu Basyir Al Anshori radliallahu โ€˜anhu di dalam shohih Al Bukhori dan Muslim: โ€œMaka Rosulullah mengutus seseorang (dalam riwayat lain: Zaid bin Haritsah) untuk tidak meninggalkan satu tali kekang pun pada leher unta (yang diyakini dapat menolak balaโ€™) melainkan harus dibuangโ€. Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh mengomentari riwayat tersebut: โ€œTidak mesti (larangan menggantungkan jimat) hanya berlaku kalau digantungkan pada leher hewan tunggangan. Kalau pun seandainya diikatkan pada tangan atau kakinya, maka hukumnya sama saja (dilarang). Sisi larangannya terletak pada jimat tersebut, bukan pada sisi tempatnya. Sisi tempat tidaklah berpengaruh (pada hukum keharamannya).โ€ (Al Qaulul Mufid โ€˜Ala Kitab At Tauhid jilid 1, hal,176-177)

2. Tidak pula dibedakan apakah yang digantungkan itu terbuat dari tulang, tanduk, tali, rambut, dan lain-lain. Hal ini berlandaskan riwayat Ahmad dan At Tirmidzi dengan sanad yang hasan:

ุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู‚ูŽ ุดูŽูŠู’ุฆุง ูˆููƒูู„ูŽ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ ู…ูŽู†ู’

โ€œBarangsiapa menggantungkan sesuatu (sebagai jimat) maka dicondongkan tawakalnya kepada benda itu.โ€

Dalam Bahasa Arab lafadz โ€œุดูŽูŠู’ุฆุง.โ€ yang berbentuk nakirah apabila di dalam konteks kalimat syarat maka berfungsi umum yaitu segala sesuatu yang digantungkan sebagai jimat.

Para pembaca yang dirahmati Allah ?, manakala seseorang menggantungkan atau membawa jimat, maka tidaklah terlepas niatnya dari dua keadaan:

1. Bila dia menggantungkan jimat disertai keyakinan bahwa jimat itu dapat mendatangkan manfaat dan menjauhkan dari malapetaka dengan sendirinya selain Allah ?, maka ini adalah syirik besar yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak bermanfaat sedikitpun dari amalannya, dan apabila meninggal dunia dan belum bertaubat maka dia menjadi penghuni neraka kekal, di dalamnya. Wal โ€˜Iyadzubillah.

2. Jika dia melakukan hal ini dengan keyakinan bahwa benda itu sebagai sarana atau sebab yang bisa mendatangkan manfaat dan menjauhkan bahaya, dengan tetap meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat Yang Maha Mampu mendatangkan manfaat dan menjauhkan mudharat, maka dia terjatuh pada syirik kecil yang merupakan salah satu dosa terbesar. Wallahulmustaโ€™an.

Perhatikanlah wahai saudaraku para pembaca! semoga Allahย  Azza wa jalla menyelamatkan kita semua dari segala jenis kesyirikan. Kalau demikian keadaannya maka tidak ada jalan lain melainkan kita harus meninggalkan benda-benda itu yang sama sekali tidak bisa mendatangkan manfaat ketika Allah Azza wa jalla menjauhkannya dari seseorang, dan tidak bisa menjauhkan mudharat ketika Allah I menimpakannya pada seseorang. Allah Azza wa jalla berfirman:

ูŽูˆุฅูู†ู’ ูŠู‘ูŽู…ู’ุณูŽุณู’ูƒูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุจูุถูุฑู‘ู ููŽู„ุงูŽ ูƒูŽุงุดูููŽ ู„ูŽู‡ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ู‡ููˆูŽ ูˆูŽุฅูู†ู’ ูŠู‘ูุฑูุฏู’ูƒูŽ ุจูุฎูŽูŠู’ุฑู ููŽู„ุงูŽ ุฑูŽุขุฏู‘ูŽ ู„ูููŽุถู’ู„ูู‡ ูŠูุตููŠู’ุจู ุจูู‡ ู…ูŽู†ู’ ูŠู‘ูŽุดูŽุขุกู ู…ูู†ู’ ุนูุจูŽุงุฏูู‡ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุงู’ู„ุบูŽูููˆุฑู ุงู„ุฑู‘ูŽุญููŠู…ู

โ€œJika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.โ€ (Q.S. Yunus : 107)

Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan. Hanya Allah-lah yang memiliki kekuasaan mutlak. Dialah yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.

Namun timbul di benak kita, bagaimana kalau benda-benda yang digantungkan itu berupa tulisan ayat-ayat Al Qurโ€™an atau doโ€™a-doโ€™a yang shohih dari Nabi ?

Para Ulama berbeda pendapat tentang masalah ini:

1. Di antara mereka ada yang membolehkannya berdasarkan keumuman firman Allah Azza wa jalla :

ูˆูŽู†ูู†ูŽุฒู‘ูู„ู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู‚ูุฑู’ุขู†ู ู…ูŽุง ู‡ููˆูŽ ุดูููŽุขุกูŒ ูˆู‘ูŽ ุฑูŽุญู’ู…ูŽุฉูŒ ู„ู‘ูู„ู’ู…ูุคู’ู…ูู†ููŠู†ูŽ

โ€œDan Kami telah turunkan dari Al Qurโ€™an tersebut sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.โ€ (Q.S. Al Israโ€™ : 82)
Dan firman-Nya :

ูƒูุชูŽุงุจูŒ ุฃูŽู†ู’ุฒูŽู„ู’ู†ู‡ู ุฅูู„ูŽูŠู’ูƒูŽ ู…ูุจูŽุงุฑูŽูƒูŒ โ€ฆ

โ€œIni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh dengan berkah โ€ฆโ€ (Q.S. Shaad : 29).

2. Sebagian mereka tetap melarangnya berdasarkan keumuman hukum syirik dan larangan dalam hadits-hadits yang telah lalu.

Pendapat yang kuat adalah pendapat kedua, karena beberapa alasan yang cukup kuat:

1. Tidak adanya contoh dari Rosulullah untuk menggantungkan ayat-ayat Allah I untuk menolak balaโ€™. Padahal pada saat itu balaโ€™ tersebut sudah ada dan banyak penulis wahyu yang mampu menulis ayat-ayat Allah pada benda-benda tersebut.

2. Menutup jalan yang mengantarkan seseorang untuk kemudian menggantungkan benda-benda sebagai jimat yang tidak tertulis lagi ayat-ayat Allah I, yang ini lebih keras keharamannya.

3. Bahwa ayat-ayat Al Qurโ€™an sebagai obat bagi orang yang sakit dan sebagai barokah, yaitu dengan cara dibaca dan diamalkan, bukan dengan cara menggantungkan sebagai jimat. Alasan ketiga ini membantah cara pendalilan pendapat yang pertama.

Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Abbas, Ibnu Masโ€™ud, para murid Ibnu Masโ€™ud dari kalangan para tabiโ€™in, Asy Syaikh bin Baaz, Asy Syaikh โ€˜Utsaimin dan fatawa Al Lajnah Ad Daโ€™imah.

Maka tampaklah dari penjelasan di atas, betapa besarnya kejelekan syirik ini. Menjadikan benda-benda mati yang tidak mampu memberi manfaat atau mencegah mudhorot walaupun kepada dirinya sendiri. Lalu bagaimana mungkin bisa memberikan manfaat dan menjauhkan mudharat dari selain dirinya?! Kita berlindung kepada Allah I dari fitnah dan musibah syirik yang bisa mencelakakan diri kita dan masyarakat ini. Wallahulmustaโ€™an.

Untaian Fatwa :

Asy Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan Hafidhohullah berkata : โ€œKeberadaan bayi (yang digantungkan padanya benda-benda yang ditulisi doโ€™a-doโ€™a atau ayat-ayat Al Qurโ€™an) mendapatkan ketenangan atau disembuhkan sakitnya ketika memakai benda-benda tersebut tidaklah menunjukkan bolehnya perbuatan itu. Karena ketenangan atau kesembuhan setelah menggantungkan benda-benda tersebut kadang-kadang karena bertepatan dengan takdir Allah. Namun mereka menduga-duga hal itu terjadi karena adanya benda-benda tadi. Kadang-kadang pula dalam rangka istidroj (tipu daya syaithan, -pent) dan ujian bagi mereka, sampai mereka terjatuh kepada yeng lebih jelek dari pada itu. Tercapainya tujuan manusia ketika melakukan perkara yang tidak disyariatkan tersebut, tidaklah menunjukkan bolehnya perkara tersebut. Maka manusia pun menyangka bahwa tujuan itu tercapai karena sebab benda tersebut sehingga terfitnahlah mereka. (Al Muntaqo min Fatawa Asy Syaikh Shoplih Al Fauzan jilid 1 hal, 167-168)

Demikianlah penjelasan kami tentang masalah jimat dan hukum menggunakannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Tanya – Jawab

Tanya :

Saya telah memahami bahwa jimat diharamkan dalam syariat Islam, lalu bagaimana dengan jampi-jampi ?

Jawab :

Saudaraku yang mulia, di samping perkara jimat yang telah kita pahami bersama, tidak kalah pentingnya seorang yang beriman dan bertauhid untuk mengetahui tentang hukum jampi-jampi (ruqyah) menurut timbangan Islam dengan dalil-dalinya. Sehingga dia benar-benar terbimbing dalam melakukan dan meninggalkan suatu amalan.

Dinul Islam yang diemban oleh Rasululloh tidaklah melarang suatu amalan kecuali agar agama pemeluknya (Islam) terjaga dari kerusakan. Tidak luput pula, perkara jampi-jampi yang berkaitan dengan tauhid seorang muslim.

Oleh karena itu Rosulullah di dalam riwayat yang telah lalu melarang jampi-jampi kalau ada unsur kesyirikan di dalamnya. Misalnya : Seseorang membaca jampi-jampi โ€œWahai Sayyidina Muhammad (dalam keadaan beliau telah wafat) sembuhkanlah dia dari sakitnya.โ€ Atau โ€œDengan barokah nabi-Mu Ya Allah, berikan dia anak!โ€ Dan seperti itu.

Adapun jampi-jampi atau dengan istilah lain โ€œruqyahโ€ maka diperbolehkan selama tidak ada unsur kesyirikan di dalamnya. Dasar pembolehannya adalah ucapan nabi yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim di dalam Shahihnya :
ู„ุงูŽุจูŽุฃู’ุณูŽ ุจูุงู„ุฑู‘ูู‚ูŽู‰ ู…ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ุชูŽูƒูู†ู’ ุดูุฑู’ูƒู‹ุง โ€œTidak mengapa menggunakan ruqyah selama tidak ada unsur kesyirikan.โ€

Riwayat-riwayat yang shahihah lainnya menunjukkan bolehnya perkara tersebut. Contoh ruqyah yang diperbolehkan adalah ruqyah dengan membaca Al Qurโ€™an agar disembuhkan dari penyakit, ataupun lafazh-lafazh lain yang dibolehkan dalam syariat. Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata : โ€œDemikianlah jampi-jampi, diharamkan bila tidak jelas (tidak dimengerti maknanya), adapun bila dimengerti maknanya, tidak terdapat padanya kesyirikan, dan tidak menyelisihi syariat Islam maka tidak mengapa. Karena Nabi pernah meruqyah (membacakan jampi-jampi) dan diruqyah (dibacakan pada beliau jampi-jampi), beliau bersabda :
ู„ุงูŽุจูŽุฃู’ุณูŽ ุจูุงู„ุฑู‘ูู‚ูŽู‰ ู…ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ุชูŽูƒูู†ู’ ุดูุฑู’ูƒู‹ุง โ€œTidak mengapa menggunakan ruqyah selama tidak ada unsur kesyirikan.โ€ (H.R. Muslim) (Majallatul Buhuts Al Islamiyyah edisi 4, hal. 162)

Namun para pembaca, penting bagi kita untuk menjaga keyakinan dalam membaca ruqyah yang diperbolehkan itu. Yaitu keyakinan bahwa ruqyah itu hanya sebagai perantara dan sebab yang menjauhkan seseorang dari mudharat dengan izin Allah Taโ€™ala. Ruqyah tersebut tidak mampu dengan sendirinya menjaga dari mudharat.

Al Imam As Suyuthi berkata : โ€œPara ulama telah bersepakat atas bolehnya jampi-jampi di saat terpenuhi tiga syarat :

1. Dari firman Allah atau Nama-Nama dan Sifat-Sifat Nya.

2. Dengan berbahasa Arab dan dimengerti maknanya.

3. Dengan keyakinan bahwa jampi-jampi itu tidak berpengaruh dengan sendirinya, akan tetapi dengan takdir dari Allah Taโ€™ala.
(Fathul Majid, hal. 151)

Wallahu Aโ€™lam Bish Showab

Sumber Website: http://www.assalafy.org/mahad/?p=15

Hukum Jimat Bertuliskan Ayat Al-Qurโ€™an

28 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis:

Asy-Syaikh โ€˜Abdul โ€˜Azรฎz bin โ€˜Abdullรขh bin Bรขz rahimahullรขh

Tanya:

Apakah termasuk syirik, penulisan penangkal/jimat dari ayat Al-Qurโ€™an dan lainnya, serta menggantungkannya di leher1?

Jawab:

Telah shahih dari Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ุฑู‘ูู‚ูŽู‰ ูˆูŽ ุงู„ุชู‘ูŽู…ูŽุงุฆูู…ูŽุง ูˆูŽุงู„ุชู‘ููˆูŽู„ูŽุฉูŽ ุดูุฑู’ูƒูŒ

โ€œSesungguhnya jampi-jampi, jimat, tiwalah2 itu termasuk perbuatan syirik.โ€ (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya)

Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan, demikian juga Abu Yaโ€™la dan Al-Hakim serta ia menshahihkannya dari Uqbah bin Amir radhiyallahu โ€˜anhu bahwa Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda:

ู…ูŽู†ู’ ุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู‚ูŽ ุชูŽู…ููŠู’ู…ูŽุฉู‹ ููŽู„ุง ุฃูŽุชูŽู…ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู„ูŽู‡ู ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุฑูŽูƒูŽ ุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู‚ูŽ ูˆูŽุฏูŽุนูŽุฉู‹ ููŽู„ุง ูˆูŽุฏูŽุนูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู„ูŽู‡ู

โ€œBarangsiapa menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan baginya (urusan)nya dan barangsiapa menggantungkan wadโ€™ah3 maka Allah tidak akan menentramkannya.โ€

Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkannya melalui jalan lain dari โ€˜Uqbah bin โ€˜Amir dengan lafadz:

ู…ูŽู†ู’ ุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู‚ูŽ ุชูŽู…ููŠู’ู…ูŽุฉู‹ ููŽู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุดู’ุฑูŽูƒูŽ

โ€œBarangsiapa menggantungkan tamimah/jimat maka ia telah berbuat syirik.โ€

Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Sedang tamimah itu maknanya adalah sesuatu yang digantungkan pada anak-anak atau orang lain dengan tujuan menolak bahaya mata hasad, gangguan jin, penyakit, atau semacamnya. Sebagian orang menyebutkannya hirzan/penangkal, sebagian lagi menamainya jamiโ€™ah4. Benda ini ada dua jenis:

Salah satunya: yang terbuat dari nama-nama setan, dari tulang, dari rangkain mutiara atau rumah kerang, paku-paku, symbol-simbol yaitu huruf-huruf yang terputus-putus atau semacam itu. Jenis ini hukumnya haram tanpa ada keraguan karena banyaknya dalil yang menunjukkan keharamannya. Dan itu merupakan salah satu bentuk syirik kecil berdasarkan hadits-hadits tadi serta berdasarkan hadits yang semakna dengannya. Bahkan bisa menjadi syirik besar bila orang yang menggantungkan/memakainya meyakini bahwa benda-benda itulah yang menjaganya atau menghilangkan penyakitnya tanpa izin Allah Subhanahu wa Taโ€™ala serta kehendak-Nya.

Kedua: sesuatu yang berasal dari ayat-ayat Al-Qurโ€™an atau doa-doa dari Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam dan semacam itu dari doa-doa yang baik. Untuk jenis ini para ulama berbeda pendapat, sebagian mereka membolehkannya dan mengatakan bahwa hal itu sejenis dengan ruqyah/jampi-jampi yang diperbolehkan.

Sedang sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa itu juga haram. Mereka berhujjah dengan dua hujjah:

Pertama: keumuman hadits-hadits yang melarang jimat-jimat dan yang memperingatkan darinya serta menghukuminya bahwa itu adalah perbuatan syirik. Sehingga tidak boleh mengkhususkan sebagian jimat untuk diperbolehkan, kecuali berdasarkan dalil syarโ€™i yang menunjukkan kekhususan.

Adapun tentang ruqyah, maka hadits-hadits yang shahih menunjukkan bahwa jika dari ayat-ayat Al-Qurโ€™an dan doa-doa yang diperbolehkan, maka itu tidak apa-apa, bila dengan bahasa yang diketahui maknanya serta yang melakukan ruqyah tidak bersandar pada ruqyah itu, ia hanya meyakini itu sebagai salah satu sebab. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam:

ู„ุง ุจูŽุฃู’ุณูŽ ุจูุงู„ุฑู‘ูู‚ูŽู‰ ู…ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ุชูŽูƒูู†ู’ ุดูุฑู’ูƒู‹ุง

โ€œTidak mengapa dengan ruqyah selama itu tidak termasuk dari syirik.โ€

Dan Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam sendiri pernah melakukannya serta sebagian sahabatnya juga pernah melakukannya. Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam mengatakan:

ู„ุง ุฑูู‚ู’ูŠูŽุฉูŽ ุฅูู„ุง ู…ูู†ู’ ุนูŽูŠู’ู†ู ุฃูŽูˆู’ ุญูู…ูŽุฉู

โ€œTidak ada ruqyah melainkan dari (gangguan) mata hasad atau sengatan serangga berbisa.โ€

Dan hadits-hadits tentang hal ini banyak.

Adapun tentang tamimah/jimat, maka tidak ada sedikit pun dari hadits-hadits yang mengecualikan dari keharamannya. Sehingga, wajib mengharamkan semua jenis jimat/tamimah, dalam rangka mengamalkan dalil-dalil yang bersifat umum.

Kedua: menutup pintu-pintu menuju perbuatan syirik. Ini termasuk salah satu perkara penting dalam syariat. Dan sebagaimana diketahui, bila kita perbolehkan jimat-jimat dari ayat-ayat Al-Qurโ€™an dan doa-doa yang mubah, maka akan terbuka pintu syirik serta akan menjadi rancu antara tamimah yang boleh dan yang dilarang. Serta akan terhambat pemilahan antara keduanya, kecuali dengan rumit. Maka wajib menutup pintu ini dan menutup jalan menuju kesyirikan.

Pendapat inilah yang benar karena kuatnya dalilnya. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala– lah yang member taufiq.

(Diterbitkan di Majalah Jamiโ€™ah Islamiyyah edisi 4 tahun 6 bulan Rabiโ€™ul Akhir tahun 1394H hal. 175-182. Dinukil dari Majmuโ€™ Fatawa wa Maqalat Mutanawwiโ€™ah jilid II, Judul: Ijabah โ€˜an Asโ€™ilah Mutafarriqah, haula Kitabati At-Taโ€™awidz bil Ayatโ€ฆ)

Footnote:

1.ย  Atau di rumah, di toko, di mobil, di kantor, dan lain-lain.

2. Jimat atau semacamnya yang dipakai untuk menumbuhkan rasa cinta seorang wanita kepada lelaki atau sebaliknya, semacam pelet.

3.ย  Sesuatu yang dikeluarkan dari laut, semacam rumah kerang yang berwarna putih, dipakai untuk tolak bala.

4.ย  Di masyarakat kita lebih dikenal dengan jimat.

(Sumber: Majalah Asy Syariโ€™ah, Vol. III/No. 36/1428H/2007, kategori: Problema Anda, hal. 66-67. Dinukil untuk http://akhwat.web.id. Silakan mengcopy dan memperbanyak dengan menyertakan sumbernya)

Sumber Website:

http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/hukum-jimat-bertuliskan-ayat-alquran/

Fitnah Istri

27 Januari 2011 1 komentar

Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Kecintaan kepada istri, tanpa disadari banyak menggiring suami ke bibir jurang petaka. Betapa banyak suami yang memusuhi orang tuanya demi membela istrinya. Betapa banyak suami yang berani menyeberangi batasan-batasan syariat karena terlalu menuruti keinginan istri. Malangnya, setelah hubungan kekerabatan berantakan, karir hancur, harta tak ada lagi yang tersisa, banyak suami yang belum juga menyadari kesalahannya.

Cinta kepada istri merupakan tabiat seorang insan dan merupakan anugerah Ilahi yang diberikan-Nya kepada sepasang insan yang menyatukan kata dan hati mereka dalam ikatan pernikahan.

ูˆูŽู…ูู†ู’ ุขูŠูŽุงุชูู‡ู ุฃูŽู†ู’ ุฎูŽู„ูŽู‚ูŽ ู„ูŽูƒูู…ู’ ู…ูู†ู’ ุฃูŽู†ู’ููุณููƒูู…ู’ ุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌู‹ุง ู„ูุชูŽุณู’ูƒูู†ููˆุง ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ูˆูŽุฌูŽุนูŽู„ูŽ ุจูŽูŠู’ู†ูŽูƒูู…ู’ ู…ูŽูˆูŽุฏู‘ูŽุฉู‹ ูˆูŽุฑูŽุญู’ู…ูŽุฉู‹ ุฅูู†ู‘ูŽ ูููŠ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู„ุขูŠูŽุงุชู ู„ูู‚ูŽูˆู’ู…ู ูŠูŽุชูŽููŽูƒู‘ูŽุฑููˆู’ู†ูŽ

โ€œDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir.โ€ (Ar-Rum: 21)

Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Taโ€™ala yang paling mulia dan sosok yang paling sempurna, dianugerahi rasa cinta kepada para istrinya, yang beliau nyatakan dalam sabdanya:

ุญูุจู‘ูุจูŽ ุฅูู„ูŽูŠู‘ูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฏูู†ู’ูŠูŽุง ุงู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกู ูˆูŽุงู„ุทู‘ููŠู’ุจูุŒ ูˆูŽุฌูุนูู„ูŽ ู‚ูุฑู‘ูŽุฉู ุนูŽูŠู’ู†ููŠู’ ูููŠ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู

โ€œDicintakan kepadaku dari dunia kalian,1 para wanita (istri) dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.โ€2

Namun yang disayangkan, terkadang rasa cinta itu membawa seorang suami kepada perbuatan yang tercela. Karena menuruti istri tercinta, ia rela memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Ia berani melakukan korupsi di tempat kerjanya. Ia enggan untuk turun berjihad fi sabilillah ketika ada seruan jihad dari penguasa. Ia bahkan siap menempuh segala cara demi membahagiakan istri tercinta walaupun harus melanggar larangan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Jika sudah seperti ini keadaannya, berarti cintanya itu membawa madharat baginya. Ia telah terfitnah dengan istrinya. Yang lebih berbahaya lagi bila cinta kepada istri lebih dia dahulukan dari segala hal. Bahkan lebih dia dahulukan daripada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, Rasul-Nya dan agama-Nya. Padahal Allah Subhanahu wa Taโ€™ala telah mengancam dalam firman-Nya:

ู‚ูู„ู’ ุฅูู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ุขุจูŽุงุคููƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽุจู’ู†ูŽุงุคููƒูู…ู’ ูˆูŽุฅูุฎู’ูˆูŽุงู†ููƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌููƒูู…ู’ ูˆูŽุนูŽุดููŠู’ุฑูŽุชููƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽู…ู’ูˆูŽุงู„ูŒ ุงู‚ู’ุชูŽุฑูŽูู’ุชูู…ููˆู’ู‡ูŽุง ูˆูŽุชูุฌูŽุงุฑูŽุฉูŒ ุชูŽุฎู’ุดูŽูˆู’ู†ูŽ ูƒูŽุณูŽุงุฏูŽู‡ูŽุง ูˆูŽู…ูŽุณูŽุงูƒูู†ู ุชูŽุฑู’ุถูŽูˆู’ู†ูŽู‡ูŽุง ุฃูŽุญูŽุจู‘ูŽ ุฅูู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽุฑูŽุณููˆู’ู„ูู‡ู ูˆูŽุฌูู‡ูŽุงุฏู ูููŠ ุณูŽุจููŠู’ู„ูู‡ู ููŽุชูŽุฑูŽุจู‘ูŽุตููˆุง ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูŠูŽุฃู’ุชููŠูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุจูุฃูŽู…ู’ุฑูู‡ู ูˆูŽุงู„ู„ู‡ู ู„ุงูŽ ูŠูŽู‡ู’ุฏููŠ ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููŽุงุณูู‚ููŠู’ู†ูŽ

โ€œKatakanlah: โ€˜Jika bapak-bapak kalian, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.โ€™ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.โ€ (At-Taubah: 24)

Karena adanya dampak cinta yang berlebihan seperti inilah, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala nyatakan bahwa di antara istri dan anak, ada yang menjadi musuh bagi seseorang dalam status dia sebagai suami atau sebagai ayah. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman:

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ุฅูู†ู‘ูŽ ู…ูู†ู’ ุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌููƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽูˆู’ู„ุงูŽุฏููƒูู…ู’ ุนูŽุฏููˆู‘ู‹ุง ู„ูŽูƒูู…ู’ ููŽุงุญู’ุฐูŽุฑููˆู’ู‡ูู…ู’

โ€œWahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.โ€ (At-Taghabun: 14)

Musuh di sini dalam arti si istri atau si anak dapat melalaikan sang suami atau sang ayah dari melakukan amal shalih. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ู„ุงูŽ ุชูู„ู’ู‡ููƒูู…ู’ ุฃูŽู…ู’ูˆูŽุงู„ููƒูู…ู’ ูˆูŽู„ุงูŽ ุฃูŽูˆู’ู„ุงูŽุฏููƒูู…ู’ ุนูŽู†ู’ ุฐููƒู’ุฑู ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽูู’ุนูŽู„ู’ ุฐู„ููƒูŽ ููŽุฃููˆู„ูŽุฆููƒูŽ ู‡ูู…ู ุงู„ู’ุฎูŽุงุณูุฑููˆู’ู†ูŽ

โ€œWahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan jangan pula anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir/mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.โ€ (Al-Munafiqun: 9)

Mujahid berkata tentang firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala:

ุฅูู†ู‘ูŽ ู…ูู†ู’ ุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌููƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽูˆู’ู„ุงูŽุฏููƒูู…ู’ ุนูŽุฏููˆู‘ู‹ุง ู„ูŽูƒูู…ู’ ููŽุงุญู’ุฐูŽุฑููˆู’ู‡ูู…ู’

em>โ€œSesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.โ€ Yakni, cinta seorang lelaki/suami kepada istrinya membawanya untuk memutuskan silaturahim atau bermaksiat kepada Rabbnya. Si suami tidak mampu berbuat apa-apa karena cintanya kepada si istri kecuali sekedar menuruti istrinya.โ€ (Tafsir Al-Qur`anil โ€˜Azhim, 8/111)

Beliau juga berkata: โ€œKecintaan kepada istri dan anak membawa mereka untuk mengambil penghasilan yang haram, lalu diberikan kepada orang-orang yang dicintai ini.โ€ (Al-Jamiโ€™ li Ahkamil Qur`an, 18/94)

Selain itu, istri dan anak dapat memalingkan mereka dari jalan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. (Jamiโ€™ul Bayan fi Taโ€™wilil Qur`an, 12/116)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: โ€œAyat ini umum, meliputi seluruh maksiat yang dilakukan seseorang karena istri dan anak.โ€ (Al-Jamiโ€™ li Ahkamil Qur`an, 18/93-94)

Setelah mengingatkan keberadaan mereka sebagai musuh, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala memerintahkan: ููŽุงุญู’ุฐูŽุฑููˆู’ู‡ูู…ู’ (maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka). Berhati-hati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati menjaga agama kalian. (Tafsir Al-Qur`anil โ€˜Azhim, 8/111)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: โ€œBerhati-hatinya kalian dalam menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka akan membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan pada agama. Kemudaratan tubuh berkaitan dengan dunia, sedangkan kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat.โ€ (Al-Jamiโ€™ li Ahkamil Qur`an, 18/94)

Lantas, bagaimana bisa seorang istri yang merupakan teman hidup yang selalu menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh? Dalam hal ini, Al-Qadhi Abu Bakr ibnul โ€˜Arabi rahimahullah telah menerangkan: โ€œYang namanya musuh tidaklah mesti diri/individunya sebagai musuh. Namun dia menjadi musuh karena perbuatannya. Dengan demikian, apabila istri dan anak berperilaku seperti musuh, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala.โ€ (Ahkamul Qur`an, 4/1818)

Di dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, Asy-Syaikh โ€˜Abdurrahman bin Nashir As-Saโ€™di rahimahullah berkata: โ€œIni merupakan peringatan dari Allah Subhanahu wa Taโ€™ala kepada kaum mukminin agar tidak tertipu dan terpedaya oleh istri dan anak-anak, karena sebagian mereka merupakan musuh bagi kalian. Yang namanya musuh, ia menginginkan kejelekan bagimu. Dan tugasmu adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian. Sementara jiwa itu memang tercipta untuk mencintai istri dan anak-anak. Maka Allah Subhanahu wa Taโ€™ala menasehati hamba-hamba-Nya agar kecintaan itu tidak sampai membuat mereka terikat dengan tuntutan istri dan anak-anak, sementara tuntutan itu mengandung perkara yang dilarang secara syarโ€™i. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala menekankan mereka untuk berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya, dengan menjanjikan apa yang ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar yang mencakup tuntutan yang tinggi dan cinta yang mahal. Juga agar mereka lebih mementingkan akhirat daripada dunia yang fana yang akan berakhir.

Karena menaati istri dan anak-anak menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa istri dan anak-anak hendaknya disikapi secara keras, serta harus diberikan hukuman kepada mereka. Namun ternyata, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka, memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Karena dalam pemaaafan ada kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽุฅูู†ู’ ุชูŽุนู’ูููˆุง ูˆูŽุชูŽุตู’ููŽุญููˆุง ูˆูŽุชูŽุบู’ููุฑููˆุง ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ุบูŽูููˆู’ุฑูŒ ุฑูŽุญููŠู’ู…ูŒ

em>โ€œDan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.โ€ (At-Taghabun: 14) [Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 868]

Demikianlah keberadaan seorang wanita, baik statusnya sebagai istri atau bukan, merupakan fitnah terbesar bagi lelaki. Karena itulah Allah Subhanahu wa Taโ€™ala mendahulukan penyebutan wanita ketika mengurutkan kecintaan kepada syahwat (kesenangan yang diinginkan dari dunia).

ุฒููŠู‘ูู†ูŽ ู„ูู„ู†ู‘ูŽุงุณู ุญูุจู‘ู ุงู„ุดู‘ูŽู‡ูŽูˆูŽุงุชู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู†ูู‘ุณูŽุงุกู ูˆูŽุงู„ู’ุจูŽู†ููŠู’ู†ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ู‚ูŽู†ูŽุงุทููŠู’ุฑู ุงู„ู’ู…ูู‚ูŽู†ู’ุทูŽุฑูŽุฉู ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฐู‘ูŽู‡ูŽุจู ูˆูŽุงู„ู’ููุถู‘ูŽุฉู ูˆูŽุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ู„ู ุงู„ู’ู…ูุณูŽูˆู‘ูŽู…ูŽุฉู ูˆูŽุงู’ู„ุฃูŽู†ู’ุนูŽุงู…ู ูˆูŽุงู„ู’ุญูŽุฑู’ุซู ุฐู„ููƒูŽ ู…ูŽุชูŽุงุนู ุงู„ู’ุญูŽูŠูŽุงุฉู ุงู„ุฏู‘ูู†ู’ูŠูŽุง ูˆูŽุงู„ู„ู‡ู ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ู ุญูุณู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูŽุขุจู

โ€œDijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.โ€ (Ali โ€˜Imran: 14)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: โ€œAllah Subhanahu wa Taโ€™ala mengabarkan tentang perkara yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia ini berupa ragam kelezatan, dari wanita, anak-anak, dan selainnya. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala memulai penyebutan wanita karena fitnahnya yang paling besar. Sebagaimana dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda:

ู…ูŽุง ุชูŽุฑูŽูƒู’ุชู ุจูŽุนู’ุฏููŠ ููุชู’ู†ูŽุฉู‹ ุฃูŽุถูŽุฑู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุฑูู‘ุฌูŽุงู„ู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู†ูู‘ุณูŽุงุกู

โ€œTidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang paling berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.โ€3 (Tafsir Al-Qur`anil โ€˜Azhim, 1/15)

Mungkin timbul pertanyaan, bila istri dapat menjadi musuh bagi suaminya, apakah juga berlaku sebaliknya, suami dapat menjadi musuh bagi istrinya?

Al-Qadhi Ibnul โ€˜Arabi rahimahullah menjawab permasalahan ini: โ€œSebagaimana seorang lelaki/suami memiliki musuh dari kalangan anak dan istrinya, demikian pula wanita/istri. Suami dan anaknya dapat menjadi musuh baginya dengan makna yang sama. Firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala: ู…ูู†ู’ ุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌููƒูู…ู’ (di antara istri-istri kalian atau pasangan hidup kalian) ini sifatnya umum, masuk di dalamnya lelaki (suami) dan wanita (istri) karena keduanya tercakup dalam seluruh ayat.โ€ (Ahkamul Qur`an, 4/1818)

Dengan demikian, janganlah kecintaan seorang suami kepada istrinya dan sebaliknya kecintaan istri kepada suaminya membawa keduanya untuk melanggar larangan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, berbuat maksiat, menghalalkan apa yang Allah Subhanahu wa Taโ€™ala haramkan atau sebaliknya, mengharamkan untuk dirinya apa yang Allah Subhanahu wa Taโ€™ala halalkan karena ingin mencari keridhaan pasangannya. Nabi kita yang mulia Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam pernah ditegur oleh Allah Subhanahu wa Taโ€™ala ketika beliau sempat mengharamkan apa yang Allah Subhanahu wa Taโ€™ala halalkan karena ingin mencari keridhaan istri-istri beliau.4 Allah Subhanahu wa Taโ€™ala abadikan hal itu dalam Al-Qur`an:

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ู„ูู…ูŽ ุชูุญูŽุฑู‘ูู…ู ู…ูŽุง ุฃูŽุญูŽู„ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู„ูŽูƒูŽ ุชูŽุจู’ุชูŽุบููŠ ู…ูŽุฑู’ุถูŽุงุฉูŽ ุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌููƒูŽ ูˆูŽุงู„ู„ู‡ู ุบูŽูููˆู’ุฑูŒ ุฑูŽุญููŠู’ู…ูŒ

โ€œWahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu5, karena engkau mencari keridhaan (kesenangan hati) istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.โ€ (At-Tahrim: 1)

Nasehat kepada Istri

Karena engkau โ€“wahai seorang istriโ€“ dapat menjadi fitnah bagi suamimu, maka bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Jangan sampai engkau menjadi musuh dalam selimut baginya. Jangan engkau jerat dia atas nama cinta, hingga ia terjaring dan tak dapat lepas darinya. Akibatnya, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana mencari ridhamu, mengikuti kemauanmu, walaupun hal itu bertentangan dengan syariat.

Bertakwalah engkau kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Jadilah istri yang shalihah dengan membantu suamimu agar selalu taat kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala dan Rasul-Nya. Semestinya engkau tidak suka bila ia melakukan perkara yang melanggar syarโ€™i karena ingin menyenangkan hatimu. Keberadaanmu di sisinya, sebagai teman hidupnya, jangan menjadi penghalang baginya untuk menjadi hamba yang bertakwa dan menjadi anak yang shalih bagi kedua orang tuanya.

Cintailah suamimu, syukurilah dengan cara engkau semakin taat kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala, menunaikan kewajibanmu dengan sebaik mungkin, dan mencurahkan segala kemampuanmu untuk memenuhi haknya sebagai suami.

Zuhud terhadap dunia, jangan engkau abaikan. Sehingga engkau tidak menuntut suamimu agar memenuhi kenikmatan dunia yang engkau idamkan. Pautkan selalu hatimu dengan darul akhirat agar engkau tidak menghamba pada dunia yang tidak kekal.

Catatan Akhir

Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunan-nya (no. 3317) membawakan asbabun nuzul (sebab turunnya) surah At-Taghabun ayat 14 di atas, dari riwayat Ibnu โ€˜Abbas radhiyallahu โ€˜anhuma. Tatkala ada yang bertanya kepada Ibnu โ€˜Abbas radhiyallahu โ€˜anhuma tentang ayat ini, beliau menyatakan: โ€œMereka adalah orang-orang yang telah berislam dari penduduk Makkah dan mereka ingin mendatangi Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, namun istri dan anak mereka enggan ditinggalkan mereka. Ketika mereka pada akhirnya mendatangi Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, mereka melihat orang-orang yang lebih dahulu berhijrah telah tafaqquh fid dien (mendalami agama), mereka pun berkeinginan untuk memberi hukuman kepada istri dan anak-anak mereka. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala lalu menurunkan ayat6:

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆู’ุง ุฅูู†ู‘ูŽ ู…ูู†ู’ ุฃูŽุฒู’ูˆูŽุงุฌููƒูู…ู’ ูˆูŽ ุฃูŽูˆู’ู„ุงูŽุฏููƒูู…ู’ ุนูŽุฏููˆู‘ู‹ุง ู„ูŽูƒูู…ู’ ููŽุงุญู’ุฐูŽุฑููˆู’ู‡ูู…ู’

Namun riwayat asbabun nuzul ini dhaโ€™if (lemah) sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-โ€™Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadiโ€™i rahimahullah, dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul (hal. 249).

Demikianlah. Semoga Allah Subhanahu wa Taโ€™ala memberi taufik kepada kita untuk selalu mencari keridhaan-Nya. Amin.

Wallahu taโ€™ala aโ€™lam bish-shawab.

Catatan kaki:

1 Tiga perkara ini (wanita, minyak wangi, dan shalat) dinyatakan termasuk dari dunia, maknanya: ketiganya ada di dunia. Kesimpulannya, beliau menyatakan bahwa dicintakan kepada beliau di alam ini tiga perkara, dua yang awal (wanita dan minyak wangi) termasuk perkara tabiat duniawi sedangkan yang ketiga (shalat) termasuk perkara agama. (Catatan kaki Misykatul Mashabih, 4/1957, yang diringkas dari Al-Lamโ€™at, Abdul Haq Ad-Dahlawi)
2 HR. Ahmad (3/128, 199, 285), An-Nasaโ€™i (no. 3939) kitab โ€˜Isyratun Nisa` bab Hubbun Nisa`. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadiโ€™i rahimahullah dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, 1/82.
3 HR. Al-Bukhari dan Muslim
4 Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam terjaga dari terus berbuat dosa. Ketika beliau jatuh dalam kesalahan sebagaimana wajarnya seorang manusia, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala segera menegur Nabi-Nya sebagai penjagaan dari Allah Subhanahu wa Taโ€™ala kepada beliau. Sehingga beliau pun bertaubat dari kesalahannya.
5 Yakni Nabi Shallallahu โ€˜alaihi wa sallam sempat mengharamkan madu atau mengharamkan Mariyah budak beliau.
6 Dan terhadap keinginan mereka untuk menghukum istri dan anak-anak mereka, Allah Subhanahu wa Taโ€™ala menyatakan:

ูˆูŽุฅูู†ู’ ุชูŽุนู’ูููˆุง ูˆูŽุชูŽุตู’ููŽุญููˆุง ูˆูŽุชูŽุบู’ููุฑููˆุง ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ุบูŽูููˆู’ุฑูŒ ุฑูŽุญููŠู’ู…ูŒ

โ€œDan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.โ€ (At-Taghabun: 14)
Allah Subhanahu wa Taโ€™ala memerintahkan mereka untuk memaafkan istri dan anak-anak mereka. (Maโ€˜alimut Tanzil, 4/324)

Sumber Website:

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=390

http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/munakahat-keluarga/fitnah-istri/


Kesurupan Dalam Timbangan Islam

25 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al-Ustadz Ruwaifiโ€™ bin Sulaimi Lc

Muqaddimah

Peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia masih menjadi teka-teki bagi sebagian orang. Peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan) ini acap kali menjadi polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen. Sehingga sekian persepsi bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan.

Para pembaca yang mulia, sebagai muslim sejati yang berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya, tentunya prinsip โ€˜berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbeda pendapatโ€™ haruslah selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kalam-Nya nan suci:

ูˆูŽุงุนู’ุชูŽุตูู…ููˆุง ุจูุญูŽุจู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุฌูŽู…ููŠู’ุนู‹ุง ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูŽููŽุฑู‘ูŽู‚ููˆุง

โ€œDan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.โ€ (Ali โ€˜Imran: 103)

Al-Imam Al-Qurthubi berkata: โ€œAllah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan. Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al-Qur`an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalanโ€ฆโ€ (Tafsir Al-Qurthubi, 4/105)

Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh Islam. Berangkat dari sini, maka kami bermaksud menyajikan โ€“di tengah-tengah andaโ€“ beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-โ€˜Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin ini. Dengan harapan, ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal โ€˜Alaminโ€ฆ

Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata:
โ€œSegala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang haus akan petunjuknya. Amma baโ€™du:

Pada bulan Syaโ€™ban tahun 1407 H, sejumlah surat kabar lokal dan nasional telah memuat berita โ€“ada yang ringkas dan ada yang detailโ€“ tentang masuk Islamnya sejumlah jin di hadapanku di kota Riyadh, yang sedang merasuki tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya, jin tersebut telah mengumumkan keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-โ€˜Amri, seorang penduduk kota Riyadh. Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada wanita yang kerasukan itu dan berdialog dengan jin itu serta mengingatkan bahwa perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan, saudara Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh, kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.

Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si wanita kepadaku, agar aku turut menyaksikan keislaman jin tersebut. Mereka pun datang kepadaku.
Aku menanyai jin tersebut tentang sebab-sebab dia masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu, akan tetapi suaranya adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuannya, dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.

Sebagian masyayikh (para ulama) pun menyaksikan kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan jin tersebut yang telah menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: โ€œAku merasa puas dengan agama Islam.โ€

Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah. Dia menjanjikan hal itu, lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir yang dia katakan ketika itu: โ€œAssalamuโ€™alaikumโ€. Setelah itu, barulah si wanita mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta kebugaran pada tubuhnya.

Selang sebulan atau lebih, si wanita ini datang kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki, paman, dan saudarinya. Dia mengabarkan bahwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah jin itu tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya saat kemasukan jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh pikiran-pikiran kotor yang bertentangan dengan syariat. Pikirannya selalu condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama tersebut. Kini, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari gangguan jin tersebut, sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.

Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh โ€˜Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si wanita dan bukan dari ucapan jin sama sekali. (Seketika itu juga โ€“pen.), kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan jin tersebut. Setelah kudengarkan secara seksama, aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara jin. Sungguh aku sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh โ€˜Ali Ath-Thanthawi, bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan pertanyaan kepada jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement yang sulit untuk diterima.

Asy-Syaikh โ€˜Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa masuk Islamnya seorang jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:

ูˆูŽู‡ูŽุจู’ ู„ููŠ ู…ูู„ู’ูƒู‹ุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู†ู’ุจูŽุบููŠ ู„ุฃูŽูŽูŽุญูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุจูŽุนู’ุฏููŠ

โ€œDan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku.โ€ (Shad: 35)

Tidak diragukan lagi, pernyataan di atas merupakan kesalahan dan pemahaman yang keliru, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah.

Masuk Islamnya seorang jin oleh manusia tidaklah menyelisihi doa Nabi Sulaiman (di atas). Karena sungguh telah banyak jin yang masuk Islam (dalam jumlah besar) melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahqaf dan Al-Jin. Demikian pula telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ูŽ ุนูŽุฑูŽุถูŽ ู„ููŠ ููŽุดู‘ูŽุฏูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู‘ูŽ ู„ููŠูŽู‚ู’ุทูŽุนูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู‘ูŽ ููŽุฃูŽู…ู’ูƒูŽู†ูŽู†ููŠูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู…ูู†ู’ู‡ู ููŽุฐูŽุนูŽุชู‘ูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ู‡ูŽู…ูŽู…ู’ุชู ุฃูŽู†ู’ ุฃููˆู’ุซูู‚ูŽู‡ู ุฅูู„ูŽู‰ ุณูŽุงุฑููŠูŽุฉู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุชูุตู’ุจูุญููˆุง ููŽุชูŽู†ู’ุธูุฑููˆุง ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽุฐูŽูƒูŽุฑู’ุชู ู‚ูŽูˆู’ู„ูŽ ุณูู„ูŽูŠู’ู…ูŽุงู†ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุงู„ุณู‘ูŽู„ุงูŽู…ู {ุฑูŽุจู‘ู ู‡ูŽุจู’ ู„ููŠู’ ู…ูู„ู’ูƒู‹ุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู†ู’ุจูŽุบููŠ ู„ุฃูŽุญูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุจูŽุนู’ุฏููŠ}ุŒ ููŽุฑูŽุฏู‘ูŽู‡ู ุงู„ู„ู‡ู ุฎูŽุงุณููŠู‹ุง. ู‡ูŽุฐูŽุง ู„ูŽูู’ุธู ุงู„ู’ุจูุฎูŽุงุฑููŠ

โ€œSesungguhnya setan telah menampakkan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: โ€˜Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahkuโ€™. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.โ€ Demikianlah lafadz yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al-Imam Muslim adalah sebagai berikut:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุนููู’ุฑููŠู’ุชู‹ุง ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุฌูู†ู‘ู ุฌูŽุนูŽู„ูŽ ูŠูŽูู’ุชููƒู ุนูŽู„ูŽูŠู‘ูŽ ุงู„ู’ุจูŽุงุฑูุญูŽุฉูŽ ู„ููŠูŽู‚ู’ุทูŽุนูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู‘ูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽ ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ุฃูŽู…ู’ูƒูŽู†ูŽู†ููŠู’ ู…ูู†ู’ู‡ู ููŽุฐูŽุนูŽุชู‘ูู‡ู ููŽู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ู‡ูŽู…ูŽู…ู’ุชู ุฃูŽู†ู’ ุฃูŽุฑู’ุจูุทูŽู‡ู ุฅูู„ูŽู‰ ุฌูŽู†ู’ุจู ุณูŽุงุฑููŠูŽุฉู ู…ูู†ู’ ุณูŽูˆูŽุงุฑููŠ ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุชูุตู’ุจูุญููˆุง ุชูŽู†ู’ุธูุฑููˆู†ูŽ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุฃูŽุฌู’ู…ูŽุนููˆู†ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูƒูู„ู‘ููƒูู…ู’ ุซูู…ู‘ูŽ ุฐูŽูƒูŽุฑู’ุชู ู‚ูŽูˆู’ู„ูŽ ุฃูŽุฎููŠู’ ุณูู„ูŽูŠู’ู…ูŽุงู†ูŽ {ุฑูŽุจู‘ู ู‡ูŽุจู’ ู„ููŠ ู…ูู„ู’ูƒู‹ุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู†ู’ุจูŽุบููŠ ู„ุฃูŽุญูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุจูŽุนู’ุฏููŠ} ููŽุฑูŽุฏู‘ูŽู‡ู ุงู„ู„ู‡ู ุฎูŽุงุณูุฆู‹ุง.

โ€œSesungguhnya โ€˜Ifrit dari kalangan jin telah menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: โ€˜Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahkuโ€™. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.โ€

Para pembaca yang budiman, peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan, telah ada keterangannya di dalam Kitabullah (Al-Qur`an), Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ijmaโ€™ (kesepakatan) umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan bagi orang yang tergolong intelek (berpendidikan) untuk mengingkarinya tanpa berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada sebagian ahli bidโ€™ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahul mustaโ€™an walaa haula walaa quwwata illa billah. Akan aku sajikan untuk anda โ€“wahai pembacaโ€“ beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini, insya Allah.

Berikut ini pernyataan para mufassir (ahli tafsir) berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ููˆู’ู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ูุจูŽุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ููˆู’ู†ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ูƒูŽู…ูŽุง ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ูŠูŽุชูŽุฎูŽุจู‘ูŽุทูู‡ู ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุณู‘ู

โ€œOrang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.โ€ (Al-Baqarah: 275)

Al-Imam Abu Jaโ€™far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: โ€œYang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia, yang mana setan merasukinya hingga menjadi gila (rusak akalnya).โ€

Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu: โ€œYaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut ู…ูŽู…ู’ุณููˆู’ุณูŒ (gila/hilang akal) jika dia menjadi gila atau rusak akalnya.โ€

Al-Imam Ibnu Katsir berkata: โ€œOrang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya, yaitu berdiri dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin โ€˜Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: โ€˜Seorang pemakan riba akan dibangkitkan (dari kuburnya) di hari kiamat dalam keadaan gila (rusak akalnya).โ€™ (Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Abi Hatim). Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik, Saโ€™id bin Jubair, As-Suddi, Rabiโ€™ bin Anas, Qatadah, dan Muqatil bin Hayyan (tentang ayat tersebut).โ€

Al-Imam Al-Qurthubi berkata: โ€œDi dalam ayat ini terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya kesurupan jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses alamiah yang terjadi pada tubuh manusia, serta rusaknya anggapan bahwa setan tidak dapat merasuki tubuh manusia.โ€

Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini cukup banyak. Barangsiapa yang mencari, insya Allah akan mendapatkannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi โ€˜Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam Majmuโ€™ Fatawa (19/9-65), โ€“setelah berbicara beberapa halโ€“ berkata: โ€œOleh karena itu, sekelompok orang dari kalangan Muโ€™tazilah semacam Al-Jubbaโ€™i, Abu Bakr Ar-Razi, dan yang semisalnya, mengingkari peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan, namun tidak mengingkari adanya jin. Hal itu (menurut mereka) karena dalil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil yang menunjukkan tentang adanya jin, walaupun sesungguhnya (pendapat) mereka itu keliru. Karena itu, Al-Imam Abul Hasan Al-Asyโ€™ari menyebutkan dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jamaโ€™ah bahwasanya mereka (yakni Ahlus Sunnah) menyatakan: โ€œSesungguhnya jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ููˆู’ู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ูุจูŽุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ููˆู’ู†ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ูƒูŽู…ูŽุง ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ูŠูŽุชูŽุฎูŽุจู‘ูŽุทูู‡ู ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุณู‘ู

โ€œOrang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.โ€ (Al-Baqarah: 275)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: โ€œAku pernah berkata pada ayahku: โ€˜Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.โ€™ Maka ayahku berkata: โ€˜Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.โ€™ Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar pada tempatnya.โ€

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam Majmuโ€™ Fatawa (24/276-277) juga mengatakan: โ€œKeberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan salaful ummah (para pendahulu umat ini) dan para ulamanya. Demikian pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia, juga merupakan perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ููˆู’ู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ูุจูŽุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ููˆู’ู†ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ูƒูŽู…ูŽุง ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ูŠูŽุชูŽุฎูŽุจู‘ูŽุทูู‡ู ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุณู‘ู

โ€œOrang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.โ€ (Al-Baqarah: 275)

Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ูŽ ูŠูŽุฌู’ุฑููŠ ู…ูู†ู ุงุจู’ู†ู ุขุฏูŽู…ูŽ ู…ูŽุฌู’ุฑูŽู‰ ุงู„ุฏู‘ูŽู…ู

โ€œSesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.โ€ (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: โ€œAku pernah berkata pada ayahku: โ€˜Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.โ€™ Maka ayahku berkata: โ€˜Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.โ€™

Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan, niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang diucapkannya. Seorang yang kesurupan, terkadang dapat menarik tubuh orang lain yang sehat. Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya, serta dapat memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya, niscaya meyakini bahwa yang berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para imam yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada dalil-dalil syarโ€™i yang menafikannya.โ€-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-

Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Maโ€™ad Fi Hadyi Khairil โ€˜Ibad (4/66-69) berkata: โ€œKesurupan ada dua macam:

1. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat yang ada di muka bumi ini.

2. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik yang amat buruk.

Jenis kedua inilah yang dibahas oleh para dokter, berikut faktor penyebab dan cara pengobatannya.

Adapun kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat (di antaranya jin/setan, -pen), para pemuka dan ahli kedokteran juga mengakui eksistensinya. Menurut mereka, pengobatannya harus dengan roh-roh yang mulia lagi baik agar dapat melawan roh-roh yang jahat lagi jelek itu. Sehingga dapat mengatasi pengaruh-pengaruh buruknya, bahkan dapat membatalkan tindak kejahatannya.

Keyakinan semacam ini telah dinyatakan oleh Buqrath (Hipocrates) dalam beberapa bukunya, berikut beberapa jenis pengobatan untuk kesurupan. Buqrath mengatakan: โ€˜Pengobatan ini hanya berfungsi untuk kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik dan masuknya zat-zat tertentu ke dalam tubuh. Sedangkan kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh-roh jahat (termasuk jin/setan), maka pengobatan di atas tidaklah bermanfaat.โ€™

Adapun sebagian dokter yang bodoh dan rendah โ€“terlebih yang mengagungkan paham zandaqah (zindiq/kafir, tidak percaya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala)โ€“ mengingkari kesurupan. Mereka juga tidak mengakui adanya efek buruk roh-roh tersebut terhadap tubuh orang yang kesurupan. Mereka sesungguhnya telah dikuasai oleh kebodohan. Sebab menurut ilmu kedokteran sendiri, jenis kesurupan semacam ini benar-benar ada dan tidak ada alasan untuk mengingkarinya. Terlebih bila keberadaannya dapat dibuktikan pula oleh panca indra dan realita.

Berkenaan dengan klaim para dokter tersebut bahwa kesurupan itu diakibatkan oleh gangguan fisik, memang bisa dibenarkan. Namun hal ini berlaku pada sebagian jenis kesurupan saja dan tidak secara keseluruhan.โ€ โ€“Hingga perkataan beliauโ€“: โ€œKemudian datanglah para dokter dari kalangan zanadiqah yang tidak mengakui adanya kesurupan kecuali yang diakibatkan oleh gangguan fisik saja. Orang yang berakal dan mengetahui (hal ihwal) roh berikut gangguannya, akan tertawa melihat kebodohan dan lemahnya akal mereka (para dokter) itu.

Untuk mengobati kesurupan jenis ini, perlu memperhatikan dua hal:

1. Berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu sendiri.

2. Berkaitan dengan orang yang mengobatinya.

Adapun yang berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu sendiri, maka dengan kekuatan jiwanya dan kemantapannya dalam menghadap Pencipta roh-roh tersebut (yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala) serta kesungguhannya dalam meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang berpadu antara hati dan lisannya. Karena kondisinya ibarat pertempuran, yang mana seseorang tidak akan mampu menundukkan musuhnya dengan senjata yang dimilikinya kecuali bila terpenuhi dua hal: senjatanya benar-benar tajam, dan ayunan tangannya benar-benar kuat. Di saat kurang salah satunya, maka senjata itu pun kurang berfungsi. Lalu bagaimana jika tidak didapati kedua hal tersebut?! Di mana hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, dan kemantapan dalam menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu lebih dari itu, yakni dia tidak memiliki senjata.โ€

Sedangkan yang berkaitan dengan orang yang mengobati, dia pun harus memiliki dua hal yang telah disebutkan di atas. Sampai-sampai (ketika kedua hal tersebut telah terpenuhi, -pent.) di antara orang yang mengobati itu ada yang cukup mengatakan (kepada jin/setan tersebut): โ€˜Keluarlah darinya!โ€™ atau โ€˜Bismillahโ€™ atau โ€˜Laa haula wala quwwata illa billah.โ€™ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah mengatakan: โ€˜Keluarlah wahai musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala! Aku adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.โ€™

Aku (Ibnul Qayyim, -pent.) pernah menyaksikan Syaikh kami (yakni Ibnu Taimiyyah, -pent.) mengutus seseorang kepada orang yang sedang kesurupan, untuk menyampaikan kepada roh (jin) yang ada pada diri orang yang kesurupan itu: โ€œSyaikh menyuruhmu untuk keluar (dari tubuh orang ini), karena perbuatan itu tidak halal bagimu!โ€ Seketika itu sadarlah orang yang kesurupan tersebut. Dan terkadang beliau menanganinya sendiri. Ada kalanya roh itu jahat, sehingga untuk mengusirnya pun harus dengan pukulan. Ketika orang yang kesurupan itu tersadar, dia tidak merasakan rasa sakit akibat pukulan tersebut.

Sungguh kami dan yang lainnya sering kali menyaksikan beliau rahimahullahu melakukan pengobatan semacam itu.โ€ โ€“Hingga perkataan beliauโ€“: โ€œSecara garis besar, kesurupan jenis ini berikut pengobatannya tidaklah diingkari kecuali oleh orang yang minim ilmu, akal, dan pengetahuannya.

Kebanyakan masuknya roh-roh jahat ini ke dalam tubuh seseorang disebabkan minimnya agama dan kosongnya hati serta lisan dari hakekat dzikir, permintaan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta pembentengan keimanan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ketika ia tidak lagi memiliki senjata dan kosong sama sekali dari pembentengan diri, masuklah roh-roh jahat itu kepadanya.โ€ -sekian nukilan dari Ibnul Qayyim-

Dari beberapa dalil syarโ€™i yang telah kami sebutkan dan juga ijmaโ€™ ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah tentang kemungkinan masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan), maka menjadi jelaslah bagi para pembaca akan batilnya pernyataan orang-orang yang mengingkari permasalahan ini. Menjadi jelas pula kekeliruan Asy-Syaikh โ€˜Ali Ath-Thanthawi dalam pengingkarannya tersebut. Dia berjanji untuk rujuk kepada kebenaran kapan pun tampak baginya. Maka dari itu, hendaknya dia kembali kepada kebenaran setelah membaca keterangan kami. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua.โ€ (Dikutip dan diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syarโ€™iyyah fil Masa`il Al-โ€˜Ashriyyah min Fatawa โ€˜Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1586-1595)

Penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-โ€˜Utsaimin rahimahullahu
Suatu hari Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-โ€˜Utsaimin rahimahullahu ditanya: โ€œAdakah dalil yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia?โ€

Beliau menjawab: โ€œYa. Ada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia.
Dari Al-Qur`anul Karim, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ููˆู’ู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ูุจูŽุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ููˆู’ู†ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ูƒูŽู…ูŽุง ูŠูŽู‚ููˆู’ู…ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ูŠูŽุชูŽุฎูŽุจู‘ูŽุทูู‡ู ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุณู‘ู

โ€œOrang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.โ€ (Al-Baqarah: 275)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: โ€œOrang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya.โ€
Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ูŽ ูŠูŽุฌู’ุฑููŠ ู…ูู†ู ุงุจู’ู†ู ุขุฏูŽู…ูŽ ู…ูŽุฌู’ุฑูŽู‰ ุงู„ุฏู‘ูŽู…ู

โ€œSesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.โ€ (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)

Abul Hasan Al-Asyโ€™ari rahimahullahu dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jamaโ€™ah berkata: โ€œBahwasanya mereka โ€“yakni Ahlus Sunnahโ€“ menyatakan: โ€˜Sesungguhnya jin dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupanโ€™.โ€ Beliau berdalil dengan ayat (275 dari surat Al-Baqarah) di atas.

Abdullah bin Al-Imam Ahmad rahimahumallahu berkata: โ€œAku pernah berkata pada ayahku: โ€˜Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.โ€™ Maka ayahku berkata: โ€˜Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.โ€™
Ada beberapa hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad dan Al-Baihaqi: โ€œBahwasanya seorang bocah gila didatangkan di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (kepada jin yang merasukinya, -pent) :Keluarlah wahai musuh Allah! Aku adalah Rasulullah.โ€™ Maka sembuhlah bocah tersebut.โ€ (Al-Musnad, no. 17098, 1713)

Dari sini engkau dapat mengetahui bahwa permasalahan masuknya jin ke dalam tubuh manusia ada dalilnya dari Al-Qur`anul Karim dan juga dua dalil dari As-Sunnah.

Inilah sesungguhnya pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan para imam dari kalangan as-salafush shalih. Realita pun membuktikannya. Walaupun demikian kami tidak mengingkari adanya penyebab lain bagi penyakit gila seperti lemahnya syaraf atau rusaknya jaringan otak, dll.โ€ (Dikutip dan diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syarโ€™iyyah fil Masa`il Al-โ€˜Ashriyyah Min Fatawa โ€˜Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1563-1564)

Penutup

Pembaca yang budiman, demikianlah sajian ilmu dari dua ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah jaman ini seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan), yang berpijak di atas dalil dari Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijmaโ€™ para ulama terpercaya umat Islam. Adapun kesimpulannya, sebagai berikut:

1. Keberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya.

2. Masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan/ kerasukan setan), benar pula adanya menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya serta realita pun membuktikannya.

3. Para pemuka dan ahli kedokteran pun mengakui adanya peristiwa kesurupan jin, sebagaimana keterangan Al-Imam Ibnul Qayyim di atas. Sehingga, barangsiapa mengklaim bahwasanya syariat ini telah mendustakan adanya kesurupan jin berarti dia telah berdusta atas nama syariat itu sendiri.

4. Masuk Islamnya jin melalui seorang manusia, diperbolehkan dalam syariat Islam. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:

ูˆูŽู‡ูŽุจู’ ู„ููŠ ู…ูู„ู’ูƒู‹ุง ู„ุงูŽ ูŠูŽู†ู’ุจูŽุบููŠ ู„ุฃูŽูŽูŽุญูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุจูŽุนู’ุฏููŠ

โ€œDan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku.โ€
Wallahu aโ€™lam.

Sumber Website:

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=357

http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=292

Hukum Doa Bersama Dalam Upacara Bendera

25 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Tanya:

Bismillah, assalamualaikum wa rohmatullahi wa barokatuh.
Para ustadz pengasuh milist yang terhormat. Saya seorang PNS. Setiap tanggal 17 setiap bulan adaย  upacara bendera. Dan pada akhir upacara selalu ada doa bersama, biasanya dipimpin oleh seseorang yang beragama Islam. Hampir semua peserta upacara yang muslim mengangkat tangan dan mengamini. Bagaimanakah yang benar, ikut mengangkat tangan dan mengamini, hanya mengamini, atau diam saja?

Mohon penjelasan. Sukron katsiron.
Jazaakumullahu khoir.

akh_gus@… <akh_gus@…>

Dijawab Oleh:

Al Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Upacara bendera adalah hal yang tidak disyari’atkan dalam agama kita. Hal tersebut karena beberapa alasan,
Pertama, Ia adalah perkara yang tidak ada contohnya dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya.
Kedua, terdapat padanya bentuk pengagungan yang bisa membawa seorang kepada pintu kesyirikan. Pengharamannya masuk dalam kaidah Saddu dzariah.
2. Adanya doa pada acara tersebut tidaklah membenarkan perbuatan yang tidak disyariatkan.
3. Seorang muslim hendaknya menjaga dirinya untuk mendekati perkara-perkara yang tidak ada tuntunan semampu mungkin. Kalau seorang dipaksa untuk hadir dalam upacara bendera, hendaknya dia tidak mengikuti hal-hal yang tidak disyariatkan semaksimal mungkin.

Wallahu A’lam

Dzulqarnain M. Sunusi

Sumber Website: http://groups.yahoo.com/group/nashihah/message/4222

Dilarang Emosi

24 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al Ustadz Hammad Abu Muawiah

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุฌูู„ู‹ุง ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽูˆู’ุตูู†ููŠ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽุง ุชูŽุบู’ุถูŽุจู’ ููŽุฑูŽุฏู‘ูŽุฏูŽ ู…ูุฑูŽุงุฑู‹ุง ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽุง ุชูŽุบู’ุถูŽุจู’

โ€œSeorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam, โ€œBerilah aku wasiat?โ€ Beliau bersabda, โ€œJanganlah kamu marah.โ€ Laki-laki itu mengulangi kata-katanya, tapi beliau tetap bersabda, โ€œJanganlah kamu marah.โ€ (HR. Al-Bukhari no. 6116)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda:

ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุงู„ุดู‘ูŽุฏููŠุฏู ุจูุงู„ุตู‘ูุฑูŽุนูŽุฉู ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงู„ุดู‘ูŽุฏููŠุฏู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ูŠูŽู…ู’ู„ููƒู ู†ูŽูู’ุณูŽู‡ู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุบูŽุถูŽุจู

โ€œBukanlah orang yang kuat adalah orang yang bisa mengalahkan orang lain, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan emosinya ketika dia marah.โ€ (HR. Al-Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2608)

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda kepada kami:

ุฅูุฐูŽุง ุบูŽุถูุจูŽ ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ู‚ูŽุงุฆูู…ูŒ ููŽู„ู’ูŠูŽุฌู’ู„ูุณู’ ููŽุฅูู†ู’ ุฐูŽู‡ูŽุจูŽ ุนูŽู†ู’ู‡ู ุงู„ู’ุบูŽุถูŽุจู ูˆูŽุฅูู„ู‘ูŽุง ููŽู„ู’ูŠูŽุถู’ุทูŽุฌูุนู’

โ€œJika salah seorang dari kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah dia duduk. Jika rasa marahnya hilang (maka itu yang dikehendaki), jika tidak maka hendaklah dia berbaring.โ€ (HR. Abu Daud no. 4782 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 5114)

Sulaiman bin Shurd radhiallahu anhu berkata: Ada dua orang yang saling mencerca di hadapan Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam, sementara kami duduk-duduk di samping beliau. Salah seorang dari keduanya mencerca yang lainnya karena marah, hingga wajahnya memerah. Maka Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda:

ุฅูู†ู‘ููŠ ู„ูŽุฃูŽุนู’ู„ูŽู…ู ูƒูŽู„ูู…ูŽุฉู‹ ู„ูŽูˆู’ ู‚ูŽุงู„ูŽู‡ูŽุง ู„ูŽุฐูŽู‡ูŽุจูŽ ุนูŽู†ู’ู‡ู ู…ูŽุง ูŠูŽุฌูุฏู ู„ูŽูˆู’ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุนููˆุฐู ุจูุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู…ูู†ู’ ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ุงู„ุฑู‘ูŽุฌููŠู…ู

โ€œSesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apabila dia membacanya, niscaya akan hilang (kemarahan) yang dia rasakan. Sekiranya dia membaca: โ€˜AUDZU BILLAHI MINASY SYAITHANIR RAJIM.โ€ (HR. Al-Bukhari no. 5115 dan Muslim no. 2610)

Penjelasan Ringkas:

Marah adalah kebalikan dari sabar, karenanya jika sabar merupakan akhlak yang mulia maka marah merupakan akhlak yang tercela. Hal itu karena marah biasanya akan menyeret pelakunya pada perkara-perkara yang tidak terpuji bahkan pada perkara-perkara yang dia sendiri tidak senangi, dan dia baru menyadari kesalahan besarnya setelah marahnya hilang padahal dia sudah tidak bisa lagi memperbaiki apa yang telah dia rusak.

Betapa banyak kasus perceraian (talak 3) yang terjadi akibat kemarahan sesaat, dan setelah emosinya reda dia ingin kembali kepada istrinya padahal dia tidak mungkin lagi untuk kembali, kecuali setelah istrinya menikah dengan lelaki lain. Betapa banyak pembunuhan yang terjadi baik antara keluarga dekat maupun antara teman yang diakibatkan oleh emosi sesaat yang tidak terkontrol, nas`alullahas salamah wal afiyah.

Kemarahan berasal dari Iblis, karena dialah makhluk yang pertama kali marah dengan ketetapan Allah, sehingga lahirlah hasad dan penentangan kepada Allah Taโ€™ala yang membuatnya dilaknat oleh Allah selama-lamanya. Karenanya sangat wajar jika Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa sifat marah ini termasuk dari rukun-rukun kekafiran, yakni perkara yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekafiran. Maka tatkala dia berasal dari fitnah setan, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam sangat bersemangat untuk menjaga umatnya dari fitnah ini, baik dalam bentuk pencegahan maupun dalam bentuk pengobatan. Pencegahan dengan cara mewasiatkan umatnya untuk tidak marah, sementara pengobatan dengan cara membaca taโ€™awudz dan merubah posisi tubuh ketika marah.

Sumber Website: http://al-atsariyyah.com/dilarang-emosi.html

Makanan Alternatif Setan

24 Januari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Al Ustadz Abu Muawiah Hammad

Dari Kaโ€™ab bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:

ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ู ุจูุซูŽู„ูŽุงุซู ุฃูŽุตูŽุงุจูุนูŽ ูˆูŽูŠูŽู„ู’ุนูŽู‚ู ูŠูŽุฏูŽู‡ู ู‚ูŽุจู’ู„ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู…ู’ุณูŽุญูŽู‡ูŽุง

โ€œRasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam makan dengan tiga jari, dan beliau menjilatinya sebelum mencuci tangannya.โ€ (HR. Muslim no. 2032)

Yakni: Memakan apa yang tersisa di jarinya.

Dari Jabir radhiallahu anhuma dia berkata:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽู…ูŽุฑูŽ ุจูู„ูŽุนู’ู‚ู ุงู„ู’ุฃูŽุตูŽุงุจูุนู ูˆูŽุงู„ุตู‘ูŽุญู’ููŽุฉู ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽูƒูู…ู’ ู„ูŽุง ุชูŽุฏู’ุฑููˆู†ูŽ ูููŠ ุฃูŽูŠู‘ูู‡ู ุงู„ู’ุจูŽุฑูŽูƒูŽุฉู

โ€œNabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam menyuruh menjilati jari jemari tangan dan piring. Dan beliau bersabda, โ€œSesungguhnya kalian tidak mengetahui dimana letak berkahnya.โ€ (HR. Muslim no. 2032)

Dari Anas radhiallahu anhu dia berkata:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุฃูŽูƒูŽู„ูŽ ุทูŽุนูŽุงู…ู‹ุง ู„ูŽุนูู‚ูŽ ุฃูŽุตูŽุงุจูุนูŽู‡ู ุงู„ุซู‘ูŽู„ูŽุงุซูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุณูŽู‚ูŽุทูŽุชู’ ู„ูู‚ู’ู…ูŽุฉู ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ููŽู„ู’ูŠูู…ูุทู’ ุนูŽู†ู’ู‡ูŽุง ุงู„ู’ุฃูŽุฐูŽู‰ ูˆูŽู„ู’ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ู’ู‡ูŽุง ูˆูŽู„ูŽุง ูŠูŽุฏูŽุนู’ู‡ูŽุง ู„ูู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ูˆูŽุฃูŽู…ูŽุฑูŽู†ูŽุง ุฃูŽู†ู’ ู†ูŽุณู’ู„ูุชูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽุตู’ุนูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ููŽุฅูู†ู‘ูŽูƒูู…ู’ ู„ูŽุง ุชูŽุฏู’ุฑููˆู†ูŽ ูููŠ ุฃูŽูŠู‘ู ุทูŽุนูŽุงู…ููƒูู…ู’ ุงู„ู’ุจูŽุฑูŽูƒูŽุฉู

โ€œRasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam apabila selesai makan, beliau menjilati ke tiga jari tangannya. Dan beliau bersabda, โ€œApabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, maka hendaknya dia mengambilnya kembali lalu dia buang bagian yang kotor lalu hendaknya dia memakan bagian yang bersih, dan jangan dia membiarkannya jatuh untuk (dimakan) setan.โ€ Dan beliau menyuruh kami untuk menjilati piring. Beliau bersabda, โ€œKarena kalian tidak tahu makanan mana yang membawa berkah.โ€ (HR. Muslim no. 2034)

Penjelasan ringkas:

Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan hikmah disunnahkannya makan dengan tiga jari, โ€œDikarenakan makan dengan satu atau dua jari tidaklah menjadikan seorang yang makan menikmatinya dan tidak juga memuaskannya dan tidak mengenyangkannya kecuali setelah lama berselang dan juga tidak mengenakkan organ mulut dan pencernaan dengan yang masuk ke dalamnya dari setiap makanan. Sedangkan makan dengan lima jari dan telapak tanganย  akan menyebabkan makan memenuhi organ mulut dan juga pencernaan. Dan terkadang akan menyumbat saluran makan dan memaksakan organ-organ makan untuk mendorongnya dan juga pencernaan akan terbebani. Dan dia tidak akan mendapatkan kelezatan dan juga kepuasan. Dengan begitu maka cara makan yang paling bermanfaat adalah cara makan Rasulullah Shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย  dan cara makan yang meneladani beliau Shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย  yaitu dengan mempergunakan tiga jari.โ€œ (Lihat Zaad Al-Maโ€™ad: 4/222)

Adapun hikmah disyariatkannya untuk menjilati jari jemari sebelum mencucinya dan memungut makanan yang jatuh, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskan hikmahnya ada dua:

1.ย ย  ย Karena adanya kemungkinan berkah dari makanan yang kita makan itu terdapat pada makanan yang jatuh atau yang melekat di jari. Jika langsung mencuci makanan yang melekat pada jarinya atau tidak memungut makanan yang jatuh maka dia bisa kehilangan berkah makanan tersebut.

2.ย ย  ย Makanan yang terbuang akan dimakan oleh setan dan itu akan menambah kekuatan dari setan untuk menggodanya. Dalam riwayat Muslim no. 2033 Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, โ€œSesungguhnya setan ikut menghadiri makanannya. Maka apabila salah seorang di antara kalian terjatuh makanannya maka hendaknya dia membersihkan kotoran yang menempel padanya kemudianย  memakannya dan tidak menyisakannya untuk setan. Dan apabila dia telah menyelesaikan makannya hendaknya dia menjilat tangannya karena sesungguhnya dia tidak mengetahui makanan manakah yang ada berkahnya.โ€œ

Ini menunjukkan betapa besarnya semangat setan untuk selalu mencari celah mencelakakan manusia. Dimana saat makanpun dia selalu bersama mereka untuk mencari peluang kelalain mereka. Jika orang yang makan tidak membaca basmalah di awalnya maka setan mempunyai kesempatan untuk menambah kekuatannya dengan ikut memakan makanan tersebut. Tapi jika orang tersebut membaca basmalah, maka setan tidak putus asa. Dia tetap menunggu kalau-kalau ada makanan alternatif baginya, berupa makanan yang terbuang atau makanan sisa yang tidak dimakan lalu dibuang oleh orang tersebut. Karenanya sudah sepatutnya seorang muslim menutup semua celah bagi setan untuk makan dari makanannya, baik sebelum dia makan maupun setelah dia makan.

Sumber Website: http://al-atsariyyah.com/makanan-alternatif-setan.html#more-2740