Arsip

Posts Tagged ‘kristen’

Valentine’s Day dalam Tinjauan Syarî`at

14 Februari 2011 Tinggalkan komentar

Penulis: Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al If

Valentine’s Day sebenarnya, bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya.” (Al Isra’: 36)

Sebelum kita terjerumus pada budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun penyesalan, kita tahu bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang akidahnya berbeda dengan ummat Islam, sedangkan Rasulullah bersabda: Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radiyallahu ‘anhu: Rasulullah bersabda: “Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?” ( HR. Bukhori dan Muslim ).

Pertanyaan: Sebagian orang merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan kedua pada kalender Gregorian kristen/Masehi] setiap tahun, diantaranya dengan saling-menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan pakaian merah (merah jambu, red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain (berkaitan dengan hari tsb).

Beberapa toko-toko gula-gula pun memproduksi manisan khusus -berwarna merah- dan yang menggambarkan simbol hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-tokopun tersebut mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini. Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut:

1. Merayakan hari valentine ini?

2. Melakukan transaksi pembelian pada hari valentine ini?

3. Transaksi penjualan – sementara pemilik toko tidak merayakannya – dalam berbagai hal yang dapat digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan?

Semoga Allah memberi Anda penghargaan dengan seluruh kebaikan!

Jawaban:

Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah – dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus (Ijma’) dari ummah generasi awal muslim – menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam: ‘ Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ‘ Ied Al-Adha (setelah hari ‘ Arafah untuk berziarah).

Maka seluruh Ied yang lainnya – apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain – yang diperkenalkan sebagai hari Raya/‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya – apapun bentuknya – sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah:

 

وَتِلْكَ حُدُودُاللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ

Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. [Surah At-Thalaq ayat 1]

Jika kita menambah-nambah Ied yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Allah telah melarang untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha Perkasa (Al Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi (Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut.”

Ied al-Hubb (perayaan Valentine’s Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar/hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut – sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allaah dan hukumanNya.

Lebih-lebih lagi, hal itu terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini, atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran atas Allah dan Rasulullah. Allaah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi, berfirman:

 

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. [Surah al-Maaidah, Ayat 2]

Demikian juga, termasuk kewajiban bagi tiap-tiap muslim untuk memegang teguh atas Al Qur’an dan Sunnah dalam seluruh kondisi – terutama saat terjadi rayuan dan godaan kejelekan. Maka semoga dia memahami dan sadar dari akibat turutnya dia dalam barisan sesat tersebut yang Allah murka padanya (Yahudi) dan atas mereka yang tersesat (Kristen), serta orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diantara mereka, yang tidak punya rasa takut – maupun harapan dan pahala – dari Allah, dan atas siapa-siapa yang memberi perhatian sama sekali atas Islam.

Maka hal ini sangat penting bagi muslim untuk bersegera kembali ke jalan Allah, yang Maha Tinggi, mengharap dan memohon Hidayah Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Allaah, dan tak seorangpun yang dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.

Dan kepada Allaah lah segala kesuksesan dan semgoa Allaah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) beserta keluarganya dan rekannya.

Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa
Ketua : Syaikh ‘ Abdul ‘ Aziz Al Asy-Syaikh;
Wakil Ketua : Syaikh Saalih ibn Fauzaan;
Anggota: Syaikh ‘ Abdullaah ibn Ghudayyaan;

Anggota: Syaikh Bakar Ibn ‘ Abdullaah Abu Zaid

(Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah lil-Buhuts al-’Ilmiyyah Wal-Iftaa.- Fatwa Nomor 21203. Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia)

Dinukil dari:

http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0020123_1.htm.

Pertanyaan:

Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang/Valentine Day’s?

 

Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin rahimahulloohu ta’alla menjawab:

“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:

Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.

Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)

Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.

Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51)

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)

Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.

Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.

Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.

Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.

Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.

Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.

Semoga Allah Ta’ala Membalas ‘Amal Ibadah Kita.

——————————————————
Penjelasan Tambahan:
Beberapa versi sebab-musabab dirayakannya hari Kasih sayang ini, dalam The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day.
1. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama -nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St. Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).

Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri! Layaknya seorang muslim segera bertaubat mengucap istighfar, “Astaghfirullah”, wa naudzubillahi min dzalik. (Dari berbagai sumber).

Sumber:

http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=443

http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/fatwa-ulama/valentines-day-dalam-tinjauan-syariat/

HUKUM TURUT SERTA DALAM PERAYAAN NATAL DAN TAHUN BARU

29 Desember 2010 Tinggalkan komentar

Penulis: Redaksi Assalafy.org

Sangat disesalkan, banyak kaum muslimin yang ternyata ikut-ikutan gembira dan ikut-ikutan merayakan hari raya/hari besar kaum kafir. Di antara adalah perayaan Natal dan Tahun Baru. Yang lebih parah adalah Tahun Baru, karena banyak dari kaum muslimin yang tidak mengerti bahwa itu termasuk perayaan/hari besar orang-orang kafir. Mereka beralasan bahwa Tahun Baru bersifat universal. Di samping tidak sedikit dari kaum muslimin yang ikut meramaikan perayaan Natal, atau sekadar membantu tetangganya yang beragama kristen untuk merayakan Natal, berupa turut membantu memasak, hadir dalam undangan Natal, turut mengucapkan selamat, dll. Ini semua termasuk turut andil dalam perayaan hari besar agama kafir.

Semestinya seorang muslim menimbang segala ucapan dan perbuatannya dengan timbangan syari’at Allah. Bagaimana Islam mengatur hubungan dengan orang-orang kafir. Apakah boleh turut andil atau turut kerja sama, atau sekadar ikut meramaikan acara perayaan orang-orang kafir? Termasuk bolehkah ikut meramaikan atau ikut-ikutan senang dengan perayaan Natal dan Tahun Baru?

Berikut penjelasan seorang ‘ulama besar international, Asy-Syaikh Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia (kini telah wafat).

سماحة الإمام الوالد عبد العزيز بن عبد الله بن باز : لا يجوز للمسلم ولا للمسلمة مشاركة النصارى ، أو اليهود ، أو غيرهم من الكفرة في أعيادهم ، بل يجب ترك ذلك ؛ لأن من تشبه بقوم فهو منهم ، والرسول – صلى الله عليه وسلم – حذرنا من مشابهتهم والتخلق بأخلاقهم ، فعلى المؤمن وعلى المؤمنة الحذر من ذلك ، وأن لا يساعد في إقامة هذه الأعياد بأي شيء ؛ لأنها أعياد مخالفة لشرع الله ، ويقيمها أعداء الله ؛ فلا يجوز الاشتراك فيها ، ولا التعاون مع أهلها ، ولا مساعدتهم بأي شيء ، لا بالشاي ، ولا بالقهوة ، ولا بأي شيء من الأمور كالأواني ، ونحوها . وأيضًا يقول الله سبحانه : ﴿ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ﴾ . [ المائدة : 2 ] .

فالمشاركة مع الكفرة في أعيادهم نوع من التعاون على الإثم والعدوان ، فالواجب على كل مسلم وعلى كل مسلمة ترك ذلك .

ولا ينبغي للعاقل أن يغتر بالناس في أفعالهم ، الواجب أن ينظر في الشرع إلى الإسلام وما جاء به ، وأن يمتثل أمر الله ورسوله ن وأن لا ينظر إلى أمور الناس فإن أكثر الخلق لا يبالي بما شرع الله ، كما قال الله – عز وجل في كتابه العظيم – : ﴿ وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللهِ ﴾ . [ الأنعام : 116 ] . وقال سبحانه : ﴿ وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ ﴾ . [ يوسف : 103 ] .

فالعوائد المخالفة للشرع لا يجوز الأخذ بها وإن فعلها الناس ، والمؤمن يزن أفعاله وأقواله ، ويزن أفعال الناس وأقوال الناس بالكتاب والسنة . بكتاب الله وسنة رسوله – عليه الصلاة والسلام – فما وافقهما أو أحدهما فهو المقبول ، وإن تركه الناس ، وما خالفهما أو أحدهما فهو المردود وإن فعله الناس .

Samahatul Imam Al-’Allamah Asy-Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz rahimahullah :

Tidak boleh bagi muslim dan muslimah untuk ikut serta dengan kaum Nashara, Yahudi, atau kaum kafir lainnya dalam acara perayaan-perayaan mereka. Bahkan wajib meninggalkannya. Karena barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari sikap menyerupai mereka atau berakhlaq dengan akhlaq mereka. Maka wajib atas setiap mukmin dan mukminah untuk waspada dari hal tersebut, dan tidak boleh membantu untuk merayakan perayaan-perayaan orang-orang kafir tersebut dengan sesuatu apapun, karena itu merupakan perayaan yang menyelisihi syari’at Allah dan dirayakan oleh para musuh Allah. Maka tidak boleh turut serta dalam acara perayaan tersebut, tidak boleh bekerja sama dengan orang-orang yang merayakannya, dan tidak boleh membantunya dengan sesuatu apapun, baik teh, kopi, atau perkara lainnya seperti alat-alat atau yang semisalnya.

Allah juga berfirman :

﴿ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ﴾

“Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan jangalah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” [Al-Ma`idah : 2]

Ikut serta dengan orang-orang kafir dalam acara perayaan-perayaan mereka merupakan salah satu bentuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Maka wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk meninggalkannya.

Tidak selayaknya bagi seorang yang berakal jernih untuk tertipu dengan perbuatan-perbuatan orang lain. Yang wajib atasnya adalah melihat kepada syari’at dan aturan yang dibawa oleh Islam, merealisasikan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan sebaliknya tidak menimbangnya dengan aturan manusia, karena kebanyakan manusia tidak mempedulikan syari’at Allah. Sebagaimana firman Allah :

﴿ وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللهِ ﴾

“Kalau engkau mentaati mayoritas orang yang ada di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” [Al-An’am : 116]

Allah juga berfirman :

﴿ وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ ﴾

“Kebanyakan manusia tidaklah beriman walaupun engkau sangat bersemangat (untuk menyampaikan penjelasan).” [Yusuf : 103]

Maka segala perayaan yang bertentangan dengan syari’at Allah tidak boleh dirayakan meskipun banyak manusia yang merayakannya. Seorang mukmin menimbang segala ucapan dan perbuatannya, juga menimbang segala perbuatan dan ucapan manusia, dengan timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Segala yang sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau salah satu dari keduanya, maka diterima meskipun ditinggakan manusia. Sebaliknya, segala yang bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau salah satunya, maka ditolak meskipun dilakukan oleh manusia.

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah rahimahullahI/405]

http://www.assalafy.org/mahad/?p=288

Sumber Website: http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1725

Menghindari Kemungkaran di Penghujung Tahun

29 Desember 2010 Tinggalkan komentar

Penulis: Redaksi Salafy.or.id

Ternyata tidak sedikit kaum muslimin yang masih belum mengerti bagaimana hukum mengucapkan selamat natal atau hari-hari raya orang kafir lainnya. Hal ini nampak dari banyaknya kaum muslimin yang masih saja memberikan ucapan selamat, bergembira, dan bahkan ikut merayakan hari raya yang jatuh pada setiap penghujung tahun masehi tersebut, tidak terkecuali tahun ini.

Oleh karena itulah, kami akan menampilkan fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ dan Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin tentang permasalahan ini.

Tepat sepekan setelah hari natal, ada momen besar lainnya yang umat Islam sangat rawan untuk terjatuh kepada kemungkaran dan pelanggaran syar’i di dalamnya, yaitu tahun baru. Sehingga tidak lupa kami juga menampilkan hukum merayakannya sebagaimana yang telah difatwakan oleh para ulama.

Hukum Mengucapkan Selamat Kepada Orang-Orang Nashara pada Hari Raya Mereka

Pertanyaan:

Bagaimana hukum Islam tentang mengucapkan selamat kepada orang-orang nashara pada hari raya mereka, karena saya mempunyai paman yang bertetangga dengan seorang nashrani, dan paman saya ini memberikan ucapan selamat kepadanya ketika bergembira maupun ketika hari raya. Dan sebaliknya si nashrani tersebut juga mengucapkan selamat kepada paman saya ketika bergembira, ketika hari raya, atau pada kesempatan lain. Apakah ini diperbolehkan: ucapan selamat seorang muslim kepda nashrani dan nashrani kepada seorang muslim ketika hari raya-hari raya maupun saat-saat bergembira?

Jawaban:

Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang nashrani ketika hari raya-hari raya mereka, karena yang demikian itu merupakan bentuk ta’awun (tolong menolong) dalam perbuatan dosa dan kita dilarang untuk itu. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah: 2)

Sebagaimana juga disebabkan karena padanya (ucapan selamat tersebut) terdapat unsur kasih sayang kepada mereka, mengharap kecintaan, dan mengesankan sikap ridha kepada mereka dan syi’ar-syi’arnya, maka ini tidak diperbolehkan.

Bahkan yang wajib adalah menampakkan permusuhan dan kebencian yang nyata kepada mereka, karena mereka telah memerangi Allah jalla wa’ala dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, dan mereka telah menjadikan (menganggap) bagi Allah (memiliki) istri dan anak. Allah ta’ala berfirman:

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ.

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)

Dan firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ.

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)

Wabillahittaufiq.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ III/313]

Hukum Memberikan Ucapan Selamat Natal

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin ditanya tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada orang kafir. Dan bagaimana kita menjawab jika mereka mengucapkannya kepada kita? Apakah diperbolehkan pergi ke tempat-tempat yang menyelenggarakan perayaan ini? Apakah seseorang berdosa jika melakukan hal tersebut tanpa disengaja, akan tetapi dilakukan sekadar basa-basi, karena malu, terpaksa, atau sebab yang lain? Apakah diperbolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?

Jawaban:

Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya terkait dengan perayaan keagamaan mereka telah disepakati keharamannya. Sebagaimana dinukil dari Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya (Ahkamu Ahli Adz-Dzimmah), di mana beliau mengatakan:

“Dan adapun ucapan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran secara khusus, maka telah disepakati keharamannya. Misalnya mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan: ‘Hari raya yang diberkahi bagimu’ atau ‘Selamat merayakan hari raya ini’ dan yang semisalnya. Yang demikian ini, meskipun yang mengucapkannya selamat dari kekufuran, namun perbuatan ini termasuk yang diharamkan. Hal ini sejajar dengan ucapan selamat terhadap sujudnya (seorang nashrani) terhadap salib, bahkan hal ini dosanya lebih besar di sisi Allah, dan lebih besar kemurkaan-Nya daripada ucapan selamat terhadap perbuatan minum khamr, bunuh diri, zina, dan yang lainnya, dan banyak orang yang tidak kokoh agamanya terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan tersebut dan tidak tahu kejelekan perbuatannya. Sehingga barangsiapa yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba dengan suatu kemaksiatan, bid’ah, atau kekufuran, maka dia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.”

-selesai perkataan beliau-.

Haramnya mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir terhadap hari raya agama mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim tersebut, karena padanya terkandung pengakuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridha terhadapnya walaupun dia tidak ridha hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Walaupun demikian, seorang muslim diharamkan untuk ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat terhadap syi’ar-syi’ar tersebut, karena Allah subhanahu wata’ala tidak meridhainya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ.

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hambaNya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Az-Zumar: 7)

Dan firman Allah ta’ala:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.

“Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (Al-Ma’idah: 3).

Maka mengucapkan selamat kepada mereka hukumnya haram, sama saja apakah ikut serta dalam pelaksanaannya ataupun tidak.

Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, maka kita tidak perlu menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya itu tidak diridhai oleh Allah subhanahu wata’ala, karena itu merupakan kebid’ahan pada agama mereka atau memang itu disyari’atkan dalam agama mereka akan tetapi sesungguhnya telah dimansukh (dihapus) dengan agama Islam yang Allah mengutus dengannya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk semua makhluk. Allah ta’ala telah berfirman tentangnya:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Haram hukumnya seorang muslim membalas ucapan selamat dari mereka, karena ini lebih besar daripada mengucapkan selamat kepada mereka disebabkan padanya terdapat unsur keikutsertaan dia dalam perayaan tersebut.

Demikian juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyerupai orang-orang kafir dengan mengadakan perayaan-perayaan hari raya, atau tukar-menukar hadiah, membagi-bagikan gula-gula, piring berisi makanan, meliburkan kerja dan yang semisalnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Iqtidha’ Ash-Shirath Al-Mustaqim Mukhalafah Ash-hab Al-Jahim mengatakan:

“Menyerupai mereka dalam sebagian hari raya mereka akan melahirkan kesenangan pada hati mereka dengan kebatilan yang ada padanya, … bahkan bisa jadi ambisi mereka dalam perayaan tersebut untuk dijadikan kesempatan dalam mengina dan menyesatkan orang-orang yang lemah.”

-selesai perkataan beliau rahimahullah-.

Barangsiapa melakukan hal-hal tersebut, maka dia berdosa, sama saja apakah dia melakukannya itu sekadar basa-basi atau karena kecintaan padanya, karena malu, atau sebab-sebab yang lainnya, karena ini merupakan sikap menyepelekan agama Allah dan termasuk sebab mantapnya jiwa orang-orang kafir dan bangganya mereka terhadap agamanya.

Hanya Allah-lah tempat meminta permohonan agar Dia memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka, menganugerahi mereka kekokohan dan menolong mereka terhadap musuh-musuhnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

[Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il III/44 Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin]

http://www.assalafy.org/mahad/?p=417#more-417

Sumber Website: http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1723